Menguatnya Profil Penguasa Populis Otoriter Dibalik Drama Sesat PPN 12%
Oleh : Ummu Hayyan, S.P.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, memastikan paket kebijakan insentif dan stimulus tetap diberlakukan meskipun kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
Hal ini diungkapkannya untuk merespons Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, yang menginginkan adanya dukungan paket kebijakan insentif dan stimulus, termasuk kebijakan perpajakan untuk pengembangan sektor prioritas.
“Meskipun PPN-nya tidak jadi naik dan hanya naik untuk very selected item, paket stimulusnya tidak ditarik Pak Mahendra. Jadi dalam hal ini kami tetap memberikan tadi stimulus,” ungkap Sri Mulyani saat membuka Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2025, di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Lebih lanjut, Sri Mulyani, menuturkan adanya paket kebijakan insentif dan stimulus yang diberikan pemerintah, antara lain pajak penjualan rumah seharga Rp2 miliar akan ditanggung 100 persen oleh pemerintah, insentif PPN untuk kendaraan hybrid dan kendaraan listrik.
Kemudian pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun tidak perlu membayar PPh. Selain itu, Sri Mulyani juga menyebut insentif lainnya yakni diskon listrik 50 persen untuk pelanggan dibawah 2.200 VA.
Artinya, sudah hampir 94 persen seluruh pelanggan di Indonesia mendapatkan diskon, termasuk untuk para pekerja untuk gaji Rp10 juta pertama dibayar pemerintah pajaknya dalam jangka tertentu.
tirto.id.
Di atas kertas, kebijakan itu melegakan rakyat karena harga berbagai barang dan jasa tidak jadi naik bersamaan pada 2025. Namun, langkah itu juga menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam memutuskan kebijakan ekonomi yang menyangkut hajat hidup rakyat.
Akibatnya, yang terjadi saat ini adalah simpang siur informasi, kebingungan implementasi, dan kerumitan administrasi pajak yang bisa berakibat buruk pada iklim berusaha dan ekonomi negara.
Ironisnya, tujuan populis yang disasar juga berpotensi tidak tercapai. Akibat kebijakan yang berubah-ubah hingga tiga kali dalam satu bulan, diiringi narasi dan komunikasi pemerintah yang tidak efektif, harga-harga sudah telanjur naik karena adanya efek psikologis pengusaha untuk mengantisipasi kenaikan PPN.
Meski semestinya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai hanya berlaku untuk barang mewah, sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen. Kenaikan pungutan pajak itu terjadi atas sejumlah barang dan jasa yang sehari-hari cukup sering diakses masyarakat.
Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan lain sebagainya. kompas.id.
Dengan menyebutkan berbagai kebijakan insentif dan stimulus, pemerintah mengklaim program bantuan tersebut untuk meringankan hidup rakyat. Benarkah demikian?
Kapitalisme Melahirkan Pemimpin Populis Otoriter
Tampak sekali negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Sudah maklum diketahui, kenaikan pajak pasti akan membuat ekonomi rakyat tertekan. Bantuan-bantuan pemerintah hanya bersifat temporer yang sama sekali tidak menghilangkan beban masyarakat. Kebijakan ini menguatkan profil penguasa yang populis otoriter. Seperti inilah profil pemimpin dalam sistem kapitalisme.
Kapitalisme membuat negara menjadi pebisnis untuk rakyat. Konsep kepemimpinan ini menghasilkan penguasa krisis empati dan kasih sayang kepada rakyat. Mereka tega mengeluarkan kebijakan yang menambah penderitaan rakyat. Sistem kapitalisme telah nyata membuat masyarakat hidup dalam kesengsaraan dan jauh dari kata sejahtera.
Profil Penguasa Sejati
Realitas kehidupan seperti ini menuntut adanya sebuah perubahan atas profil penguasa yang Shalih sebagai pemimpin. Tentu saja bukan pemimpin yang dicitrakan baik dan mengurus rakyat layaknya sistem kapitalisme hari ini. Profil penguasa yang shalih akan mampu mengemban amanah sebagai _raa'in_ atau pengurus rakyat seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW :
"Imam adalah raa'in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya"
(H.R. Bukhari)
Sehingga kepemimpinan akan membawa kerahmatan dan kebaikan untuk rakyatnya. Seorang pemimpin harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan rakyat agar menjadi sosok pemimpin yang shalih. Tanggung jawab penguasa yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib dipenuhi dalam diri seorang penguasa ialah dia harus memiliki kekuatan, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. Maksud dari kekuatan yang harus dimiliki penguasa adalah kekuatan kepribadian Islam atau _syakhshiyyah islamiyah_ yakni _aqliyyah_ (pola pikir) dan _nafsiyyah_ (pola sikap) yang dipengaruhi oleh Islam. Kekuatan ini akan melahirkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan akal yang mumpuni. Juga sikap kejiwaan yang tinggi yaitu sabar, tidak emosional ataupun tergesa-gesa dalam membuat kebijakan.
Dengan demikian, ketika ia membuat kebijakan akan fokus pada kemaslahatan yang mampu menyejahterakan rakyat. Sikap yang juga harus dimiliki seorang penguasa adalah ketakwaan. Kekuatan kepribadian Islam yang dibalut dengan ketakwaan membuat pemimpin selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya.
Penguasa seperti ini cenderung untuk taat pada aturan Allah ta'ala semisal terkait pajak. Pemimpin dalam Islam akan mengikuti aturan Islam. Pemimpin hanya diperbolehkan memungut _dhoribah_ pada kondisi tertentu yang sifatnya temporer sebagaimana yang ditentukan syariat.
Kesadaran seorang pemimpin dalam melayani rakyat atas dasar dorongan keimanan membuat penguasa akan bersikap lembut terhadap rakyatnya. Dia tidak akan bersikap antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita sebagaimana pemimpin kapitalisme hari ini. Apalagi syariat Islam mewajibkan penguasa hanya menerapkan aturan Islam saja. Allah SWT mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah dan berhukum selain hukum Allah dengan sebutan sebagai orang-orang kafir (QS. Al-maidah : 44), sebagai orang-orang fasik (QS. Al-maidah : 45) dan sebagai orang-orang zalim (QS. Al-maidah : 47).
Dengan profil pemimpin seperti ini dia akan dicintai rakyatnya dan dia pun mencintai rakyat.
Beginilah sosok pemimpin yang lahir dalam sistem Islam. Bukankah pemimpin seperti ini yang diinginkan oleh rakyat?
Wallaahu a'lam bish shawwab
Komentar
Posting Komentar