Kesejahteraan Guru Mustahil dalam Kapitalisme

 



Oleh : Sri Idayani

Aktivis Dakwah


Tunjangan Tambahan (tuta) yang dikeluhkan beberapa Tenaga Pendidik dan Kependidikan di Provinsi Banten, dalam perkembangannya mengalami penyesuaian dan penundaan sebagaimana inpres Nomor 1 Tahun 2025. Dalam Instruksi Presiden yang mengatur efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres ini menekankan pada efisiensi belanja terutama di bidang non-prioritas. Oleh karena itulah dapat dipastikan mengalami penyesuaian dan penundaan. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Hj. Rina Dewiyanti, soal dikonfirmasi swarabanten menyatakan, penyesuaian dan penundaan tunjangan tambahan bagi Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ASN dan Non ASN, yang diberikan tugas tambahan antara lain sebagai wali kelas, kepala BK/BP/Guru BK, Pengelola Perpustakaan dan Pembina Ekstra Kurikuler, (Kamis, 24 April 2025).


Pemerintah melakukan efisiensi anggaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan negara, menghindari pemborosan, serta mengalokasikan dana ke program prioritas. Efisiensi juga bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mengurangi ketergantungan pada hutang, dan meningkatkan daya saing. Efisiensi anggaran ini sesuai dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi belanja negara APBN dan APBD 2025 yang menekankan efisiensi belanja negara terutama di bidang non-prioritas. Justru efisiensi anggaran yang dilakukan menjadi masalah, karena terjadi di sektor-sektor yang vital untuk publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan industri. Sektor pendidikan dalam anggaran Kemendikdasmen mengalami pemangkasan sebesar Rp 8 triliun.


Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan Provinsi Banten. Alokasi anggaran tunjangan tugas tambahan (TUTA) bagi para guru di Banten ternyata tidak masuk alias dicoret dalam APBD murni 2025. Akibatnya, selama enam bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Banten belum membayarkan tunjangan penting ini kepada ribuan guru yang menjadi tulang punggung pendidikan di daerah tersebut, (Selasa, 24 Juni 2025).


Akibat dari efisiensi anggaran ini tugas tambahan (TUTA) belum terbayarkan sejak Januari 2025. Imbas dari Inpres Nomor 1 Tahun 2025 sedang dirasakan oleh Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Banten, sebab alokasi anggaran tunjangan tugas tambahan (TUTA) tidak termasuk dalam APBD 2025 Provinsi Banten.


Tunjangan tugas tambahan (TUTA) yang membawa angin segar untuk para guru yang memiliki tugas tambahan kini harus sirna. Profesi guru yang seharusnya mendapat jaminan kesejahteraan, nampaknya sangat jauh dari sejahtera. Padahal guru adalah pencetak generasi yang seharusnya jasanya sangat dihargai.


Kesenjangan sosial antara guru ASN dan Non ASN juga sangat nampak jelas. Guru ASN yang digaji oleh negara setiap bulannya, sedangkan guru Non ASN ada yang digaji per tiga bulan sekali ada juga yang menunggu keputusan Yayasan untuk gajian jika di sekolah swasta. Namun nominal yang didapat oleh guru ASN dan Non ASN jauh sangat berbeda.


Di tengah himpitan ekonomi saat ini, tentu dapat mengakibatkan kinerja para guru kurang maksimal dalam mendidik murid. Sebab disibukkan dengan pekerjaan lain yang dapat menghasilkan uang tambahan, sehingga dapat mencukupi kebutuhan mereka. Belum lagi para guru yang disibukkan dengan berbagai administrasi yang harus dikerjakan, membuat guru kurang maksimal dalam mendidik.


Pemerintah nampak tidak serius dalam mensejahterakan para guru dilihat dari efisiensi anggaran yang tidak tepat sasaran. Guru yang seharusnya mendapat gaji yang besar dan apresiasi atas kinerjanya mendidik murid kini justru mendapat ketidakadilan.


Muslimah News, Fokus - Puluhan guru di Provinsi Banten menggelar aksi demonstrasi di depan rumah Dinas Gubernur Banten pada Kamis (3-7-2025). Mereka menuntut pembayaran honor tugas tambahan (TUTA) yang sudah enam bulan sejak Januari 2025 belum dibayarkan. Tugas tambahan tersebut antara lain sebagai wakil kepala sekolah (Wakasek), wali kelas, dan pembina ekskul, (Sabtu, 5 Juli 2025).


Inilah salah satu dampak dari efisiensi anggaran yang tidak efisien dalam Kapitalisme, kinerja guru tidak dihargai sebagaimana mestinya. Tentu hal semacam ini tidak akan terjadi jika sistem Islam yang mengatur segala urusan dan sangat memperhatikan kesejahteraan guru. Syekh Taqiyuddin an Nabhani didalam kitab Nizam al Iqtishadi fi al-Islam bahkan menyebutkan gaji guru adalah salah satu anggaran yang diprioritaskan oleh negara Islam (khilafah) meski di baitulmal sedang mengalami krisis (tidak ada harta). Ini karena para guru adalah orang-orang yang melaksanakan pekerjaan berupa pelayanan masyarakat dan kemaslahatan kaum muslim. Khilafah bisa memberlakukan kebijakan pemungutan pajak temporer (dharibah) dari kalangan muslim laki-laki yang kaya sehingga baitulmal tidak kosong dan mampu membayar gaji guru.


APBN Islam memiliki sejumlah sumber pemasukan yang telah ditetapkan menurut dalil syarak dengan masing-masing sumber dana memiliki jumlah yang banyak sehingga kas baitulmal aman. Perihal ini, Syekh Abdul Qodim Zallum rahimahullah merinci dari kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) bahwa pendapatan negara di baitulmal memiliki tiga pos besar, yakni pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos sedekah (zakat).


Jenis-jenis harta yang termasuk di dalam pos fai dan kharaj meliputi ganimah, kharaj, tanah jizyah, usyur, rikaz, dan pajak (dharibah). Selanjutnya pos kepemilikan umum mencakup seluruh harta milik umum, seperti minyak, gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput penggembalaan, dan tempat khusus berupa hima. Sedangkan pos sedekah (zakat) menjadi tempat penyimpanan harta zakat yang wajib beserta catatan-catatannya. Alokasi harta zakat hanya boleh untuk delapan golongan sebagaimana ketentuan di dalam Al-Qur'an.


Guru dalam naungan khilafah akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi dari negara, termasuk gaji yang bisa melampaui kebutuhannya. Sebagai gambaran, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi'ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji guru 15 inar (1 dinar = 4,25 gram emas ; 15 dinar = 63,75 gram emas). Jika saat ini harga per gram emas Rp 1 juta, maka gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 63.750.000,-. Sungguh mulia guru dan sejahtera jika sistem Islam yang mengatur semua urusan dan diterapkan dalam kehidupan.


Wallahu 'alam Bis Shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak