Kenaikan gaji guru, benarkah mensejahterakan guru?


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh : Fitriani, S. Pd.

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada hari guru nasional kamis 28 November lalu. Kabar “Kenaikan gaji guru” ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh Utara, Provinsi Aceh, Qusthalani mengungkapkan "Sebenarnya kenaikan gaji itu hanya Rp 500.000 untuk guru non-ASN Karena sekarang gaji guru non-ASN yang lulus PPG sebesar Rp 1,5 juta. Tahun 2025 menjadi Rp 2 juta," (kompas.com, 19/12/2024).

Terkait kenaikan gaji guru masih sangat pro kontra pasalnya tidak semua guru  mendapatkan kenaikan gaji tapi masih ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi seorang guru. misalnya guru harus punya SK Inpassing, guru di sekolah swasta yang belum termasuk, golongan pangkat tertentu          dan      lain-lain.

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkesan menunjukkan ketidak seriusan dalam menjamin kesejahteraan guru. kenaikan gaji guru ini jelas tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi para guru. Pasalnya kesejahteraan rakyat tidak hanya berkaitan dengan besaran gaji yang diperolah tetapi juga sangat berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dalam kehidupan masyarakat.

Sementara dapat dipahami bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalisme banyak kebutuhan pokok rakyat yang membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. kenaikan harga bahan pokok dan kenaikan biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya sering terjadi dibandingkan dengan kenaikan gaji guru.

Faktanya masih banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan diluar jam mengajar untuk memenuhi kekurangan dari biaya hidup yang tinggi  bahkan tak sedikit dari mereka yang terjerat  pinjaman online (pinjol) hingga judi online (judol).

Data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) ditemukan fakta memprihatinkan bahwa 89 persen guru merasa pendapatannya tidak mencukupi 79 persen memiliki utang dan 58 persen bekerja sampingan kasus guru terlibat judi online juga sangat sering kita dapatkan di media sosial.

Guru di sistem kapitalisme dipandang tak ubahnya faktor produksi yang tenaganya digunakan untuk menyiapkan generasi yang siap terjun ke dunia kerja atau industri semakin banyak generasi yang memiliki kemampuan bekerja semakin besar pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi inilah yang terus dikejar oleh sistem ekonomi kapitalisme.

Pertumbuhan ekonomi ala kapitalis tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat individu  hal ini diperparah dengan lenyapnya peran negara sebagai pengurus. Negara dalam  sistem kapitalisme ini hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Implikasinya negara  melegalisasi keterlibatan pihak swasta dalam mengelolaan sumber daya alam, kesehatan hingga pendidikan.

Penguasa yang memiliki pemikiran sekuler menjadikan mereka jauh dari karakter Islam, sehingga tingkahlaku mereka tidak dilandasi oleh Islam menjadikan mereka mudah berbuat zalim, tidak adil hilang rasa prihatin dan peduli pada rakyatnya hingga tidak mengasihi dan mencintai rakyatnya. hal ini jelas membuktikan gagalnya sistem kapitalisme sekularisme memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat pada umumnya dan para guru khususnya.

Nasib guru tentu akan jauh berbeda di bawah penerapan sistem Islam. Islam sangat memperhatikan nasib guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas, generasi pembangun bangsa dan penjaga peradaban. Banyak dalil yang melebihkan kedudukan orang-orang berilmu dan para pemberi ilmu salah satunya sebagai berikut.

“…….Allah Niscaya akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat……” (Al-qur’an Surah al-mujadilah ayat 11).

kedudukan guru yang begitu mulia digambarkan oleh Allah menjadikan  kesejahteraannya tidak boleh diabaikan dan harus mendapat perhatian. Penguasa bertanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan terhadap setiap guru.

Penguasa dalam Islam diposisikan oleh syariat sebagai pengurus rakyat (raa’in) penguasa yang menjalankan tanggung jawab besar mewujudkan kesejahteraan rakyatnya termasuk guru. mereka wajib memiliki kepribadian Islam sehingga dalam mengambil dan memutuskan suatu kebijakan tidak mendzolimi rakyatnya.

Negara mewujudkan kesejahteraan semua guru tanpa terkecuali dan tanpa membedakan satu guru dengan guru lainnya dengan memberikan gaji yang layak. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab gaji guru sebesar 15 Dinar per bulan atau sekitar 95 juta selain kebijakan penggajian, penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai negara juga menjadikan kebutuhan-kebutuhan guru mudah dijangkau. Adapun kebutuhan pokok negara harus mengambil peran dengan menjaga kestabilan harga sehingga mudah untuk diakses  bagi seluruh rakyat seperti pangan, sandang dan papan.

Pelayanan pendidikan, kesehatan hingga keamanan disediakan negara secara gratis dengan jaminan kebutuhan dan penghidupan yang cukup agar para guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa harus memikirkan kebutuhan keluarga ataupun mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Penerapan syariat Islam dalam bingkai negara khilafah sungguh akan memuliakan guru  dan rakyatnya. sehingga guru mampu mencetak generasi unggul dan bertakwa sesuai kehendak sang pencipta.

Allahu A’lam Bissowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak