Kriminalisasi guru viral, UU perlindungan guru jadi solusi, emang Iya?
Aisyah, S.E (Aktivis Dakwah)
Akhir-akhir ini viral parodi yang memperlihatkan guru acuh terhadap perilaku tidak baik siswa, ada yang tawuran, berkelahi, pacaran, merokok, dan lain sebagainya. Guru hanya sekedar lewat lalu, tanpa menegur karena takut di penjara.
Meme ini sebagai sindiran keras maraknya kriminalisasi terhadap guru dengan dalil UU perlindungan anak. Akhirnya ada juga yang menyarankan untuk membuat UU perlindungan guru yang akan disahkan DPR RI. Emang iya, solusi nya itu sekedar itu? Coba deh kita bahas. Viral dulu baru diusut dan diurus, begitulah kira-kira hukum di negeri ini.
Kasus ibu Supriyani seorang guru honorer SDN 4 Baito, Kec. Konawe Sulawesi Tenggara yang viral memberikan gambaran betapa guru merupakan profesi yang rentan dikriminalisasi (salah dikit, penjara menanti). Viralnya kasus itu, memunculkan beberapa kasus guru yang hampir mirip dengan nasib ibu Supriyani yang harus di proses di meja hijau. Misalnya kasus bapak Sambudi 2016 silam, hanya karena perkara menegur murid yang enggan salat berjamaah di sekolah, bapak murid yang merupakan sosok TNI itu tak menerima dan akhirnya melaporkan bapak Sambudi ke Polsek. Tak hanya itu, kasus guru yang buta mata kananya karena di ketapel oleh orang tua murid, dan beberapa kasus yang lain. Ini yang disorot media, bagaimana yang tidak di sorot media, pasti jauh lebih banyak.
"Padahal guru hanya menjalankan tugas agar anaknya jadi pribadi yang baik, mending suruh ortunya didik anaknya sendiri, suruh kasih ijazah sendiri, biar tau rasanya jadi guru gimana" ujar salah satu netizen budiman. Guru memiliki peranan yang besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
Problem nya bukan terletak pada tumpang tindih antara aturan perlindungan anak dan guru, dimana satunya diperkuat dan lainnya diperlemah. Akhirnya, solusi praktis nya aturan perlindungan guru juga perlu diperkuat. Analisis masalah belum terlalu tajam dan mengakar kepada permasalahan sebenarnya.
Ada beberapa elemen yang memiliki tanggungjawab dalam mensukseskan terbentuknya generasi yang unggul, bukan hanya dari segi keilmuan, namun karakter mulia, yaitu individu, lingkungan, masyarakat dan negara.
Individu masing-masing , baik dari anak/murid, orang tua, ataupun guru. Sebagai seseorang murid yang hendak menuntut ilmu memiliki kesadaran penuh akan pentingnya ilmu pengetahuan, dan mendahulukan adab didalamnya, termasuk adab kepada guru.
Peran guru dalam mendidik dan mengawasi murid sebatas lingkungan sekolah saja, dari masuk gerbang sampai pulang sekolah. Guru berhak untuk mendisiplinkan murid yang melanggar aturan dengan ketentuan yang ada.
Peran orang tua dalam kontroling anaknya. Selain waktu sekolah, seorang murid akan kembali kerumah. Orang tua tetap mengawasi kegiatan anaknya. Lingkungan/pergaulan tak kalah penting dalam membentuk perilaku. Teman adalah cerminan diri, kalau teman bergaul nya adalah anak yang rajin belajar dan berakhlak baik pasti mengikuti kebaikan nya begitupun sebaliknya.
Elemen masyarakat sebagai kontroling dalam kehidupan bersosial, masyarakat bertugas menegur jika seseorang melakukan kemungkaran, dan pengingat untuk mengerjakan suatu kebaikan.
Paling pokok adalah peran negara, negara menjadi tonggak. Berbagai aturan/kebijakan terkait pendidikan diatur oleh negara. Negara sebagai pembuat kebijakan, penyedia anggaran, fasilitas, sarana dan prasarana, serta evaluasi dan mentoring. Kurikulum belajar diatur oleh negara, proses maupun materi diaturkan oleh negara.
Namun, sayangnya permasalahan pendidikan di negeri ini sistemik, artinya tidak bisa diselesaikan dengan dari satu sisi saja, tapi secara keseluruhan. Akar masalahnya ada pada sistem/ideologi yang diemban negeri ini.
Analoginya seperti lingkaran setan, dana yang dikucurkan untuk pendidikan banyak dikorupsi, akhirnya anggaran tidak cukup, fasilitas sarana dan prasarana tidak memadai, bahkan gaji guru ala kadarnya. Koruptornya tidak dihukum dengan berat, akhirnya terulang lagi dan lagi. Negara juga kebingungan terkait anggaran, karena pendapatan utama negara dari pajak dan terbatas. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah diberikan kepada individu/swasta untuk mengelola. Kompeks kan!! Sudah anggaran sedikit, eh di korupsi lagi.
Tidak sedikit guru yang mengajar sekedar menggugurkan tanggung jawabnya. Guru dibombardir dengan berbagai tugas, laporan, dan lainnya, apalagi kalau guru tersebut membandingkan pekerjaan dengan gaji yang tak sepadan. Guru juga dihadapkan dengan murid berbagai karakter, guru harus sabar seluas lautan bukan setipis tisu dibagi dua.
Fokus orang tua untuk mendidik anak dirumah teralihkan dengan kesibukan kerja, pulang kerumah capek, jadi anak diberikan kebebasan. Individu yang bebas tersebut, tidak dapat pengawasan, gadget sudah ada di genggaman, akhirnya akses sana sini, padahal tontonan bisa jadi tuntunan. Wajar jika anak kasar, sulit diatur, bahkan membangkang.
Hal ini hanya terjadi ketika ideologi berasaskan manfaat semata/materi, bahkan aturan yang diterapkan bersumber dari manusia dengan keterbatasan yang nyata. Jadi bisa disimpulkan UU perlindungan guru tidak cukup untuk selesaikan masalah, logikanya tidak sejalan apabila hukum perlindungan guru diperketat, tapi masalah yang lainnya tidak diselesaikan. Karena masalahnya sistemik, perlu penyelesaian dari akar masalah.
Lalu, bagaimana Islam mengatur pendidikan dan memandang sosok guru, bahkan menyelesaikan persoalan sistemik ini?
Paling pertama adalah ideologi yang diterapkan harus diubah berasaskan Islam, aturan yang dibuat harus berdasarkan wahyu karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT Sang maha Pengatur. Seluruh aspek bernegara akan diatur berdasarkan hukum Syara', tidak ada kecatatan didalamnya karena bersumber dari Allah SWT. Seluruh elemen baik individu, masyarakat, dan negara menerapkan hukum Allah dengan penuh keimanan dan ketakwaan. Islam sudah terbukti mampu membuat negara gemilang dari seluruh sektor, 13 abad lamanya semenjak negara Islam pertama yang dibangun Rasulullah di Madinah.
Pendidikan dalam Islam sangat penting, bahkan diwajibkan. Kurikulum yang diterapkan berdasarkan kurikulum pendidikan Islam. Wadah pendidikan (sekolah), fasilitas, sarana dan prasarana dioptimalkan, anggaran yang digunakan berasal dari baitul mal. Kita pasti bertanya-tanya dimana anggaran dana berasal? Jawabannya Islam menekankan bahwa seluruh SDM yang merupakan hak kepemilikan umum dikelola oleh negara, hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik, termasuk pendidikan. Makanya jangan heran biaya pendidikan dengan fasilitas lengkap diberikan negara secara gratis kepada seluruh warga negara. Guru digaji dengan nominal yang tidak sedikit, hal ini sebagai bentuk apresiasi negara akan peran guru yang sangat besar dalam mencerdaskan generasi.
Sebagai gambaran, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas 1,3 juta rupiah, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 82.875.000. Gaji fantastis bukan? Sistem guru honor juga tidak digunakan, karena setiap guru bekerja. Beda banget kan dengan sistem saat ini, gaji honor dibawa becanda, satu bulan hanya 300 ribu, itupun dibayar per triwulan. Haduh apa tidak menangis jadi sosok guru di era sekuler kapitalis.
Selain itu, anak sedari kecil dididik orang tua dengan parenting Islam, sehingga ketika memasuki dunia sekolah mereka sudah paham akan tugas dan kewajibannya, termasuk adab kepada guru. Ibu fokus oada kewajiban utamanya sebagai madrasah utama untuk anak-anak nya. Ayah paham kewajibannya dalam mencari nafkah.
Tak kalah penting, Guru yang beraqidah Islam akan paham mengajar adalah pekerjaan paling mulia dengan pahala besar, guru dengan penuh semangat dan keikhlasan akan mendidik, mengawasi, dan mendisiplinkan murid/anak selama di sekolah.
Seluruhnya diperhatikan oleh sosok pemimpin Islam bernama Khalifah, Khalifah memiliki tanggungjawab dalam mengurus urusan umat.
Kalau masalah nya sistemik, penyelesaian nya juga harus sistemik. Kalau ideologi sekuler jadi akar masalah, solusinya hanya ideologi Islam yahg berasal dari Allah SWT.
Islam harus kembali tegak untuk mengatur seluruh lini kehidupan, dan jalannya hanyalah dengan melanjutkan kembali kehidupan Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah dalam persatuan umat yang dipimpin oleh seorang Khalifah untuk menjalankan Al-Qur'an dan Sunnah.
Wallahu'alam bissawab
Komentar
Posting Komentar