Fasektomi: Solusi Semu Atasi Kemiskinan
Oleh : Yuli Atmonegoro
Belakangan ini, isu fasektomi kembali mencuat setelah didorong kuat oleh KDM (Koalisi untuk Dunia Maju) sebagai salah satu program pengendalian populasi. Fasektomi atau vasektomi adalah metode kontrasepsi permanen bagi laki-laki dengan cara memotong saluran sperma agar tidak terjadi pembuahan. Program ini diklaim sebagai solusi untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup keluarga dengan jumlah anak yang "ideal". Namun, jika ditelaah secara mendalam, pendekatan ini justru bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai Islam.
Perspektif Syariat Islam
1. Anak Adalah Rezeki, Bukan Beban
Dalam Islam, anak adalah karunia dan rezeki dari Allah, bukan beban yang harus dikurangi apalagi dihindari. Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu..."
(QS. Al-Isra: 31)
Islam menolak keras ide pembatasan keturunan atas dasar ekonomi, karena hal itu menunjukkan ketidakpercayaan terhadap jaminan rezeki dari Allah. Pengaturan keluarga dalam Islam bukan dengan membatasi jumlah anak, tetapi dengan penataan sistem ekonomi yang adil dan pemerataan kesejahteraan.
2. Fasektomi Merusak Fitrah dan Menyalahi Tujuan Pernikahan
Pernikahan dalam Islam memiliki tujuan yang jelas: melestarikan keturunan (nasl), membangun keluarga sakinah, dan memperbanyak umat. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Nikahilah wanita yang subur dan penyayang, karena aku akan berbangga dengan jumlah kalian di hadapan umat lain pada hari kiamat."
(HR. Abu Dawud)
Vasektomi secara permanen menghentikan keturunan, dan itu bertentangan dengan prinsip maqashid syariah dalam menjaga nasl. Islam dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa solusi Islam terhadap kemiskinan bukan dengan memandulkan manusia, tapi dengan menerapkan sistem ekonomi Islam secara total (Kaffah)
3. Kebijakan Fasektomi: Solusi Kapitalistik yang Keliru
Kebijakan pengendalian penduduk melalui fasektomi sejatinya adalah warisan ideologi kapitalisme yang menilai manusia dari sudut ekonomi semata. Kapitalisme menimbang nilai hidup berdasarkan produktivitas dan biaya, bukan nilai spiritual atau peran sosial.
Dalam pandangan Islam, kemiskinan bukan karena banyaknya penduduk, tapi karena distribusi kekayaan yang tidak adil, praktik riba, monopoli, dan hilangnya peran negara sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat: pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Menolak Mandul, Menyambut Karunia
Di tengah wacana bahwa banyak anak berarti beban, banyak orang tua membuktikan sebaliknya.
Sebutlah Pak Hadi, seorang buruh tani di desa Wonosari. Dengan penghasilan yang tak menentu, ia tetap bersikeras menyekolahkan keempat anaknya. Hasilnya? Dua anaknya kini menjadi guru, satu perawat, dan yang bungsu sedang menyelesaikan S1 Teknik Sipil. Ketika ditanya resepnya, ia hanya menjawab:
“Saya hanya percaya bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya. Anak-anak saya itu amanah, bukan beban.”
Begitu pula Bu Sri, seorang janda penjual gorengan yang memiliki lima anak. Ia tak pernah berpikir untuk steril atau menyerah pada keadaan. Dengan usaha kecil-kecilan, ia mampu mengantarkan dua anaknya menjadi sarjana. Dalam kesederhanaannya, ia tak pernah merasa miskin, karena keyakinan dan perjuangan membuatnya merasa cukup.
Islam Punya Solusi, Bukan Ilusi
Fasektomi bukan solusi, melainkan pengaburan akar masalah. Islam menolak pendekatan represif terhadap hak asasi manusia, terlebih jika itu dilakukan atas dasar ketakutan ekonomi. Justru, Islam kaffah menawarkan solusi nyata dan adil: sistem ekonomi berbasis syariah, distribusi kekayaan yang merata, serta peran negara yang bertanggung jawab.
KDM dan pihak-pihak pendukung fasektomi seharusnya berhenti memandang manusia sebagai beban, dan mulai melihat potensi umat jika dibina dengan keimanan, pendidikan, dan sistem yang benar. Anak-anak adalah masa depan umat. Jangan dimandulkan, tapi dibimbing.
Wallahu a'laam bishshowaab
Komentar
Posting Komentar