Perundungan Tak Punya Nyali Dalam Islam
Oleh : Ummu Habib
Anak adalah buah hati orang tua yang pastinya akan dijaga sepenuh hati. Namun, banyaknya berita kekerasan anak baik sebagai pelaku maupun korban, yang berseliweran di media, membuat para orang tua selalu dihinggapi rasa cemas dan ketakutan.
Tengoklah beberapa kejadian yang viral akhir-akhir ini. Kematian Zara Qairina akibat dibully tiga orang temannya. Vidio seorang pelajar yang memukul temannya di depan sekolah hingga menyebabkan luka memar di bagian wajah. (beritasatu.com).
Bully ini tak hanya dilakukan seorang diri, bahkan sepertinya mereka lebih bersemangat saat melakukannya secara berjamaah. Seperti vidio perundungan yang dipublikasikan oleh penulis kondang Tere Liye di akun IG pribadinya. Tampak seorang anak tak berdaya dihujani pukulan bertubi-tubi dari kakak kelasnya. Miris, tragis.
Bahkan kekerasan ini tak hanya dilakukan oleh pelajar tingkat menengah, juga telah menular ke pelajar SD. Ini dilakukan oleh seorang bocah yang menusuk leher anak MTs dengan gunting. (detikcom.)
Akar Masalah Maraknya Kekerasan Anak.
Bila kita menilik lebih dalam, akan kita temukan bahwa tabiat seorang anak dipengaruhi/dibentuk oleh dua faktor, yaitu :
1. Pola asuh dalam keluarga
2. Pola asuh lingkungan
Mari kita bahas satu demi satu.
Pola Asuh Dalam Keluarga
Ketika janin sudah bermukim dalam rahim, dia mendapat asupan makanan dari ibunya melalui plasenta. Lalu saat indra pendengarannya mulai berfungsi, maka dia akan terstimulasi dari setiap suara dan bunyi diluar dirinya.
Apa yang dimakannya, apa yang didengarnya telah memberikan efek pada dirinya sejak itu. Bila si janin mendapatkan perlakuan positif, semisal sentuhan sayang di perut, mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an, percakapan dini yang menyenangkan dari ayah ibunya, maka tentu saja akan berefek pada ketenangan si janin.
Sebaliknya, bila makanan yang diasupnya tak sehat dan haram, senantiasa mendengarkan percekcokan, bentakan kasar dan kotor, bahkan perasaan tak diterima kehadirannya oleh si Ibu, akan membuatnya resah, dan ini akan memberi dampak negatif pada perkembangannya.
Pasca lahir hingga usia selanjutnya, selama anak masih bersama orang tua, maka segala tindak tanduk orang tuanya akan direkam dan ditiru oleh anak serta turut membentuk kepribadiannya. Itu sebabnya bila anak dibesarkan dalam suasana hangat penuh cinta, tumbuh dan besar dalam buaian keimanan dan nilai-nilai ruhiyah, maka sosoknya akan berkembang sebagai pribadi yang positif.
Namun sebaliknya, bila ia besar dengan cacian, kekerasan verbal dan fisik dari orang tuanya ataupun orang dewasa di lingkup kehidupan kecilnya, maka perilakunya pun tidak akan berbeda jauh dari apa yang dialaminya.
Pola Asuh Dalam Lingkungan
Sebagai makhluk sosial, anak tentu saja akan berinteraksi dengan orang lain. Lingkup pergaulannya akan semakin luas. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya akan banyak memberi pengaruh pada dirinya. Sikap dan perlakuan dari teman sebaya, ilmu dan pengetahuan yang diserap dari guru di sekolah, bahkan apa yang ditontonnya pun juga turut berkontribusi dalam pembentukan kepribadiannya.
Tak jarang, anak yang dibesarkan dengan baik dalam keluarga, kaya akan nilai-nilai keimanan dan akhlak islami. Saat bergaul dengan teman-temannya dari keluarga yang abai, anak itu kemudian pulang membawa perilaku negatif. Ini mengindikasikan bahwa kepribadian anak turut dibentuk oleh lingkungan.
keluarga Rapuh dan Lingkungan rusak
Kedua faktor di atas, hari ini ternyata mengalami masalah serius dalam sistem kehidupan kapitalis sekuler. Sebuah sistem yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Sehingga aturan yang digunakan adalah aturan manusia yang serba terbatas akalnya, yang pada gilirannya justru membawa kehancuran umat manusia, seperti yang kita saksikan sekarang ini.
Keluarga, yang semestinya merupakan tempat paling nyaman bagi anak, kini berubah menjadi monster yang menakutkan. Ibu yang mengalami stress prenatal, jiwanya terganggu, tega menghabisi janinnya sendiri. Ataukah bila janin lahir selamat, perlakuan kasar, sikap acuh dan abai atas tumbuh kembang anak karena ketiadaan ilmu dan desakan ekonomi, membuat para bunda harus meninggalkan sang buah hati demi sesuap nasi.
