Intoleransi Mencederai Umat Beragama, Tuduhan Tidak Berdasar Terhadap Islam!
Oleh >> Mial,A.Md.T (Aktivis Muslimah)
Belakangan ini, isu intoleransi makin deras diopinikan, seolah ada kondisi yang sangat mengkhawatirkan tengah terjadi di negeri ini. Beberapa waktu lalu, terjadi penolakan pendirian sekolah Kristen oleh sekelompok masyarakat muslim di Parepare, Sulawesi Selatan. Hal ini kemudian dianggap mencederai semangat toleransi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Plh. Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menilai, penolakan ini adalah tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia (baca: Islam). (Islam Kaffah, 26-9-2024).
Tampak jelas bahwa intoleransi dianggap sebagai sesuatu yang bisa mengancam kehidupan beragama negeri ini, seolah negeri berpenduduk mayoritas muslim ini sedang terancam “penyakit intoleransi”. Namun faktanya, kita bisa menyaksikan sendiri, upaya dan semangat sebagian besar umat Islam untuk menerapkan dan menjalankan aturan Islamlah yang justru dinilai intoleran. Lantas, siapa sebenarnya yang disasar dan bagaimana pandangan Islam tentang hal ini?
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Penolakan masyarakat Parepare terhadap pendirian sekolah Kristen semestinya jangan lantas diklaim atau dipandang sebagai sikap mencederai toleransi. Pada dasarnya, masyarakat Parepare sedang meminta haknya untuk perlindungan atas keyakinan dan ketaatan pada ajaran Islam. Mereka tentu tidak mau ada ancaman akidah yang bisa menyerang keimanan keluarganya.
Alhasil, perlu ada pendetailan penyebab masyarakat muslim di suatu daerah sampai menolak berdirinya lembaga pendidikan berbasis agama tertentu. Bisa jadi selama ini ada indikasi bahwa di balik berdirinya lembaga berbasis agama, ada misionaris yang hendak memurtadkan warga muslim di daerah. Wajar jika masyarakat muslim khawatir akan hal tersebut.
Parahnya, label “intoleran” malah disematkan kepada umat Islam. Di sisi lain, perilaku intoleran yang nyata-nyata menghalangi umat Islam melaksanakan ajaran agamanya, tidak disebut intoleran. beginilah masalah yang muncul tatkala negara tidak hadir sebagai raa’in (pelindung) bagi rakyatnya. Negara malah membuka keran liberalisasi akidah dan seolah membiarkan terjadinya pemurtadan secara masif. Sebaliknya, tidak sedikit sekolah berbasis Islam yang dituduh radikal. Salam dan tepuk anak saleh, misalnya, disebut radikal.
Lalu, muncul pula SKB 3 Menteri yang melarang sekolah negeri mewajibkan siswanya mengenakan atribut khusus keagamaan (baca: berhijab) dengan dalih bertujuan menghapus “upaya-upaya intoleransi” di satuan pendidikan. Padahal, kita paham bahwa memakai khimar dan jilbab adalah wajib bagi muslimah.
Dalam benak muslim yang lurus, tersimpan pemahaman yang kukuh bahwa dengan berpegang teguh pada aturan Allah, umat Islam akan tampil sebagai khaira ummah ‘umat terbaik’ yang membawa kebaikan bagi umat lain dan seluruh alam. Tampaknya, inilah yang sejatinya ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Mereka khawatir Islam kembali bangkit dan berjaya di muka bumi ini.
Islam Tidak Toleran?
Islam adalah agama yang menghargai masyarakat yang plural, yakni beragam suku, bangsa, agama, bahasa, serta keberagaman lainnya. Ini merupakan keniscayaan. Daulah Islam yang Rasulullah saw. pimpin—sebagai representasi penerapan seluruh hukum Islam—dengan begitu indahnya menghargai dan melindungi keberagaman ini, selama menaati aturan Daulah Islam.
Islam juga telah memberikan ketentuan yang lengkap dan sempurna, termasuk soal toleransi. Di antaranya pertama, Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Seluruh keyakinan dan agama selain Islam adalah kekufuran. Kapitalisme, demokrasi, pluralisme, sekularisme, liberalisme, dan semua paham yang lahir dari semua itu, adalah kufur. Semua agama selain Islam juga kufur karena agama yang Allah ridai hanyalah Islam. Siapa pun yang meyakini agama atau paham selain Islam, baik sebagian maupun keseluruhan, adalah kafir (lihat QS Ali Imran: 19 dan 85).
Kedua, tidak ada toleransi dalam perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil qath’i, baik menyangkut akidah maupun syariat.
Ketiga, Islam tidak melarang muslim berinteraksi dengan nonmuslim dalam perkara-perkara mubah, seperti jual beli, kerja sama bisnis, dan sebagainya. Keempat, adanya ketentuan sebelumnya tidak menafikan kewajiban kaum muslim untuk berdakwah dan berjihad melawan kaum kafir di mana pun mereka berada, dan caranya harus sejalan dengan syariat Islam.
Nonmuslim yang hidup di Daulah Islam dan tunduk pada kekuasaan Islam (dalam batas-batas tertentu) akan diperlakukan sebagaimana kaum muslim. Hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara Daulah Islam sama dengan kaum muslim. Harta dan jiwa mereka pun dilindungi. Adapun terhadap kafir harbi, maka hubungan dengan mereka adalah hubungan perang. Seorang muslim dilarang berinteraksi dalam bentuk apa pun dengan kafir harbi fi’lan.
Sejak berdirinya pemerintahan Islam nubuwwah wa rahmah di Madinah, Islam mempersaudarakan berbagai suku (kabilah) dan bangsa. Berbagai suku bangsa yang pada awalnya bertentangan dan bermusuhan, dipersaudarakan oleh kalimat “laa ilaaha illallaah”, termasuk suku Aus dan Khazraj.
Demikian pula Makkah dan Madinah yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal budaya, adat istiadat, serta kebiasaan, keduanya bisa dipadukan hingga membentuk masyarakat baru yang khas, yakni masyarakat Islam. Masyarakat Islam dibangun di atas akidah Islam sebagai solusi berbagai problem hidup manusia.
Dengan kata lain, peleburan berbagai suku bangsa oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat, telah menghasilkan suatu masyarakat khas yang terdiri dari kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan, aturan, serta tujuan yang sama.
Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi, hidup berdampingan satu sama lain. Mereka hidup bersama dalam naungan pemerintahan Islam. Masyarakat nonmuslim mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara, memperoleh jaminan keamanan, juga bebas melakukan peribadatan sesuai keyakinan mereka.
Berbagai bukti yang tidak terbantahkan sesungguhnya menunjukkan bahwa ketika Islam tegak di muka bumi, tidak terjadi kondisi sebagaimana dituduhkan oleh musuh-musuh Islam, yaitu bahwa Islam intoleran dan dinilai mencederai umat beragama. Justru yang terjadi adalah umat manusia dengan keberagaman suku, bangsa, agama, dan ras, bisa hidup rukun dan sejahtera di bawah naungan Islam. Hak-hak mereka terpenuhi, keamanan dan keadilan pun demikian, tidak ada satu pun yang terzalimi.
Oleh karenanya, jika masih ada yang mempersoalkan toleransi dalam Islam, sesungguhnya merekalah yang intoleran. Mereka takut akan diterapkannya Islam kafah di muka bumi yang bisa menuntun umat Islam dan seluruh manusia ke jalan yang lurus. Mereka sejatinya adalah musuh Allah Swt. yang tidak menghendaki Islam hadir di tengah umat manusia sebagai rahmat bagi kehidupan dan seluruh alam.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar