Pendidikan, Butuh Perbahan Fundamental

Oleh : Wiwik Afrah, S.Pd (Aktivis Muslimah)

Pemerintah resmi meluncurkan program bantuan dana pendidikan bagi guru  yang belum menamatkan jenjang sarjana (S1) atau setara diploma 4 (D4) di Hari Pendidikan Nasional 2025. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyebut ada 12 ribu kuota yang tersedia. Guru non-Aparatur Sipil Negara (ASN)  atau guru honorer belum tersertifikasi akan mendapat bantuan dana transfer langsung atau cash transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp.300.000 per bulannya. Program bantuan itu sudah diluncurkan juga oleh Presiden Prabowo Subianto saat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di SDN Cimahpar 5, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/5/2025). Program berikutnya juga adalah Revitalisasi 10.440 sekolah dan digitalisasi pendidikan untuk membuat kelas cerdas.

Pemerhati kebijakan pendidikan Noor Afeefa menuturkan, program yang dicanangkan Presiden tampaknya menjanjikan perubahan cepat bagi dunia pendidikan, khususnya menyangkut kesejahteraan guru hingga peningkatan sarana prasarana pendidikan. “Namun, bangsa ini butuh perubahan fundamental, bukan artifisial,” ungkapnya kepada MNews, Senin (5-5-2025). Apalagi, jelasnya, jika ditelisik lebih dalam, program tersebut sebenarnya justru menunjukkan sisi kelam dunia pendidikan selama ini akibat cengkeraman kapitalisme. “Program tersebut lahir dari keprihatinan yang amat parah terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Jumlah bangunan sekolah yang akan direvitalisasi ternyata baru sebagian kecil dari jumlah total sekolah negeri yang berjumlah lebih dari 200 ribuan. Akan butuh puluhan tahun untuk memperbaiki semua sekolah,” urainya. Begitu pula, sambungnya, sarana penunjang seperti program digitalisasi pendidikan yang seharusnya sudah dimulai sejak era kemudahan teknologi ini, ada secara global beberapa tahun silam. “Namun, ternyata baru saat ini dilakukan., sementara dunia pendidikan sudah sedemikan jauh dari target dan tujuan mulianya,” ujarnya.

Menurutnya, Ini sangat ironi di tengah kekayaan alam Indonesia yang melimpah dan kapitalisme telah membuat negara tidak berdaya membangun dan mengelola pendidikan bagi rakyat. “Sayangnya, hal ini tidak dibaca sebagai penyebab utama berbagai problem pendidikan selama ini,” ucapnya. Ia memprediksi, program tersebut akan terkendala di tengah jalan sebab yang terjadi hanyalah langkah pragmatis yang pada umumnya hanya berlangsung sesaat dan tidak sesuai harapan. “Revitalisasi sekolah dan digitalisasi pendidikan pastilah membutuhkan dana besar dan tata kelolanya yang benar. Dan hal ini tidak dapat dilakukan dengan baik dalam sistem rusak terebut (kapitalisme),” bebernya. Untuk itu, ia menekankan, yang dibutuhkan adalah perubahan fundamental (sistemis) dengan mengganti sistem rusak tersebut dengan sistem Islam. “Di samping itu, meskipun program digitalisasi pendidikan tampak sebagai terobosan baru yang mendukung pembelajaran. Namun sejatinya, yang lebih dibutuhkan sebenarnya adalah kurikulum sahih yang menentukan arah pendidikan hari ini,” ucapnya. Dalam pandangannya, akan menjadi tidak ada artinya ketika proses pembelajaran berlangsung baik, tetapi konten, arah, serta terget pendidikan ternyata jauh menyimpang akibat kurikulumnya mengadopsi kapitalisme.

“Pendidikan ala kapitalisme lebih berfokus pada capaian materi dan penguasaan ilmu, sains, dan teknologi, tetapi tidak serius menggarap mental dan kepribadian sahih. Tentu sangat disayangkan jika program digitalisasi ini tidak dibingkai dengan sistem pendidikan sahih (Islam). Dengan kata lain, program ini hanya akan makin menguatkan arah pendidikan yang kapitalistik,” ungkapnya. Kemudian, ia mengulas program bantuan bagi guru. “Meski dibutuhkan, tetapi belum menyentuh bagian krusial yang sangat diperlukan, yakni peningkatan kualitas kepribadian guru,” tuturnya. Selanjutnya, ia menegaskan, di samping harus sejahtera dan profesional, guru juga harus memiliki kompetensi kepribadian sahih (islami). “Padahal, ini menjadi modal yang sangat penting dalam mendidik menuju diwujudkannya insan yang bekepribadian islami pula. Sayangnya, ini belum menjadi perhatian pemerintah. Lagi-lagi, ini karena pendidikannya ala kapitalisme, tidak berasas Islam,” urainya Jika demikian, katanya, pantaslah dikatakan bahwa perubahan yang akan dihasilkan dari berbagai program tersebut hanya semu belaka.

“Belum pada perubahan hakiki yang diharapkan. Ini tidak sesuai dengan tema besar peringatan Hardiknas tahun ini, yakni mewujudkan pendidikan bermutu bagi semua. Sebabnya. yang dihasilkan bukanlah pendidikan bermutu secara hakiki. Bahkan, melanggengkan pendidikan kapitalistik,” imbuhnya. Jadi, ia menegaskan, bangsa ini sebenarnya membutuhkan perubahan fundamental pendidikan, yakni berupa berlakunya sistem pendidikan yang dikelola negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah .

Wallahu ‘alam bisshowab


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak