Korupsi di Indonesia: Lahan Basah Bagi Para Perampok Negara

 


Oleh : Yuli Atmonegoro 

( Aktivis Dakwah Serdang Bedagai )


Korupsi di Indonesia ibarat penyakit kronis yang tak kunjung sembuh. Meski silih berganti rezim berkuasa, meski lembaga-lembaga antikorupsi dibentuk, tetap saja kasus-kasus korupsi muncul tanpa henti, bahkan semakin canggih dan masif. Negeri ini seperti ladang subur bagi para perampok uang rakyat.


Mengapa korupsi begitu mudah terjadi dan seolah tak bisa diberantas tuntas?


Pertama, sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menumbuhkan mental rakus dan tamak di tengah para pejabat dan penguasa. Kapitalisme menjadikan materi sebagai ukuran kesuksesan dan kebahagiaan, sehingga siapa pun berlomba-lomba mengejar kekayaan dengan segala cara, termasuk korupsi.


Kedua, sistem politik demokrasi yang diterapkan hanya menjadi panggung transaksi kekuasaan. Politik dijalankan atas asas untung-rugi, sehingga para politisi tidak segan mengeluarkan biaya besar untuk membeli suara rakyat, yang kemudian dikembalikan melalui praktik korupsi ketika berkuasa. Demokrasi membuka pintu lebar bagi politik uang, dan ini menjadi akar subur tumbuhnya korupsi.


Ketiga, penegakan hukum di Indonesia sangat rapuh, karena aparat penegak hukumnya pun tidak luput dari praktek suap dan kolusi. Kasus-kasus besar bisa dikubur, para koruptor bisa “membeli” keadilan dengan membayar jaksa atau hakim, bahkan bisa tetap hidup mewah meski di penjara.


Keempat, lemahnya nilai keimanan dan ketakwaan yang ditanamkan kepada para pejabat dan rakyat. Karena pendidikan sekuler memisahkan agama dari kehidupan, maka standar halal-haram tidak lagi dijadikan ukuran berperilaku.


Maka selama negeri ini tetap bercokol pada sistem kapitalisme-sekuler, mustahil korupsi akan hilang. Bahkan pergantian pemimpin sekalipun tidak akan mampu memberantas korupsi secara mendasar, karena sumber penyakitnya bukan hanya individu, tetapi sistem rusak yang menopang perilaku koruptif itu sendiri.


Islam memiliki solusi mendasar. Islam mewajibkan pemimpin untuk takut kepada Allah SWT, menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur, serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah, dan pelakunya akan dijatuhi hukuman tegas agar menimbulkan efek jera. Pengawasan masyarakat (hisbah) berjalan aktif, dan pemimpin adalah pengurus rakyat, bukan perampok kekayaan mereka.


Inilah sebabnya Islam  menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dengan pergantian orang, tetapi harus melalui pergantian sistem, yakni menegakkan kembali syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. Hanya dengan cara inilah negeri ini terbebas dari para perampok berseragam penguasa yang selama ini menjadikan rakyat sebagai korban kerakusan mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak