Gen Z Menganggur, Negara Gagal Ciptakan Lapangan Pekerjaan?
Oleh : Nadila A., S. P. (Aktivis Dakwah Kampus)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan. (kompas.com, 24/05/24)Menurut Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjelaskan bahwa banyaknya anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan ini karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini terjadi kepada lulusan SMA/SMK yang menyumbang jumlah tertinggi dalam angka pengangguran usia muda. (kumparanbisnis.com, 20/05/24)
Mengapa ini bisa terjadi? Bukankah pendidikan yang ada berdasarkan pengawasan dari negara? Dan bukankah kurikulum yang ada bersumber dari kesepakatan pihak pemerintah?
*Persoalan Besar Negara*
Ketika berbicara tentang pengangguran, maka kita sedang berbicara tentang persoalan besar yang melingkupi negara ini. Bukan sekedar persoalan kecil, seperti kecakapan individu pencari kerja. Tingginya angka pengangguran usia muda membuktikan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada. Ini menunjukkan gagalnya negara menciptakan lapangan pekerjaan apalagi dengan adanya kebijakan negara yang memudahkan investor asing dan pekerja asing untuk membuka usaha dan masuk di Indonesia, termasuk dalam mengelola SDA. Miris!
Tidak hanya sempitnya lapangan kerja, ketidaksesuaian antara lapangan kerja yang tersedia dengan pendidikan yang dimiliki gen Z juga menjadi PR penting bagi negara. Ini menandakan bahwa pendidikan yang terterapkan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sungguh memilukan, negera harus segera menyolusi sebelum terlambat! Namun mampukah negara menyolusi?
*Kapitalisme adalah Biangnya*
Munculnya masalah ini tidak lain adalah akibat dari penerapan kapitalisme yang merupakan hasil dari penerapan demokrasi dinegeri ini. Darinya kita bisa melihat sebab yang membuat masalah ini muncul.
Pertama, negara menganut sistem kebebasan dalam kepemilikan sehingga hukum rimba pun berlaku pada setiap usaha, "Yang punya modal yang memiliki kekekuatan". Kedua, kesalahan pada kurikulum pendidikan. Banyaknya jurusan yang ada serta pergantian kurikulum didesain hanya untuk mengikuti permintaan pasar yang jelas-jelas tidak mampu diberlakukan selamanya. Jelasnya ini membuktikan bahwa kurikulum telah disetir oleh para oligarki. Ketiga, jebakan riba yang merajalela membuat pengangguran terus meningkat. Alih-alih ingin membantu, ternyata lagi-lagi hanya untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, mereka yang berusaha dengan pinjaman riba akan kesulitan untuk membayar pinjaman dan bunga dan lebih memilih gulung tikar. Keempat, kehadiran negara hanya sebagai fasilitator. Membuktikan bahwa negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja melainkan hanya mampu menghubungkan antara pekerja dengan industri.
Oleh sebab itu, sampai kapanpun negara tidak akan mampu menyolusi masalah ini sampai iya membuang ide kapitalisme itu dengan beralih kepada solusi hakiki.
*Islam Menyolusi*
Bukan tidak mungkin masalah pengangguran ini mampu diselesaikan. Ini karena kita belum menerapkan Islam sebagai agama yang sempurna diturunkan untuk menyolusi tiap problematika yang ada, salah satunya adalah masalah pengangguran.
Dalam Islam, pemimpin akan mengurusi rakyatnya dengan sebaik mungkin. Ia harus mencari solusi agar rakyat tidak lagi menganggur, mememinta-minta, dan melakukan kejahatan. Itu berarti, pemimpin (negara) akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, menyediakan fasilitas, ataupun memberikan modal (tanpa riba). Selain itu, negara juga akan membuka iklim investasi di sektor riil dan mengharamkan investasi dan usaha di sektor non riil. Negara akan menjaga agar tidak ada persaingan yang tidak sehat. Dengan begitu, rakyat akan mudah mendapatkan pekerjaan yang halal.
Islam akan menjadikan SDA sebagai milik umum dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara. Sebagaimana dalam sebuah hadits, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Dengan demikian, semua boleh memanfaatkannya dan tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau sebagian orang saja.
Adapun dalam pendidikan, Islam tidak akan menggunakan kurikulum sekuler-kapitalisme seperti yang ada saat ini. Ia hanya akan dibangun berdasarkan asas akidah Islam. Ia akan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi untuk pembangun peradaban yang mulia. Adapun kemungkinan orang-orang yang malas dalam bekerja. Maka negara akan memahamkan kewajiban dan kedudukan bekerja bagi laki-laki hingga memberikan keterampilan khusus bagi mereka. Dengan begitu mereka tidak akan meninggalkan kewajiban mereka.
Sungguh luar biasa! Melihat keseriusan Islam dalam menyolusi masalah pengangguran, masihkah kita menutup mata dan berharap pada sistem demokrasi kapitalisme yang selalu melahirkan musibah tanpa berkah?
Wallahualam bish-shawab
Komentar
Posting Komentar