Refleksi Hari Guru Sedunia di Tengah Karut-marut Persoalan



Oleh : Mial, A.Md.T (Aktivis Muslimah)

Hari Guru sedunia diperingati tiap 5 Oktober. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Valuing teacher voices: towards a new social contract for education (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan)”. Latar belakang pengangkatan tema ini adalah pentingnya “suara” seorang guru yang sangat diperlukan agar guru dapat memberikan pembinaan pada anak didik dan memanfaatkan potensi terbaik mereka. Tema ini juga menekankan pada peran penting yang dimainkan oleh guru dalam membentuk masa depan pendidikan dan kebutuhan mendesak untuk memasukkan perspektif mereka ke dalam kebijakan pendidikan dan proses pengambilan keputusan.(Kompas)

Peran guru sangat penting dalam kehidupan. Ia merupakan ujung tombak pembentukan SDM yang berkualitas. Ia menentukan nasib generasi penerus negeri untuk menjadi pemenang atau pecundang. Profil Indonesia pada masa depan tergambar pada kualitas para guru saat ini. Guru yang berkualitas akan mencetak generasi emas. Sayang, fakta guru di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya.

Saat ini para guru dihadapkan pada karut-marut berbagai persoalan, di antaranya yaitu:

1. Rendahnya tingkat kesejahteraan

Gaji guru di Indonesia sangat rendah. BPS mencatat, rata-rata penduduk yang bekerja di bidang pendidikan mendapat gaji Rp2.843.321 per bulan. Gaji guru honorer di Indonesia lebih rendah lagi bahkan terkategori tidak manusiawi. Sebagian guru honorer hanya mendapatkan gaji Rp250.000 per bulan. Berkebalikan dengan gaji yang rendah, tekanan hidup yang dialami para guru justru sangat tinggi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara menyebabkan guru harus mengeluarkan banyak biaya untuk hidup. Akibatnya, sebagian guru terpaksa melakukan kerja sampingan, misalnya mengojek, mengajar les privat, menjadi petugas SPBU, pekerjaan informal, bahkan mengumpulkan sampah. Dengan impitan ekonomi seperti ini, guru tidak bisa fokus dan optimal dalam mendidik murid-muridnya.

2. Kurang dihargai

Di dalam sistem kapitalisme saat ini, guru tidak dipandang sebagai pendidik generasi penerus, tetapi hanya sebagai faktor produksi yang melakukan tindakan teknis demi memenuhi target produksi. Dunia pendidikan minim nilai ruhiah dan justru didominasi nilai materi. Akibatnya, penghormatan murid terhadap guru juga makin terkikis.

3. Kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak dari perilaku terpuji

Sistem pendidikan hari ini mengadopsi asas sekularisme dan nilai-nilai liberalisme yang melahirkan kurikulum yang tidak sesuai dengan jati diri siswa sebagai muslim. Perilakunya jauh dari akhlak mulia. Pergaulannya bebas hingga berujung zina dan aborsi. Bobroknya generasi pada aspek akademik maupun perilaku ini menjadi beban berat bagi para guru.

4. Kebijakan administrasi yang rumit; Guru terbebani kebijakan administrasi yang banyak dan rumit terkait dengan sertifikasi sehingga menguras waktu dan perhatian. Hal ini pelan-pelan mengeluarkan guru dari peran hakikinya sebagai pendidik.

5. Kehilangan profil diri pendidik; Tata kehidupan sekuler memengaruhi jati diri guru sehingga kehilangan profil diri pendidik. Mereka bergaya hidup sekuler dan liberal. Bahkan ada guru yang tega melakukan tindakan buruk pada siswa berupa kekerasan fisik maupun seksual hingga memakan korban.

Islam Memuliakan Guru;

Sistem pendidikan Islam mampu menghasilkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam, memiliki kemampuan terbaik, dan mampu mendidik muridnya dengan baik. Berikut ini adalah mekanisme sistem Islam untuk mewujudkan hal tersebut.

1. Islam sangat menghormati dan memuliakan guru; Dari sisi sikap, Islam memerintahkan murid untuk takzim kepada guru dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Tidak hanya murid, negara juga memuliakan guru dengan memosisikannya sebagai pendidik yang harus dimuliakan.

Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun.

2. Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk para guru; Sandang, pangan, dan papan tersedia dengan harga terjangkau. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan tersedia gratis. 

3. Sistem Islam memastikan kualitas guru dengan menetapkan kriteria yang tinggi; Guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pendidik generasi umat Islam. Rasulullah saw. bersabda tentang profil guru, “Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak.” (HR Bukhari).

4. Negara menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang bertujuan mencetak output orang-orang yang berkepribadian Islam, yakni orang-orang yang bertakwa, sekaligus memiliki kualitas keilmuan yang tinggi, baik dalam tsaqafah Islam maupun sains teknologi.

5. Negara memfasilitasi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dengan berbagai fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya secara gratis sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.

6. Dukungan system Di dalam Khilafah, semua pihak yang terkait dengan pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan negara bekerja sama dengan baik. Ketiganya menjalankan peran masing-masing dengan optimal dan bersinergi mencetak output pendidikan sesuai harapan Islam. Negara mendukung peran guru bukan hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga penerapan sistem pergaulan, informasi, media massa, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak akan ada kasus orang tua yang lepas tangan terhadap pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah/guru, kemudian ketika ada masalah justru menyalahkan guru.

Sebagai hasilnya, umat Islam akan menjadi pemimpin dalam ketinggian ilmu pengetahuan dan kemuliaan akhlak. Itulah sebabnya, ketika dahulu peradaban Islam tegak, banyak orang-orang asing bahkan dari kalangan bangsawan yang ikut bersekolah di Daulah Islam. 

Dengan memahami bahwa solusi hakiki atas permasalahan guru adalah sistem Islam (Khilafah), sudah waktunya para guru untuk menyuarakan solusi Khilafah ke tengah masyarakat. Bahkan para guru hendaknya menjadi pendidik umat untuk membentuk kesadaran akan pentingnya Islam kafah. Dengan demikian akan terwujud kesadaran bersama untuk mewujudkan solusi hakiki. 

Wallahualam bissawab. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak