Tapera, Bukti Lepasnya Tanggung Jawab Pemerintah dalam Urusan Perumahan


Oleh : Muhammad Ayyubi  ( Mufakkirun Siyasiyyun Community)


Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan regulasi baru terkait iuran program Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ) untuk seluruh pekerja. Kebijakan tersebut tertuang dalam PP 21/2024 perubahan atas PP 25/2020 tentang penyelenggaraan Tapera yang disahkan pada 20 Mei 2024.

Sesuai amanat PP tersebut, maka gaji pekerja di Indoensia baik pekerja yang masuk dalam krteria, yakni calon pegawai negeri sipil (PNS), pegawai aparatur sipil negara (ASN), prajurit TNI, prajurit siswa TNI, anggota Polri. Kemudian, pejabat negara, pekerja/buruh BUMN/BUMD, pekerja/buruh BUMDES, pekerja/buruh BUM swasta dan pekerja yang tidak termasuk pekerja yang menerima gaji atau upah.

Syarat menjadi anggota tapera adalah pekerja yang minimal berusia 20 tahun atau telah menikah dan memiliki gaji paling sedikit sebesar upah minimum. Setiap pekerja yang telah dicatat di dalam kepesertaan tapera akan dipotong gajinya  sebesar 3 persen setiap bulannya dan uang tersebut akan dikumpulkan dalam rekening dana tapera.

Selanjutnya dengan prinsip gotong royong, setiap pekerja akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan dana peserta sendiri sebesar 2,5 persen. Dan dana ini harus dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya.

Apa itu Tapera?

Tapera adalah Tabungan Perumahan Rakyat adalah simpanan peserta yang dilakukan secara periodik dalam jangka waktu tertentu untuk dimanfaatkan sebagai pembiayaan kredit rumah. Selanjutnya dana yang tersimpan dari para peserta akan dikelola oleh BP atau Badan Pengelola mirip dengan kerja BPJS. Kerja badan ini adalah untuk menghimpun dan mengelola serta menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan kredit rumah untuk para peserta.

Dana yang telah terkumpul akan dikelola oleh BP Tapera di dalam Surat Utang Negara agar semakin produktif dan memiliki nilai tambah. Dan ini bisa saja dikembalikan kepada peserta diakhir kepesertaannya pada saat pensiun atau meninggal dunia. Pemerintah berharap dapat memberikan solusi jangka panjang melalui program Tapera ini atas persolan perumahan di Indonesia dan meningkatkan kualitas hidup pekerja. 

Kemana Tanggung Jawab Pemerintah?

Tapera ini hakikatnya adalah asuransi kepemilikan rumah yang dikordinir oleh pemerintah. Pola kerja tidak berbeda dengan BPJS Kesehatan yang telah bergulir sebelumnya. Artinya rakyatlah yang akan membiayai kepemilikan rumah mereka sendiri dengan melakukan setoran setiap bulannya kepada BP Tapera. Pengajuan kredit kepemilikan rumah tentunya dengan syarat telah menjadi anggota minimal satu tahun, masyarakat berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah.

Dengan pola seperti itu, sebenarnya pemerintah lepas diri dari dari permasalahan perumahan rakyat yang menjadi kebutuhan pokok rakyat. Dimana terdapat 15,21 persen atau 41,8 juta rumah tangga di indonesia belum memiliki rumah.

Fakta tapera ini semakin menambah bukti bahwa pemerintah berlepas diri dari tanggung jawabnya menyediakan perumahan kepada rakyatnya. Di sisi yang lain, iuran tapera ini akan semakin menambah beban rakyat dengan banyaknya pengeluaran yang sejatinya tanggung jawab negara. Mulai dari iuran BPJS, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, bayar listrik dan  uang sekolah.

Terlebih, adanya tapera ini akan semakin membebani perusahaan untuk menanggung beban pembayaran tapera karyawan sebesar 0,5 persen dari gaji. Ini artinya akan membuat perusahaan akan dalam kondisi tertentu akan melakukan rasionalisasi, terutama pada perusahaan-perusahaan menengah. Dan tentunya kondisi ini akan semakin meningkatnya angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja.

Negara ini terbukti telah menerapkan kapitalisme secara radikal, ini ditandai dengan menjadikan pajak sebagai sumber penghasilan utama bagi negara, di saat yang sama subsidi subsidi dikurangi bahkan ditiadakan. Mulai subsidi BBM, Subsidi listrik, subdisi air termasuk adalah subsidi perumahan untuk rakyat.

Politik Perumahan Dalam Syariat Islam

Sandang, pangan dan papan atau baju, makanan dan rumah adalah kebutuhan pokok setiap individu. Abdurrahman Al Maliki dalam kitab As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla menuturkan bahwa Syariat Islam menjamin kebutuhan asasi setiap rakyat secara merata. 

Syariat Islam akan menjamin setiap rakyat akan memiliki rumah yang layak tanpa skema asuransi. Dengan langkah-langkah sebagai berikut, Pertama, Islam akan menata ulang konsep kepemilikan tanah. Dimana syariat Islam melarang setiap orang menjadikan tanah sebagai alat investasi, karena distorsi fungsi tanah tersebut akan menyebabkan kepemilikan tanah akan berputar-putar di sekitar orang-orang kaya saja. Syariat Islam juga mewajibkan setiap pemilik tanah untuk menanaminya atau membangun rumah atau usaha di atasnya. Ketika pemilik tanah menelantarkan tanahnya selama tiga tahun tanpa ada aktivitas apa pun diatasnya baik pertanian atau perumahan maka Syariat Islam akan mengambil paksa tanah tersebut dan diserahkan kepada yang berhak dan sanggup mengelolanya.

Kedua, Islam menjamin lapangan kerja sepada setiap warga negaranya, dengan menutup sektor ekonomi non-real, baik berupa pasar saham, perjuadian atau sejenisnya. Sehingga lapangan akan tercipta melimpah akibat bergeliatnya sektor ekonomi real, berupa perdagangan, jasa, pertanian, perkebunan, atau nelayan. Dengan tersedianya lapangan kerja yang banyak, akan meniscayakan setiap orang untuk bekerja dan memiliki gaji yang layak. 

Ketiga, Syariat Islam akan menata ulang sistem kepemilikan umum ( BBM, Gas Bumi, Batu Bara, Mineral dll ). Dengan menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya dan mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Baik berupa subsidi kesehatan, subsidi pendidikan, pembangunan infrastruktur dan bantuan langsung kepada para orang-orang yang memilki keterbatasan. 

Dengan pola pengaturan kepemilikan umum seperti ini akan meniscayakan bahan-bahan makan pokok akan murah dan transportsi pun akan murah. Sehingga gaji yang dimiliki seseorang bisa digunakan secara sepenuhnya untuk membeli rumah atau  memenuhi kebutuhan tersiernya.

Kesimpulan

Syariat Islam yang mengatur persoalan perumahan tersebut tidak akan bisa diterapkan tanpa adanya institusi pelaksana berupa negara. Maka keberadaan negara yang menerapkannya adalah keniscayaan. Dan negara yang menerapkan syariat Islam secara utuh termasuk problem perumahan adalah negara khilafah. dengan penerapan Syariat Islam yang sempurna akan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak