Kriminalisasi Guru
Oleh 》》 Wiwik Afrah (Aktivis Muslimah)
Guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani dilaporkan orangtua murid atas tuduhan penganiayaan pada April 2024. Berdasarkan keterangan orang tua murid yang merupakan anggota polisi, Aipa Dibowo, laporan ini diajukan setelah dia melihat ada luka memar di paha anaknya. Kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.
Namun, proses hukum kasus ini menuai kontroversi, mulai dari dugaan pelanggaran kode etik, hingga adanya isu permintaan uang damai Rp 50 juta yang diminta orangtua murid. Hingga kini kasus tersebut masih berjalan, Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyebut bahwa prosedur hukum yang dijalankan mengandung pelanggaran etik, karena pelapor dan penyidik berasal dari kantor yang sama, yaitu Polsek Baito.
“Perlu diketahui bahwa guru tidak dapat dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa. Tindakan pendisiplinan tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan diskriminasi dan penganiayaan dikarenakan seluruh siswa diperlakukan sama,” ujarnya kepada MNews, Ahad (4-11-2024),kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Siswa diperlakukan sama, jelasnya, yaitu dilakukan tindakan pendisiplinan apabila melanggar peraturan sekolah, tata tertib sekolah, dan kode etik sekolah. “Diskriminasi adalah suatu perbuatan, praktik atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tidak adil atas dasar karakteristik dari seseorang atau kelompok itu,” paparnya.
Oleh karena itu, tegasnya, sangat penting pihak sekolah membuat ketentuan yang bersifat jelas, bersih, dan berlaku bagi seluruh siswa agar tidak dapat dikategorikan tindakan diskriminasi. “Sekolah sepatutnya membuat peraturan, tata tertib, dan kode etik sekolah yang diketahui dan disepakati oleh guru, siswa, dan orang tua,” pintanya.
Guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalah artikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru dan masyarakat serta negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Akibatnya muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan peran guru khusunya dalam menasihati siswa
Islam memuliakan guru, dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baikNegara memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya
Wallahu ‘alam bisshowab
Komentar
Posting Komentar