Penyebab Badai PHK
Oleh. Neli Cahaya
Polemik badai PHK menjadi isu paling menonjol sepanjang 2024. Publik selalu disuguhi dengan besarnya angka PHK di sejumlah industri padat karya. Dan diprediksi siklus badai PHK akan berlanjut di tahun 2025.
Dilansir dari detiksultra.com (31-12-2024), kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang tahun 2024 sebanyak 1.127 Karyawan. Data ini bersumber dari Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnakertrans) Sulawesi Tenggara (Sultra). Dengan ini Sultra masuk dalam 10 besar sebagai provinsi dengan jumlah PHK terbesar se-Indonesia.
Penyebab Badai PHK
Menanggapi tingginya angka PHK tersebut, Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menjelaskan bahwa salah satu sebab meningkatnya PHK adalah karena regulasi PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 35 tahun 2021. PP ini mengatur tentang PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta pemutusan hubungan kerja.
Melalui PP tersebut, perusahaan/pengusaha dibenarkan melakukan PHK dengan 26 alasan yang tercantum dalam pasal 36 PP nomor 35 tahun 2021. Salah satu alasan dari 26 alasan itu adalah perusahaan dapat mem-PHK dengan alasan efisiensi. (kumparan.com, 28-12-2024)
Timboel menilai, efisiensi perusahaan menjadi momen bagi pengusaha untuk mem-PHK pekerja-pekerja lama yang memiliki gaji lebih tinggi. Kemudian diganti dengan pekerja baru yang punya gaji lebih rendah.
Kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) sebesar 6,5%, merupakan kebijakan pemerintah lainnya yang menjadi penyebab badai PHK. Sehingga demi menyehatkan industri, banyak perusahaan yang harus meminimalisir faktor produksi. Kebijakan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% juga menimbulkan efek menjerit pada peningkatan biaya produksi. Walhasil, melakukan PHK pun menjadi pilihan bagi banyak perusahaan.
Selain itu dalam sistem kapitalisme, para pekerja/buruh dianggap sebagai komponen produksi yang harus diminimalkan pengeluarannya guna mengurangi biaya produksi. Bertujuan agar keuntungan yang lebih besar yang ingin diraih oleh perusahaan.
Dalam sistem ini, kebebasan penuh dimiliki oleh perusahaan untuk mengelola tenaga kerja, menetapkan kebijakan perekrutan, serta menentukan PHK berdasarkan keuntungan dan kebutuhan bisnis, bukan berdasarkan jaminan kesejahteraan para pekerja.
Ketenagakerjaan dalam Islam
Upaya meningkatkan kesejahteraan hidup dan "Upaya Pemenuhan Kebutuhan Hidup" adalah akar masalah ketenagakerjaan saat ini. Pemenuhan kebutuhan pokok terkait kebutuhan terhadap barang (seperti pangan, sandang, dan papan) ataupun jasa (seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan).
Maka dari itu, agar persoalan ketenagakerjaan dapat terselesaikan dengan baik, masalah pemenuhan kebutuhan masyarakat juga harusnya menjadi fokus perhatian. Selain itu, perlu dilakukan penyelesaian pada berbagai masalah ketenagakerjaan dengan tetap mencari solusi yang kedua pihak mendapatkan keuntungan. Baik pekerja maupun pengusaha tidak ada yang terzalimi.
Masalah yang muncul dalam isu ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi dua persoalan utama. Permasalahan ketenagakerjaan yang terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan serta masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan masalah kontrak kerja pengusaha dan pekerja.
Pertama: Masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan masalah pemenuhaan kebutuhan. Seperti ketersediaan lapangan kerja, lemahnya SDM, pengangguran, masalah buruh/pekerja wanita, tuntutan kenaikan upah, tuntutan tunjangan sosial, serta masalah pekerja di bawah umur.
Kedua: masalah kontrak kerja antara pekerja dan pengusaha ini mencakup persoalan pemutusan hubungan kerja, penyelesaian sengketa perburuhan, dan lain sebagainya.
Persoalan pertama erat kaitannya dengan tanggung jawab dan fungsi negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Penyelesaian persoalan ini haruslah diselesaikan melalui kebijakan negara, tidak menyerahkan penyelesaiannya kepada pengusaha dan pekerja semata.
Sedangkan Persoalan kedua dapat diselesaikan sendiri oleh pekerja dan pengusaha. Fungsi pemerintah hanya mengawasi dan menjadi penengah apabila terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan oleh pengusaha dan pekerja.
Solusi Tuntas dan Sistematis
Islam dengan sistem ekonominya adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan semua permasalahan di atas. Islam menerapkan larangan SDA untuk dikelola swasta apalagi dikelola Asing. Akan tetapi, negara harus mengelola sendiri SDA yang ada dalam negeri, sehingga dapat membuka banyak lapangan kerja bagi rakyat dan menekan terjadinya PHK.
Pemberlakuan akad yang jelas antara pekerja dan pengusaha juga akan diterapkan dalam sistem Islam. Tidak boleh ada yang terzalimi di salah satu pihak. Bahkan seseorang akan ditunjuk untuk bertugas menentukan besaran gaji sesuai pekerjaannya.
Dalam kitab Nidham Al Iqtishadi karya Syekh Taqiyudin an-Nabhani, dijelaskan bahwa pemberian upah pekerja tidak boleh diserahkan kepada penguasa, pengusaha, pekerja atau keumuman masyarakat, melainkan ditentukan oleh ahlinya, yaitu orang yang memiliki keahlian dalam menentukan upah.
Dalam Islam juga kekayaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kekayaan negara, kekayaan pribadi, dan kekayaan umum. Rakyat akan diberikan kebebasan untuk mengelola hartanya namun dengan cara yang halal. Sedangkan kekayaan negara diambil dari jizyah, fa'i, kharaj, ghanimah, harta yang terbengkalai, dan lain sebagainya yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara. Selanjutnya, kekayaan umum bersumber dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat (pendidikan, kesehatan, sarana umum dan lainnya). Tentu saja sumber daya alam (SDA) ini dikelola oleh negara.
Apabila hal diatas dapat terlaksana dengan sempurna, maka masyarakat akan aman dari masalah PHK. Bahkan bisa jadi, masyarakat yang awalnya menerima zakat, lama kelamaan tidak akan menerimanya lagi karena sudah merasa cukup. Sebagaimana yang terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dimana pada masa pemerintahan beliau tidak ada seorang pun yang layak mendapatkan zakat sebab semua kebutuhan mereka telah terpenuhi dan tidak kekurangan. Dan nilah salah satu bukti kesuksesan penerapan sistem Islam. Wallahu a'alam bissawab.
Komentar
Posting Komentar