Danatara dan Ambisi 8 Persen
Oleh Isna Purnama, S.Pd
(Pemerhati Masalah Politik dan Sosial)
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono berharap pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dapat menjadi salah satu sektor pembangunan yang terciprat manfaat dari pengoperasian BPI Danantara. Basuki menjelaskan, dukungan pembiayaan itu diperlukan guna mendukung kelanjutan pembangunan infrastruktur IKN. “Saya harapkan, saya dicuilkan sedikit [hasil investasinya] untuk IKN. Mudah-mudahan IKN juga kecipratan dari program Danantara. Itu harapannya,” tegasnya saat ditemui di Kantor Kementerian PU, Senin (24/2/2025). Dengan demikian, Basuki berharap hasil investasi Danantara tak hanya bakal difokuskan untuk mendukung pengembangan program dari sektor pangan, perumahan, hingga energi. Melainkan juga dirumuskan untuk dapat dikucurkan menyokong pembangunan mega proyek IKN (antaranews.com, 24/2/2025)
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara di Istana Merdeka, Senin (24/2/2025). Sebelumnya, lembaga super holding BUMN itu resmi diteken Prabowo melalui penandatanganan UU No.1/2025 tentang Perubahan ketiga atas UU No.19/2003 tentang BUMN dan Peraturan Pemerintah No.10/2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Danantara.
Selain itu, Prabowo juga meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) adalah badan pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Nama ”Daya Anagata Nusantara” diberikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. "Daya" berarti energi, "Anagata" berarti masa depan, dan "Nusantara" merujuk pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara keseluruhan mencerminkan kekuatan dan potensi masa depan Indonesia.
Harapan ke depannya, negara tidak lagi hanya bertumpu kepada APBN untuk menumbuhkan ekonomi sampai 8%, melainkan bisa dibantu kalau foreign direct investment lebih banyak masuk lewat proyek-proyek yang diinisiasi Danantara. Proyek-proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan lain-lain akan menjadi prioritas utama
Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) adalah lembaga baru yang merupakan bagian dari warisan pemikiran ekonom visioner sekaligus ayah dari Prabowo Subianto yakni Sumitro Djojohadikusumo pada akhir 1980-an.
Sumitro mengusulkan pengelolaan sebagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan investasi nasional. Menurut Sumitro, Danantara adalah investment trust yang juga berperan sebagai dana penjamin investasi atau guarantee fund. Dia bahkan membayangkan lembaga tersebut dapat membeli saham perusahaan swasta yang menguntungkan.
Ide Sumitro tersebut ditolak oleh Menteri Keuangan J.B Sumarlin pada 16 Desember 1996. Menurut J.B Sumarlin, Indonesia belum membutuhkan lembaga pengelola laba BUMN.
Danantara, yang akan menjadi sovereign wealth fund Indonesia itu, disebut akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp. 14.670 triliun (kurs Rp 16.300), dengan proyeksi dana awal mencapai 20 miliar dolar AS.
Modal awal Danantara yang sangat besar itu adalah uang yang berasal dari aset negara, dana tunai, serta saham milik pemerintah di perusahaan-perusahaan BUMN. Artinya, sumber dananya berasal dari kekayaan negara yang pada dasarnya adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Jika investasi Danantara gagal, yang terkena dampaknya bukanlah para petinggi atau pemegang kepentingan di dalamnya, tetapi negara dan masyarakat. Sebab, modal yang digunakan adalah uang negara, bukan uang pribadi mereka. Walaupun dalam aturan hukum disebutkan bahwa kerugian Danantara bukanlah kerugian negara secara langsung, kenyataannya, jika Danantara rugi, negara tetap akan kehilangan banyak aset dan pendapatan
Selain itu, keuntungan dari BUMN yang seharusnya masuk ke kas negara (APBN) untuk membiayai kebutuhan rakyat malah dialihkan ke Danantara. Jika Danantara gagal menghasilkan keuntungan, negara akan kehilangan sumber pendapatan ini, dan akhirnya rakyat juga yang merasakan dampaknya, misalnya dalam bentuk pengurangan subsidi, kenaikan pajak, atau penurunan kualitas layanan publik.
Jadi, meskipun terlihat seperti perusahaan investasi biasa, sebenarnya Danantara dibiayai oleh aset dan uang negara. Kalau untung, yang menikmati keuntungannya lebih dulu adalah para investor dan pengelola. Tapi kalau rugi, negara dan rakyatlah yang menanggung akibatnya.
Dalam Islam, konsep kepemilikan dan pengelolaan ekonomi diatur dengan prinsip yang jelas dan berkeadilan. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang membiarkan oligarki menguasai sumber daya, Islam menempatkan negara sebagai pengelola utama sumber daya publik dengan mekanisme yang adil dan transparan.
Islam membagi kepemilikan menjadi tiga kategori utama. Pertama, kepemilikan Individu. Seorang individu memiliki hak untuk mengembangkan aset pribadinya selama tidak merugikan orang lain. Kedua, sumber daya alam adalah kepemilikan umum yang menjadi milik seluruh rakyat dan tidak boleh dimonopoli oleh individu atau korporasi. Hal ini mencakup tambang, minyak, gas, air, dan hutan. Ketiga yang menjadi kepemilikan serta tanggung jawab negara adalah aset yang dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti pajak, zakat, dan pendapatan dari pengelolaan sumber daya tertentu.
Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam sistem ekonomi Islam, negara tidak bertindak sebagai fasilitator bagi kepentingan oligarki, melainkan sebagai pelayan rakyat (Ra’in) yang mengelola sumber daya dengan prinsip keadilan. Islam melarang privatisasi aset publik, sehingga kekayaan negara benar-benar digunakan untuk kemaslahatan rakyat, bukan sebagai alat investasi bagi segelintir elite.
Selain itu, sistem Islam menghapus pajak yang membebani rakyat kecil dan menggantinya dengan mekanisme yang lebih adil, seperti zakat dan hasil pengelolaan sumber daya alam yang disalurkan langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, negara tidak perlu bergantung pada modal asing atau investasi berisiko tinggi seperti yang dilakukan dalam konsep Danantara. Wallahu a'lam bisshawab
Komentar
Posting Komentar