Ayah yang sibuk bekerja, tak ada perhatian dan kasih sayang pada anak. Semua diserahkan pada ibu. Sementara ibu pun tak ada bekal ilmu pendidikan, sehingga mengasuh anak asal kenyang saja. Bahkan jamak kita dengar berita, ayah yang melakukan kekerasan pada istri dan anak karena stress terkena PHK. Ayah yang memangsa anak perempuannya sendiri, ayah yang tak punya lagi tanggung jawab pada keluarga, lebih senang ongkang-ongkang kaki menanti hasil keringat istrinya.
Sudahlah ayah dan ibu demikian kondisinya, anak-anak pun dihantam oleh ombak besar bernama media di lautan informasi tak bertepi. Mereka tak punya sampan untuk sekedar bertahan dari terjangan tontonan merusak yang tak pilih kasih. Merasuk ke jiwa-jiwa suci mereka sejak dalam buaian. Benih-benih perundungan pun tumbuh subur dengan pupuk tontonan dan siraman gersangnya nilai-nilai ilahiyah.
Sementara di satu sisi, masyarakat tumbuh menjadi pribadi-pribadi individualistis. Siapa elu siapa gue, pernyataan yang menggambarkan minimnya empati dan kepedulian sesama. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, karena kehidupan yang melingkupinya pun memacunya demikian.
Rusaknya tatanan keluarga dan masyarakat ini tak terlepas dari abainya negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pengayom. Para pejabat yang diamanahi kekuasaan oleh rakyatnya, agar bisa menjalankan kebijakan-kebijakan yang menghadirkan keamanan, kesejahteraan dalam keluarga dan masyarakat, justru menyelewengkannya untuk kepuasan diri mereka sendiri. Serta meninggalkan rakyatnya yang setiap waktu dicekam kecemasan dan ketakutan akan bayang-bayang perundungan yang mengancam jiwa anak-anak mereka.
Solusi Tuntas hanya Dalam Islam
Islam adalah agama paripurna yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan dan menyelesaikan seluruh problem yang dialami manusia. Termasuk masalah kekerasan ini akan ditangani dengan menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak dalam keluarga dan lingkungan.
Islam hanya akan bisa menyelesaikan problem kehidupan bila ia diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara. Sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh Rasulullah di Madinah. Saat itu Rasulullah bertindak sebagai kepala negara, dan negaranya disebut khilafah.
Berikut langkah - langkah yang dilakukan oleh negara untuk mengatasi kekerasan pada anak :
menciptakan Ketahanan keluarga.
Ayah dan Ibu Adalah pilar keluarga. Maka kedua insan ini akan dipastikan untuk bisa menjalankan fungsinya masing-masing serta saling bekerjasama layaknya sahabat yang saling bahu membahu mendidik buah hati mereka agar tumbuh menjadi qurratu ayun.
Negara akan menyusun kurikulum pendidikan yang menyiapkan para generasi bangsa untuk sanggup menjalani bahtera rumah tangga yang akan menghasilkan sakinah mawaddah.
Negara juga akan menjamin para ayah untuk bisa bekerja dan memenuhi nafkah keluarganya secara layak melalui penyediaan lapangan kerja, dan memfasilitasi mereka dengan skill dan ilmu kehidupan.
Selain itu, pendidikan, kesehatan dan keamanan juga dipastikan berada dalam tanggungan negara, sehingga para keluarga dapat hidup layak dan berkecukupan bahkan dapat memenuhi kebutuhan tersiernya.
Demikian pula dengan media, akan dikontrol tayangannya oleh sebuah departemen khusus. Dipastikan anak-anak hanya akan mengakses tayangan edukatif yang akan membentuk kepribadian Islamnya.
Dengan jaminan di atas, maka para Ibu dapat tenang menjalani perannya untuk mengasuh buah hatinya. Anak pun tumbuh sehat fisik dan jiwanya, sehingga benih-benih perundungan dapat dihilangkan.
menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Masyarakat dalam sistem islam adalah kumpulan individu yang memiliki pemikiran dan perasaan yang sama serta dijaga oleh aturan yang bersumber dari Ilahi. Masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan menegakkan amar maruf nahi mungkar.
Tak kan dijumpai kehidupan individualistis di dalamnya, karena setiap orang ingin berlomba dalam kebaikan. Dan kebaikan itu salah satu bentuknya adalah dengan berbuat baik pada sesama.
Pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga, akan dikembangkan dan dijaga oleh lingkungan saat mereka keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu dan berinteraksi dengan orang lain.
Nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan sejak dini dalam keluarga tak kan hilang saat mereka sudah berbaur dengan anak-anak lainnya. Bahkan semakin menguat dan meluas dengan dinamika masyarakat yang ada.
Ini karena negara hadir dengan kebijakan-kebijakan yang bersumber dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur, yang tau apa yang terbaik untuk hambaNya.
Demikianlah negara islam akan menciptakan keluarga yang kokoh serta lingkungan yang kondusif bagi kehidupan generasi. Aturan ini akan terus dijaga dengan pemberlakuan sistem sanksi yang adil dan beradab serta pemberlakuan aturan islam di semua lini kehidupan. Perundungan pun tak kan memiliki ruang untuk tumbuh, kalaupun ada, pasti segera layu sebelum berkembang. Wallahu alam bisshowab.
Komentar
Posting Komentar