HUJAN MEMBAWA BERKAH BUKAN MUSIBAH
Oleh : Tri Siswoyo/aktivis Dakwah
Hujan yang begitu dirindukan oleh kita umat manusia terlebih jika musim kemarau melanda negeri. Mata air mengering, sawah ladang juga membutuhkan siraman air tetapi begitu musim hujan tiba ada rasa gembira dan merasa khawatir karena wilayahnya akan terkena banjir.
Selama beberapa pekan ini wilayah Kaltim khususnya Samarinda yaitu wilayah kelurahan Lempake, Pangeran Antasari, Bengkuring Sempaja kemudian wilayah Pampang sudah seperti lautan yang harus memakai alat transportasi perahu karet.
Hujan seharusnya menjadi berkah bukan musibah. Tidak ada yang perlu disalahkan ketika musim penghujan tiba, perlu kita cermati adalah kurangnya serapan air akibat penggerusan lahan serta pengelolaan SDA yang salah.
Akibat keserakahan manusia dalam eksploitasi sumber daya alam tanpa bisa dikendalikan menyebabkan kerusakan alam dan mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah longsor. Masyarakat terdampak, inilah akibat diterapkanya sistem kapitalisme yang hanya perduli pada manfaat ekonomi semata tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan. Demi keuntungan mereka rela mengorbankan lingkungan dan manusia.
Banjir perlu penanganan daripada mengobati, hulu ke hilir sampai akarnya karena penyebab banjir bukan sekedar faktor alam saja tetapi karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab yaitu adanya pelanggaran syariat karena kehidupan tidak diatur syariat yang sudah ditetapkan oleh sang pencipta Allah SWT dengan benar.
Penerapan Islam secara Kafah akan membawa berkah.
Allah telah berfirman, “Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan hitu berbagai macam buah-buahan.”(QS Al-A’raf [7]: 57).
Juga dalam ayat berikut:
“Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.”(QS Al-Mukminun [23]: 18).
Serta ayat berikut lain nya “Dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan.” (QS Al-Qamar [54]: 12).
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum [30]: 41).
Hujan adalah rahmat. Sedemikian teliti Allah menggambarkan proses terjadinya hujan. Kita pun dianjurkan membaca doa, “Allahumma shayyiban naafi’aa” saat turun hujan agar menjadi hujan yang bermanfaat.
Ketika terjadi kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, hujan yang semestinya menjadi rahmat bagi seluruh makhluk hidup justru berubah menjadi bencana, na’udżu bilah Summa na'udzubilah
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Banyaknya pembangunan di dalam sejarah peradaban Islam justru telah terbukti nyata berfungsi untuk urusan umat. Bangunan-bangunan peninggalan peradaban Islam itu bahkan masih banyak yang berfungsi baik hingga era modern ini, padahal usianya sudah ratusan tahun.
Pembangunan dalam Islam juga mengandung visi ibadah, yaitu bahwa pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan kepada Allah Taala. Untuk itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terzhaliminya hamba Allah, maka pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.
Semua itu akan terwujud ketika motivasi pembangunan dilakukan sebagai bagian dari penerapan syariat Islam secara kaffah sehingga akan membuahkan keberkahan bagi masyarakat. Allah telah berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakannya (ayat-ayat Allah)".
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar