Harga Beras Naik, Hidup Rakyat Makin Sulit



Oleh: Aulia Manda, S.Pd (Aktivis Dakwah)


Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) resmi menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium. Melalui Perbadan Nomor 5 tahun 2024 tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 tahun 2023 tentang HET Beras, harga beras medium, dan beras premium diatur berdasarkan wilayah.

Kepala NFA mengungkapkan, penetapan regulasi HET beras ini menguatkan kebijakan relaksasi yang telah diberlakukan melalui Keputusan Kepala NFA sebelumnya. Kepala NFA menegaskan, penyesuaian HET beras tidak terpisahkan dari upaya stabilisasi pasokan dan harga beras, di mana kebijakan di hulu juga selaras dengan di hilirnya.

"Jadi selaras dengan kepentingan di hulu di mana kita juga mengeluarkan Perbadan terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras, maka di hilir perlu juga melakukan penyesuaian. Karena harga di tingkat produsen (petani) juga akan seirama dengan harga di tingkat konsumen," ungkap Arief dalam keterangannya, Sabtu (CNBC Indonesia/8/6/2024)

Naiknya beras yang drastis, menjadi kewas-wasan masyarakat yang penghasilannya recehan terutama pekerja-pekerja serabutan ditambah bagi orang-orang yang pengangguran akibat PHK. Tiap harinya malah meresahkan dengan naiknya beras salah satu sumber makanan pokok masyarakat.

Penyesuaian HET (Harga Eceran Tertinggi) beras tidak terpisahkan dari upaya stabilitas pasokan dan harga beras, dimana kebijakan di hulu juga selaras dengan di hilirnya.

Alasan penyelarasan harga di hulu dan hilir menunjukkan negara tidak mau memikirkan masalah rakyat dan menyelesaikan dari akarnya. Bahkan negara, gampang saja mematok harga beras di tengah beratnya beban ekonomi rakyat banyak.

Walhasil, ketika harga beras naik hanya menjadikan masyarakat sulit, hingga masyarakat semakin meningkat data kemiskinannya. 

Jika ditelusuri lebih mendalam, problem naiknya harga beras sebagai salah satu bahan pokok masyarakat dan daya beli masyarakat semakin menurun itu tak terlepas dari akumulasi kebijakan pemerintah yang di anggap tidak pro rakyat. Kebijakan seperti itu tidak bisa pula dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menjadi pakem melahirkan seluruh kebijakan.

Kebijakan intensifikasi pertanian, misalnya, malah semakin membuat lesu produktivitas pertanian. Pengurangan subsidi pada pupuk, benih, dan saprodi jelas membuat ongkos produksi jadi makin mahal. Pada saat yang sama juga, malah kebijakan impor pangan malah dibuka selebar-lebarnya.

Sehingga membuat harga pangan lokal terkalahkan dengan harga pangan impor.

Jika sudah demikian, gairah petani untuk menanan pun semakin menurun dan tak bergairah lagi. Maka terjadilah penurunan produksi yang menyebabkan ketersediaan pangan turut belakang. Dan hal ini menjadi sebuah ancaman bagi kedaulatan pangan.

Maka tak heran jikalau seperti itu karna tak pernah lepasnya dari sistem kapitalisme saat ini, karna seluruh kebijakan yang berlandaskan sistem ekonomi kapitalisme ini didukung oleh sistem pemerintahan demokrasi yang terbukti kegagalannya yang banyak mencetak para orang-orang penguasa rasa pengusaha yang mendatangkan penderitaan pada rakyat.

Padahal dalam Islam jelas mengatur dalam sistem ekonomi terutama kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab khalifah untuk dipenuhinya kebutuhan rakyat bukan untuk membuat rakyat menderita. Adapun pada sistem ekonomi Islam yang berlandaskan hukum syara' dimana seluruh kebijakan berfokus pada kemaslahatan ummat bukan pada faktor karna kebijakan pemerintah maupun faktor yang lain. Dalam Islam ada 2 kebijakan untuk memenuhi kebutuhan pangan ummat.

Pertama, kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan, yaitu intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Subsidi bukanlah beban, melainkan satu cara untuk meningkatkan produktivitas yang akan menjaga ketersediaan yang akan menjaga ketersediaan. Begitupun ekstensifikasi, pemerintah akan hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Pemerintah betul-betul menjaga agar alih fungsi lahan benar-benar dilakukan untuk kemaslahatan rakyat.

Kedua, harga bukan satu-satunya hal dalam pendistribusian harta. Negara akan bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat, termasuk pangan. Contohnya, negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan tanah mati dan pemagaran apabila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Kebijakan yang seperti itu bisa terwujud jika negara memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyat.

Kebijakan yang berfokus pada rakyat tidak akan kita dapatkan dalam sistem kapitalisme sekulerisme yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Sehingga kita butuh perubahan yang mendasar perubahan sistemik dalam pengelolaan Pangan. Dan pengelolaan sistemik itu kita akan bisa dapatkan dalam sistem Islam yaitu Khilafah yang menerapkan seluruh aturan berlandaskan syari'at Islam dalam semua aspek kehidupan.

Dapat dibuktikan dengan peradaban yang agung mampu mensejahterakan ummat dengan sebaik-baik pengurusan yang tercatat dalam sejarah gemilang diterapkannya sistem kekhilafaan.

Waalahu'alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak