Pembekuan Rekening: Potret Sewenang-wenangnya Negara dalam Sistem Kapitalis
Oleh: Devi Ramaddani
(Aktivis Muslimah)
Di tengah situasi ekonomi yang makin sulit, masyarakat justru dihadapkan pada kebijakan yang membingungkan dan meresahkan. Alih-alih dilayani dan dilindungi, rakyat malah dibuat panik dengan aturan-aturan sepihak yang tidak berpihak kepada mereka. Salah satunya adalah kebijakan pembekuan rekening karena dianggap tidak aktif. Fenomena ini menunjukkan bagaimana negara, dalam sistem sekuler kapitalis, tidak lagi berfungsi sebagai pelindung rakyat, melainkan sebagai pelaksana regulasi yang merugikan rakyat itu sendiri.
Sejumlah warga Sangatta, Kutai Timur, tampak memadati kantor-kantor bank sejak awal pekan ini. Mereka datang dengan rasa cemas yang sama, khawatir rekening mereka dibekukan karena dianggap tidak aktif. Kekhawatiran ini dipicu oleh informasi yang menyebutkan bahwa rekening yang tidak memiliki transaksi keluar seperti penarikan tunai atau transfer selama enam bulan akan dibekukan. Salah satu pegawai BNI Cabang Teluk Lingga, Nini, membenarkan bahwa memang ada kebijakan seperti itu.
(Mediakaltim.com, 31 Juli 2025)
Sebagai pemilik rekening, tentu seseorang memiliki hak penuh atas hartanya sendiri, termasuk jika ia hanya ingin menyimpan tanpa bertransaksi. Negara seharusnya hadir untuk melindungi hak tersebut, bukan malah mengambil keuntungan atau kemudahan administratif dengan membekukan akses rakyat terhadap hartanya. Ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga amanah dan hak milik rakyat.
Tindakan pembekuan sepihak ini merupakan bentuk pelanggaran administratif. Meski tidak secara langsung mengambil harta, namun mempersulit akses terhadap milik pribadi adalah bentuk tindakan yang menyusahkan. Apalagi jika untuk membuka kembali rekening tersebut harus melewati proses panjang dan berbelit. Seharusnya, pemerintah membuat regulasi yang sederhana, mudah, dan cepat, bukan sebaliknya. Negara yang baik adalah yang memberi kemudahan, bukan menambah beban rakyatnya.
Negara seharusnya tidak bertindak sewenang-wenang. Ini memang urusan administrasi, tetapi menyangkut pelayanan publik dan hak milik rakyat. Jika pelayanan publik justru menyusahkan, maka negara telah berlaku zalim. Inilah wajah nyata sistem kapitalisme sekuler, sementara rakyat dipaksa tunduk pada sistem yang mereka tidak bisa lepaskan, termasuk sistem perbankan ribawi yang membelenggu kehidupan ekonomi umat.
Dalam Islam, hukum kepemilikan sangat jelas. Harta pribadi dilindungi oleh negara. Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap Muslim atas Muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (HR. Muslim). Maka, pembekuan akses terhadap harta pribadi tanpa alasan syar’i adalah pelanggaran terhadap hukum kepemilikan yang dijamin oleh syariat. Negara wajib menjaga hak ini dan tidak boleh menyulitkan akses rakyat terhadap kepemilikannya sendiri.
Negara dalam Islam, dalam urusan pelayanan administratif, akan memudahkan rakyatnya, bukan menyulitkan. Pelayanan administrasi dalam Khilafah dirancang untuk cepat, sederhana, dan berpihak kepada rakyat. Tidak ada pemblokiran rekening sepihak, tidak ada birokrasi yang menyulitkan, dan tidak ada sistem administrasi yang menyusahkan. Semua dijalankan dalam bingkai pelayanan dan pengurusan terhadap umat, bukan kontrol terhadap mereka.
Sistem Khilafah memberikan gambaran yang adil dan solutif dalam pelayanan administrasi. Setiap wilayah memiliki pengelola urusan administratif yang ditunjuk langsung oleh Khalifah, dan seluruh pelayanan berjalan di bawah pengawasan langsung negara dengan prinsip mempermudah urusan rakyat. Dalam bab administrasi, negara berfungsi sebagai ra’in (pengurus), bukan penekan atau pengendali yang bertindak atas nama efisiensi administratif.
Pandangan Islam terhadap bank pun sangat tegas. Sistem perbankan ribawi seperti hari ini tidak dikenal dalam Islam. Bank konvensional yang mengambil keuntungan dari simpanan rakyat melalui bunga adalah bentuk riba yang diharamkan. Maka dalam sistem Islam tidak akan ada pemaksaan penggunaan bank ribawi untuk transaksi atau penyimpanan. Negara akan membebaskan umat dari ketergantungan pada bank dan menggantinya dengan sistem keuangan syariah yang bebas riba dan tidak menyusahkan rakyat.
Inilah perbedaan nyata antara sistem sekuler kapitalistik dengan sistem Islam. Dalam sistem kapitalisme, negara bertindak sebagai penguasa yang bisa menentukan nasib harta rakyat. Dalam sistem Islam, negara adalah pelindung dan pengurus rakyat, termasuk dalam urusan administrasi. Negara tidak boleh menyulitkan, tidak boleh zalim, dan tidak boleh membelenggu umat dengan sistem ribawi. Maka, hanya sistem Islam yang layak menjadi solusi atas segala kezaliman administratif hari ini.
Wallahu a'lam bish shawab
Komentar
Posting Komentar