Darurat Pelecehan Seksual di Dunia Pendidikan, Mengapa Terjadi?
Oleh : Ummu Hayyan, S.P.
Dunia pendidikan negeri ini kembali tercoreng. Terungkap, seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) di sebuah Sekolah Dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa tenggara Timur tega melakukan perbuatan keji mencabuli delapan pelajar yang menjadi anak didiknya. Aksi bejat guru olahraga ini diketahui telah berlangsung sejak korban berada di kelas 1 SD. Korban berjumlah 8 dengan usia 8 - 13 tahun. tirto.id.
Tak hanya di NTT, pada awal Maret 2025 lalu juga terungkap dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang guru di SMK PGRI 5 Jakarta Kalideres Jakarta Barat. Sebanyak 40 siswi mengaku menjadi korban tindakan tidak pantas oleh oknum guru berinisial O (62 tahun) yang menjabat sebagai Guru Bimbingan Konseling (BK). Kasus ini mencuat setelah para siswa melakukan aksi demonstrasi menuntut keadilan bagi para korban. www.radarkedirijawapos.com.
Guru adalah sosok yang seharusnya menjadi panutan, pembimbing dan pendidik bagi generasi muda. Keberadaannya di tengah masyarakat bukan hanya sekedar pengajar ilmu, tetapi juga pembentuk kepribadian mulia generasi. Namun, kenyataan pahit seringkali kita saksikan ketika sebagian guru justru melakukan tindakan keji, bahkan pelecehan seksual terhadap peserta didiknya. Berulangnya pelecehan seksual terhadap siswa ini menunjukkan bahwa masalah yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh kesalahan individu atau oknum semata, melainkan persoalan sistemik. Hal ini erat kaitannya dengan penerapan sistem yang diterapkan hari ini, yaitu sistem demokrasi sekuler yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan. Pemisahan agama dari kehidupan negara dan publik mengakibatkan pendidikan cenderung menekankan kebebasan individu dan hak asasi manusia. Alhasil, masyarakat yang terbentuk mengabaikan halal dan haram serta memperturutkan hawa nafsu dalam beraktivitas. Oleh karena itu, pelecehan seksual di dunia pendidikan yang sudah menjadi fenomena, menjadi alarm bagi masyarakat bahwa sistem demokrasi sekuler yang mengarahkan pembentukan kepribadian para pendidik dan masyarakat secara umum tidak layak diterapkan. Sistem ini juga menghasilkan media yang liberal. Tayangan-tayangan yang bebas, mengumbar aurat dan menjadikan hawa nafsu sebagai standar kebebasan telah meracuni pola pikir masyarakat, termasuk para pendidik. Ditambah lagi, dengan lingkungan pergaulan yang tidak terkontrol atau bebas dan sistem pendidikan yang sekuler di mana agama hanya menjadi pelengkap, bukan pondasi utama dalam pembentukan kepribadian. Akibatnya, individu yang dihasilkan tidak memiliki kesadaran yang kuat dalam menjaga kehormatan diri dan orang lain.
Sangat berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah di bawah bingkai Khilafah. Khilafah adalah institusi penerap syariat Islam kafah. Maka, dengan aturan syariat pula, Islam memiliki mekanisme yang memberikan solusi kasus kekerasan seksual, tak terkecuali di lingkungan sekolah. Ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat, dan penerapan sistem Islam yang dilakukan negara menjadi langkah konkrit untuk mengatasi pelecehan seksual yang hari ini tak kunjung usai.
Islam memiliki mekanisme baku yang bersumber dari Al-Qur'an dan as-sunah dalam mencegah pelecehan seksual. Diantaranya, penerapan sistem pendidikan Islam, sistem pergaulan Islam, sistem sanksi yang tegas dan media Islami yang akan menutup segala celah pelecehan seksual.
Mekanisme pertama, Khilafah menerapkan sistem pendidikan islam. Pendidikan Islam mencetak peserta didik termasuk pendidik memiliki kepribadian Islam, sehingga mereka akan selalu berpikir dan bersikap sesuai dengan standar Islam. Mereka tidak akan berani bermaksiat karena sebelum melakukan sudah terbayang betapa mengerikannya hari pertanggungjawaban nanti. Guru yang memiliki kepribadian Islam akan sibuk mencetak generasi bertakwa yang siap membangun peradaban Islam. Mereka mencetak ulama handal yang pada saat yang sama menguasai sains dan teknologi.
Mekanisme kedua, Khilafah menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik ranah sosial maupun privat. Islam memerintahkan menutup aurat atau segala sesuatu yang merangsang sensualitas, karena umumnya kejahatan seksual itu dipicu rangsangan dari luar yang bisa mempengaruhi naluri seksual. Islam pun membatasi interaksi laki-laki dan perempuan kecuali dalam beberapa aktivitas yang membutuhkan interaksi tersebut seperti pendidikan (sekolah), ekonomi (seperti pedagangan, pasar) dan kesehatan (rumah sakit, klinik dan lain-lain). interaksi ini pun dibatasi oleh syariat.
Mekanisme ketiga, Khilafah menerapkan sistem sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan seksual contohnya sanksi bagi pelaku tindak perkosaan (zina) yaitu dirajam atau dilempari batu hingga mati jika pelakunya muhshan (sudah menikah), dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhsan (belum menikah).
Mekanisme keempat, Khilafah membangun media islami yang mampu melindungi masyarakat dari pemikiran atau konten rusak dan merusak. Media hanya difungsikan sebagai sarana dakwah dan propaganda yang menunjukkan kemuliaan Islam dan mengedukasi umat dengan syariat Islam. Penerapan seluruh aturan Islam ini secara otomatis akan membentuk masyarakat islami yang sekaligus berperan sebagai sistem kontrol sosial melalui amar ma'ruf nahi mungkar. Masyarakat akan saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan juga menyelisihi segala bentuk kemaksiatan. Tentu semuanya dilakukan dengan cara yang baik. seluruh mekanisme Islam dalam mencegah kekerasan seksual di lingkungan sekolah maupun masyarakat ini akan dijalankan oleh khalifah di atas paradigma raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung).
Tidakkah kita merindukan hadirnya negara penerap syariat yang pernah dibangun oleh Rasulullah SAW dulu?
Wallaahu a'lam bish shawwab.
Komentar
Posting Komentar