Banjir Berulang, Negara Butuh Mitigasi Serius

 

Oleh : Norma Rahman, S.Pi (Guru)

Banjir menggenangi sejumlah daerah di tanah air. Di wilayah Sumatera Barat (Sumbar), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan korban meninggal dunia akibat banjir bandang bertambah menjadi 50 orang." Korban jiwa yang meninggal dunia akibat bencana tersebut tercatat menjadi 50 orang, 27 orang hilang, 37 orang luka-luka, serta 3.396 jiwa mengungsi," kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dalam keterangan tertulis, Selasa (14/5/2024).

Rincian korban meninggal dunia itu yakni di Kota Padang Panjang dua orang, Kabupaten Agama 20 orang, Kabupaten Tanah Datar 19 orang, Kota Padang satu orang, dan Kabupaten Padang Pariaman delapan orang. Banjir bandang juga ini mengakibatkan 193 rumah warga dikabupaten Agama mengalami kerusakan. Sementara itu, di Tanah Datar, dilaporkan ada 84 rumah yang rusak ringan hingga berat. Kerusakan juga terjadi di sejumlah sarana dan prasarana, yakni jembatan hingga rumah ibadah. Kondisi lalu lintas dari kabupaten Tanah Datar menuju padang dan Solok juga dilaporkan lumpuh total.

Konon, ini adalah bencana terparah yang pernah terjadi di Kabupaten Agama selama 150 tahun terakhir. Selain itu, bencana di sekitar Gunung Marapi tidak terjadi saat ini saja, tetapi beruntun sejak enam bulan terakhir.

Banjir bandang juga terjadi Di kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, sejak 3 hingga 12 Mei 2024 menyebabkan 16 desa di tujuh kecamatan terendam dan 3.041 warga terdampak. Curah hujan yang tinggi menyebabkan air Sungai Lalindu meluap dan berakhir di Jalan Trans Sulawesi. Akibatnya, Trans Sulawesi lumpuh total dan 300 kendaraan terjebak banjir

"Laporan per hariini, sebanyak 7 kecamatandan 16 desa dengan jumlah warga terdampak banjir tersebut sebanyak 903 kepala keluarga (KK) atau 3.041 jiwa," kata Kepala BPBD Konawe Utara Muh Aidin kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/5). Sementara untuk jumlah rumah warga yang terendam banjir, sebut Aidin sebanyak 1.644 unit yang berada di Kecamatan Landawe, Asera dan Andowia.


Telaah Akar Masalah

Bencana banjir di berbagai wilayah di Tanah Air memang salah satunya disebabkan faktor alam, yaitu tingginya curah hujan. Namun, jika mitigasinya bagus, dampaknya bisa diminimalkan, baik korban jiwa, harta benda, maupun infrastruktur. Sayangnya, mitigasi bencana di Indonesia masih sangat lemah.

Kita tahu bahwa banjir merupakan fenomena berulang. Penyebabnya bisa diprediksi, yaitu curah hujan yang tinggi. Waktu kejadian juga bisa diprediksi, yaitu pada musim hujan. Bahkan, teknologi sudah bisa memperkirakan waktu terjadinya hujan dengan curah yang tinggi sehingga masyarakat dan pemerintah bisa berjaga-jaga. Namun, mengapa banjir masih tidak bisa diantisipasi sehingga berdampak besar?

Mitigasi bencana banjir itu penting. Mitigasi banjir merupakan upaya untuk mengurangi risiko yang akan timbul akibat bencana banjir. Mitigasi bencana banjir dilakukan sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Mitigasi bencana banjir juga meliputi aspek pembangunan fisik (struktural) dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana (nonstruktural).

Salah satu hal yang termasuk mitigasi sebelum bencana adalah pembangunan yang bisa mencegah meluasnya bencana banjir. Misalnya larangan pembangunan permukiman di wilayah yang rawan banjir. Juga dengan melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sedimen sehingga daya tamping sungai bisa optimal.

Dengan adanya mitigasi yang sungguh-sungguh dan profesional, berbagai risiko yang terkait bencana bisa diminimalkan. Adanya korban jiwa juga bisa dicegah, bahkan dampak banjir bisa diminimalkan sehingga tidak meluas. Penyelesaian juga bisa lebih cepat sehingga warga tidak perlu lama-lama mengungsi. Perekonomian dan aktivitas warga pun bisa segera normal lagi sehingga berdampak pada cepat pulihnya perekonomian.


Islam Punya Solusi

Di dalam Islam, negara adalah raain (pengurus) rakyat yang bertanggungjawab terhadap nasib rakyat, termasuk saat terjadi bencana. Khilafah akan secara sungguh-sungguh melakukan mitigasi secara disiplin sehingga bisa meminimalkan risiko akibat bencana banjir. Khilafah akan mengerahkan segala sumberdaya yang ada demi segera terselesaikannya bencana banjir, meski untuk itu butuh biaya yang besar.

Negara Khilafah akan menjamin ketersediaan dana dalam menanggulangi bencana banjir. Negara tidak akan melimpahkan tanggungjawabnya pada swadaya masyarakat. Berapa pun dana yang dibutuhkan, negara akan memenuhinya. Hal ini mudah dilakukan karena Khilafah memiliki sumber pemasukan yang beragam, bukan didominasi oleh utang dan pajak sebagaimana terjadi saat ini.

Di dalam baitulmal Khilafah terdapat pos khusus untuk keperluan bencana alam. Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah bahwa pada bagian belanja negara terdapat Seksi Urusan Darurat/Bencana Alam (Ath-Thawaari). Seksi ini memberikan bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat/bencana yang menimpa mereka. Biaya yang dikeluarkan oleh seksi ini diperoleh dari pendapatan fai dan kharaj serta dari harta kepemilikan umum. Apabila tidak mencukupi, kebutuhannya dibiayai dari harta kaum muslim secara sukarela. Rakyat tidak perlu khawatir, ketersediaan dana untuk bencana akan terwujud karena  dalam Islam tidak ada model  APBN seperti dalam sistem hari ini yang bersifat tahunan sehingga kerap kali dana yang ada tidak mencukupi.

Walhasil, dalam Khilafah jika ada kebutuhan dana untuk kepentingan rakyat, negara akan menyediakan secara langsung dari berbagai pos penerimaan yang ada. Demikianlah keunggulan sistem Islam dalam menanggulangi bencana.Wall

ahu alambissawab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak