Punya Hunian Impian di Era Kapitalisme, Sulit Terwujud

 



Oleh : Dian Safitri

Memiliki rumah adalah impian setiap orang. Tapi hari ini impian itu sulit rasanya bisa terwujud, mengingat harga rumah yang makin mahal. Ditambah lagi kebutuhan lapan yang makin tidak terjangkau. Baru-baru ini BI (Bank Indonesia) mencatat harga properti residensial mencapai 1,89% pada kuartal 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023 yang hanya sebesar 1,74%. Peningkatan IHPR tersebut didorong oleh kenaikan harga properti tipe kecil yang meningkat 2,41%  yang sebelumnya hanya sebesar 2,15%.

BI juga mencatat perkembangan harga rumah tipe menengah dan besar pada kuartal I 2024 juga terindikasi masih meningkat meski tidak setinggi kuartal sebelumnya dan harga masing-masing tipe tersebut naik sebesar 1,60% dan 1,53% melambat dari 1,87% dan 1,58% pada kuartal sebelumnya.
(cnnindonesia.com, 16/05/2024).

Punya rumah impian seperti mimpi rasanya bagi rakyat menengah ke bawah. Kemiskinan dan biaya kebutuhan pokok yang mahal menjadi beban tersendiri buat masyarakat. Boro-boro punya rumah impian, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih terasa sulit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan harga rumah setiap tahunnya mengalami kenaikan, salah satunya adalah inflasi yaitu kenaikan harga barang dan jasa yang menyebabkan nilai uang menurun.

Selain itu kenaikan jumlah penduduk dengan usia produktif yang terus meningkat telah mengakibatkan tingginya  permintaan terhadap properti hunian. Tingginya permintaan membuat para penjual rumah berani memasang harga tinggi didukung oleh keadaan dimana di kota-kota besar lahan untuk hunian itu semakin berkurang. Maka wajar jika para penjual rumah memasang harga tinggi. Maka ini akan berimplikasi pada semakin banyaknya rakyat yang tidak akan memiliki hunian pribadi karena harga yang tidak mampu mereka jangkau.

Sungguh, penguasa telah gagal menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Jangankan memberikan hunian yang layak, negara malah tidak perduli dan lepas tanggung jawab. Beginilah watak yang dilahirkan oleh sistem bathil kapitalisme yang meniscayakan negara berlepas tangan mengurusi urusan rakyatnya. Bahkan dalam hal penyediaan perumahan, negara menyerahkan pengadaannya kepada pihak swasta, walaupun tidak bisa memungkiri bahwa pemerintah memiliki  program sejuta rumah di bawah kementerian PUPR yang menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Tapi perlu digaris bawahi program ini sudah pasti berorientasi keuntungan, karena  pihak swasta akan mengambil profil dari kerjasama ini. Apakah harga rumah itu akan bisa dijangkau oleh rakyat? Pemerintah dinilai tidak benar-benar melayani rakyat melainkan sebagai regulator untuk kepentingan para pengusaha.

Adanya liberalisasi sumber daya alam juga berpengaruh pada mahalnya harga bahan bangunan. Apalagi sistem bathil kapitalisme ini membuka celah bagi para pengusaha untuk menjadikan itu  lahan bisnis bagi mereka.

Keadaan di atas akan berbeda jauh dengan negara yang menerapkan syariat Islam di bawah institusi khilafah. Negara dalam Islam berkedudukan sebagai pengurus kebutuhan rakyatnya. Salah satu tanggungjawab negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan juga papan.

Negara Islam yakni khilafah memiliki tata kelola pembangunan perumahan,  dimana rakyatnya dipastikan memiliki rumah yang nyaman juga aman, ini karena negara memiliki tanggung jawab penuh dalam tata kelola perumahan. Tata kelola pembangunan dalam sistem khilafah didasarkan pada sudut pandang bahwa bumi ini milik Allah Subhanahu wa ta'aala. Sehingga semua elemen wajib terikat pada syariat Allah dalam penggunaannya.

Sistem ekonomi Islam tidak akan membiarkan para pihak swasta atau pun pengusaha untuk melakukan liberalisasi sumber daya alam maupun lahan.

Negara berkewajiban mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk dalam kepemilikan umum sehingga industri yang mengelola kepemilikan umum mampu menyediakan bahan baku dasar konstruksi bagi masyarakat.

Kebijakan ini meniscayakan sumber SDA yang berlimpah ruah di negeri ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sehingga mereka juga bisa membangun rumah dengan harga yang murah juga mudah mendapatkan lahan yang gratis dan itu hanya bisa didapatkan dalam sistem khilafah yang menerapkan syariat Allah.

Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak