Sekat Nasionalisme Menjadi Sebab Perbedaan Idul Adha 1446 H/2025
Oleh : Sri Idayani
Aktivis Dakwah
Perayaan Idul Adha 1446 Hijriah di Indonesia kemungkinan akan mengalami perbedaan metode penentuan awal bulan Dzulhijjah antara hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal). Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis garis tanggal, saat matahari terbenam (magrib) pada 27 Mei 2025, posisi bulan yang digunakan oleh negara-negara anggota MABIMS (Majelis Ulama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura), khususnya di wilayah Aceh. Oleh karena itu, menurut metode hisab, 1 Dzulhijjah 1446 H akan dimulai pada 28 Mei 2025. Dengan perhitungan tersebut, Hari Raya Idul Adha diperkirakan jatuh pada hari Jumat 6 Juni 2025. "Maka 1 Dzulhijjah 1446 = 28 Mei 2025 dan Idul Adha berdasarkan hisab jatuh pada 6 Juni 2025." Tutur Thomas dikutip dari akun YouTube pribadinya, Jumat (16/05/2025).
Bukan hal baru jika terjadi perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha diantara wilayah Asia Tenggara dengan negeri-negeri Arab. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh penentuan awal bulan Hijriyah. Ada yang menggunakan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal). Mengapa hal ini dapat terjadi? Penyebabnya adalah adanya organisasi-organisasi keagamaan yang menggunakan metode berbeda-beda, serta adanya sekat nasionalisme sehingga sering terjadi perbedaan untuk penentuan awal bulan Hijriyah.
Hari Raya Idul Adha 1446 H segera tiba. Organisasi keagamaan Muhammadiyah telah menetapkan tanggal pasti Hari Raya Idul Adha. Apakah Hari Raya Idul Adha antara Muhammadiyah, Pemerintah dan NU akan sama atau berbeda? Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan jadwal peringatan Hari Raya Idul Adha 1446 pada Jumat 6 Juni 2025. Penetapan Idul Adha 2025 tersebut tercantum dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor I/MLM/I.0/E/2025 tentang penetapan hasil hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah 1446 Hijriah. Muhammadiyah menetapkan 6 Juni 2025 sebagai Idul Adha 1446 H lewat metode hisab hakiki wujudul hilal.
Kementerian Agama (Kemenag) memperkirakan Idul Adha 1447 Hijriah/2025 akan jatuh pada Jumat (6/6/2025). Perkiraan tanggal Idul Adha 2025 tercantum didaftar Hari Raya dalam Kalender Hijriah 2025 yang disusun Kemenag. Tanggal Idul Adha 2025 juga ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, Senin (26 Mei 2025).
Indonesia sendiri termasuk dalam MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura yang didirikan pada tahun 1988 untuk menyatukan penentuan awal bulan Hijriyah, khususnya Idul Fitri dan Idul Adha, untuk memperkuat solidaritas umat Islam di Asia Tenggara. Namun, pada kenyataannya terjadi perbedaan penetapan Idul Adha 1446 H/2025. Di Indonesia Idul Adha pada 6 Juni dan Malaysia pada 7 Juni ini menunjukkan kelemahan organisasi ini, meskipun Idul Fitri 1446 H serentak pada 31 Maret 2025.
MABIMS menggunakan kombinasi antara rukyat (pengamatan hilal) dan hisab (perhitungan astronomi), dengan kriteria yang diperbaharui pada 2021, ketinggian hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini seharusnya menjadi keseragaman, tetapi penerapannya sering terhambat oleh faktor lokal seperti geografi, otoritas keagamaan, dan dinamika nasional.
Perubahan kriteria ketinggian hilal yang sebelum tahun 2021 adalah 2 derajat. Menunjukkan ketidakpastian kebijakan yang diambil, padahal untuk menentukan awal bulan tidak dilihat dari ketinggian minimal hilal. Apabila bulan baru sudah terlihat maka itu menjadi pertanda sudah masuk awal bulan hijrah.
Perbedaan penentuan awal bulan yang terjadi di dunia saat ini tidak lain disebabkan oleh Nation State (sekat nasionalisme). Setiap negeri-negeri muslim sering kali mengalami perbedaan dalam penentuan awal bulan. Di Indonesia sendiri sering juga terjadi perbedaan antara organisasi Muhammadiyah, NU dan Pemerintah. Hal ini menunjukkan lemahnya persatuan umat Islam dalam penentuan ibadah puasa Ramadhan serta Idul Fitri dan Idul Adha.
Rasullah SAW menggunakan metode rukyat hilal (melihat hilal secara langsung) untuk menentukan awal bulan Hijriah, termasuk awal bulan Ramadhan. Hadist yang menguatkan ini menyebutkan, "Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal, jika terhalang maka genapkanlah". Jika hilal tidak terlihat karena faktor cuaca seperti mendung maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.
Rukyat terbagi menjadi dua, rukyat global dan rukyat lokal. Rukyat global adalah metode penentuan awal bulan Hijriah dengan prinsip jika satu wilayah di dunia sudah melihat hilal, maka seluruh umat Islam di dunia dapat mengikuti dan memasuki bulan baru tersebut. Rukyat lokal hanya memperhatikan pengamatan hilal di satu wilayah saja. Di zaman yang serba modern saat ini serta kemudahan komunikasi, rukyat global dianggap lebih relevan karena informasi tentang hilal dapat dengan cepat disebarkan keseluruh dunia.
Akibat dari Nation State (Sekat Nasionalisme) perbedaan ini sering terjadi, untuk penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal terlalu sering terjadi perbedaan. Namun seharusnya untuk Idul Adha tidak terjadi perbedaan, karena otoritas penentuan Ibadah Haji berpusat di Arab Saudi, Mekkah. Pelaksanan Ibadah Haji harus sesuai dengan tanggal di bulan Hijriah, seperti tarwiyah merupakan ibadah Sunnah yang dilakukan calon haji dengan menginap di Mina pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan untuk orang-orang yang tidak berkesempatan menunaikan Ibadah Haji disunnahkan untuk berpuasa di 9 hari Dzulhijjah sebelum Idul Adha. Atau berpuasa Sunnah pad dua hari Tarwiyah dan Arafah. Bagaimana jika terjadi perbedaan antara Arab Saudi dengan negeri lain?
Saat jemaah Haji sudah berada di Mina, kita belum puasa sunnah Tarwiyah. Kemudian jemaah Haji sudah wukuf di Arafah masih melaksanakan puasa Tarwiyah. Saat keesokan harinya kita masih puasa Arafah, jemaah Haji sudah Idul Adha. Tentu puasa yang kita kerjakan akan menjadi haram karena kita berpuasa disaat sudah Idul Adha. Ini menunjukkan lemahnya persatuan umat dalam hal pelaksanaan ibadah.
Umat muslim membutuhkan pemimpin yang dapat menyatukan semua perbedaan ini. Khilafah akan menetapkan aturan yang sama untuk umat muslim di seluruh dunia dalam penentuan awal bulan. Apakah rukyat atau hisab, hal ini akan menjadi keseragaman untuk umat Islam. Dan tidak akan menjadikan individu yang berniat mengerjakan amal Sholeh menjadi haram karena mengerjakan di waktu-waktu yang salah. Khilafah adalah Ra'in untuk rakyatnya, khilafah akan mengurus rakyatnya termasuk urusan ibadah. Sebab pemimpin dalam Islam paham bahwa ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpin.
wallahu a'lam bishawab
Komentar
Posting Komentar