MARAKNYA KRIMINALISASI GURU BUKTI LEMAHNYA PERLINDUNGAN NEGARA

 



Oleh Jasmin, S.Ag (Aktivis Muslimah)

Di tengah ketidakpastian kesejahteraan guru dan pengajar, mereka kini harus menghadapi masalah kriminalisasi guru yang menerapkan disiplin dalam batas yang bisa dikatakan wajar sesuai norma dan aturan yang berlaku bagi muridnya, malah sering dituduh melakukan tindakan kriminal.

Sebut saja guru Maya di SMPN 1 Bantaeng yang dijebloskan ke penjara akibat menertibkan seorang murid yang baku siram dengan temannya dengan sisa air pel, tapi menimpa dirinya. Siswa tersebut dibawa ke ruang BK dan dicubit, oleh orang tua wali murid yang merupakan seorang anggota kepolisian, ia dilaporkan sehingga diproses di meja hijau. (Viva.com)

Maraknya tindakan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru ketika menjalankan tugas keprofesiannya ini mendorong PGRI untuk mengusulkan adanya UU perlindungan Guru. Ini dilakukan untuk mencegah kasus serupa terulang kembali. Unifah selaku ketua umum PGRI, mengatakan agar muruah (kehormatan) guru terjaga dengan hadirnya perlindungan terhadap guru dalam menjalankan tugas keprofesiannya.

  Seperti halnya yang kini dirasakan guru honorer Supriyani di Konawe Selatan. Ditetapkan sebagai tersangka usai dituduh menganiaya siswanya yang merupakan anak anggota kepolisian. Korban disebut mengalami luka lebam. Diharapkan dengan adanya UU nantinya tak cuma dapat melindungi guru, melainkan juga dapat melindungi para siswa. Dijelaskan juga agar tak ada lagi kasus kekerasan terhadap guru dan tenaga pendidik. 

Maraknya kasus serupa, menyebabkan para guru makin takut mendisiplinkan anak didiknya. Jika kondisi ini dibiarkan, akan berdampak pada munculnya fenomena “masa bodoh“ dari para pendidik. Jika sudah demikian, akan sangat berdampak terhadap output pendidikan. Namun yang pasti, betapa malang nasib pemberi ilmu hari ini. Sudahlah kesejahteraan tidak didapat, perlindungan hukum pun kian sirna.

 

Faktor Penyebab

Banyak faktor yang menyebabkan maraknya kriminalisasi guru, di antaranya UU perlindungan anak yang menjadikan para guru mudah dipidana. Sebabnya, beberapa upaya dalam mendidik anak sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak.

Yang tidak kalah pentingnya, adanya perbedaan yang berhubungan dengan definisi dan tujuan pendidikan antara orang tua, masyarakat, guru dan negara. Masing-masing pihak memiliki pandangan yang berbeda terhadap pendidikan anak sehingga sering menimbulkan pertentangan di antara mereka, termasuk langkah guru dalam mendidik siswanya. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan peran khususnya dalam menasehati para siswa.

Demikian juga dalam pola komunikasi yang kurang baik antara guru dan siswa, juga sekolah dan orang tua. Menyebabkan kesalahpahaman semakin tajam. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaanya dan menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada sekolah seringkali menyalahkan sekolah jika anaknya melakukan perbuatan yang tidak baik.

Begitu pula pihak sekolah, tuntutan akademik dan akreditas menjadikan pola ajar dan mengajar hanya fokus pada penilaian akademik dan kurang memprioritaskan aspek moral, apalagi nilai agama. Akibatnya rasa hormat siswa pada guru dan orang tua semakin luntur.

Pada level negara, UU yang yang ada tidak mampu melindungi guru. Bila bidang penetapan hukum dikuasai oleh mafia peradilan yang artinya hukum akan dibeli dengan uang dan kekuasaan, menyebabkan seorang guru lemah posisi tawarnya sehingga mudah dipidanakan oleh orang tua siswa yang memiliki harta dan kedudukan .

 

Sistem Sekuler Kapitalisme


Jika kita telisik lebih dalam, sebenarnya semua persoalan di atas lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sebabnya, pertama, negara sekuler niscaya melahirkan UU yang lemah. UU produk sekuler hanya menyandarkan pada hasil akal pikiran manusia yang tentu saja lemah dan terbatas. Sebagai contohnya UU Perlindungan Anak dan UU Guru, yang pada akhirnya seolah-olah saling menegasikan. Alih-alih melindungi anak dan guru, UU tersebut malah berpotensi saling menyerang balik.

Negara sekuler juga sangat meniscayakan lahirnya mafia peradilan sebab ketakwaan individu tidak tumbuh pada individu mayoritas pejabat. Inilah di antara hal yang bisa menyebabkan sulitnya memperoleh keadilan. Seorang guru yang posisi tawarnya lemah, akan mudah dipidanakan oleh orang tua siswa yang memiliki harta dan kedudukan, kendati UU-nya sudah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi guru.

Kedua, sistem sekuler menjadikan setiap individu jauh dari agama. Tidak sedikit dari para guru, siswa, dan orang tua siswa yang kesehariannya jauh dari agama sehingga tidak ada kontrol diri dalam mengendalikan emosi. Kasus Guru Zahraman misalnya, yang mengalami kebutaan akibat diketapel orang tua murid yang kesal anaknya dihukum. Inilah yang makin menyuburkan gesekan antara guru, siswa, dan orang tua siswa.

Ketiga, sistem kehidupan sekuler kapitalisme melahirkan individu yang matrealistis sehingga berampak pula pada tujuannya untuk mengenyam pendidikan. Banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan tujuan untuk mengubah nasib ekonomi keluarga. Dengan kata lain, pendidikan hanya disandarkan pada capaian materi. Tidak bisa dinafikan bahwa guru-guru hari ini dilahirkan dari sistem pendidikan sekuler kapitalisme yang sama-sama berorientasi pada materi.

Banyak guru yang mengajar sekadar untuk formalitas profesi yang membuatnya bergerak berdasarkan target materi tanpa peduli pada nasib generasi. Ketika pada gilirannya ada guru yang mencurahkan hidupnya untuk mengajar hingga dirinya tidak mempermasalahkan gaji rendah, malah dipandang sebelah mata sehingga mudah dipidanakan begitu saja.

Keempat, pola relasi antarmanusia dalam sistem sekuler hanyalah sebatas asas materi. Hilangnya rasa hormat seorang siswa kepada gurunya juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sekuler tersebut. Siswa bisa begitu lancang melaporkan gurunya karena merasa harta dan jabatan orang tuanya lebih tinggi dari gurunya.


Islam Memuliakan Guru


Guru adalah profesi mulia yang seharusnya dijaga muruahnya. Ia adalah sang pemilik ilmu sekaligus yang memberikan ilmu. Banyak dalil yang menggambarkan keutamaan beserta kedudukan guru di sisi Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang memahami agama, sejatinya akan menjaga adabnya terhadap seorang guru. Ia akan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Serta patuh terhadap nasehat sebab menyakini merupakan kebaikan bagi dirinya.

Demikian pula dengan orang tua siswa. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga adab kepada guru. Salah satu adab yang harus dilakukan anak didik beserta orang tuanya kepada guru adalah tidak mencari-cari kesalahan guru tersebut. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat [49]: 12).

Para guru dalam sistem kehidupan Islam akan berlomba-lomba menjadi orang-orang terbaik. Motivasi utama mereka dalam mengajar adalah mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).

Terkait peran negara, memuliakan profesi guru adalah dengan menjamin kesejahteraan guru dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Negara juga akan memberikan perlindungan hakiki kepada guru dan siswanya dengan cara menerapkan aturan Islam secara kaffah. Sebab penerapan Islam secara kaffah dengan sendirinya akan melindungi seluruh individu dari beragam profesi, termasuk guru.

  Perlindungan terhadap guru dan proses belajar mengajar yang optimal tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang mengurusi seluruh kebutuhan hidup manusia, tidak terkecuali kebutuhan pendidikan. Negara akan serius mengatur urusan pendidikan rakyatnya agar hak berpendidikan diberikan kepada seluruh rakyatnya secara merata dan berkualitas.


Sistem Pendidikan Islam

Perlindungan terhadap guru dan proses belajar mengajar yang optimal tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang mengurusi seluruh kebutuhan hidup manusia, tidak terkecuali kebutuhan pendidikan. Negara akan serius mengatur urusan pendidikan rakyatnya agar hak berpendidikan diberikan kepada seluruh rakyatnya secara merata dan berkualitas.

Negara harus memahamkan pada rakyatnya akan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam serta membekali siswa dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.

Dengan begitu, semua pihak akan bersinergi dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Islam. Tujuan ini menjadikan seorang guru optimal dalam mengajar karena ia meyakini bahwa siswa beserta orang tuanya telah mempercayakan amanah mengajar kepada sang guru. Dengan begitu, jangankan mengkriminalisasi guru, para orang tua justru akan mengapresiasi dan mendukung penuh konsep pengajaran guru kepada putra-putri mereka.

Tidak hanya guru, siswa, dan orang tua yang berusaha mewujudkan tujuan pendidikan, negara sebagai penanggung jawab urusan umat akan menjaga agar tujuan pendidikan Islam terwujud dengan baik. Hal ini salah satunya dengan menetapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi penyampaiannya seluruhnya disusun tanpa menyi

mpang sedikit pun dari asas akidah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak