Marak Pornografi, Buah dari Kebebasan Berekspresi
Oleh : Asma Dzatin Nithaqoin
Persoalan pornografi bukanlah masalah baru. Namun permasalahan ini telah mendarah daging, baik di kalangan dewasa, remaja, bahkan anak-anak tidak luput dari serangan pornografi. Aksesnya pun sangat mudah didapatkan.
Dilansir dari media cnbcindonesia.com, (16/6/24), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan, X atau dulunya Twitter, terancam diblokir dari Indonesia. Hal itu bisa dilakukan apabila masih menerapkan kebijakan kebebasan konten pornografi di Indonesia.
Selain itu, menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, Jumat (14/6), bahwa Indonesia siap menutup platform media sosial X jika platform itu tidak mematuhi peraturan yang melarang konten dewasa (voaindonesia.com 14/06/24).
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Nenden Sekar Arum menilai, pemblokiran media sosial X (Twitter) bukan solusi untuk menghentikan penyebaran konten pornografi di Indonesia. Nenden mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelumnya telah memblokir sejumlah platform digital dengan tujuan mengurangi konten pornografi. Namun, nyatanya tak berhasil. (Kompas.com, 16/06/24).
Bagi remaja, membuka situs-situs pornografi bukan lagi hal yang sulit. Sebab video-video pornografi berseliweran di media sosial, bahkan konten-konten kreator mempertontonkan tindakan bejat mereka di sosial media tanpa filter. Sehingga hal-hal yang berbau pornografi bagaikan santapan lezat remaja minim iman.
Bahkan mereka dengan gampangnya mengakses situs pornografi hingga mempraktekkannya melalui pacaran. Mirisnya lagi konten-konten seperti itu tidak ada teguran yang berarti dari para pemangku kekuasaan bahkan masyarakat pun menganggap hal itu biasa saja. Ada juga yang menganggap bahwa konten pornografi sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Anggapan ini dihasilkan oleh pemikiran dangkal sistem kapitalisme sekuler. Hal ini menjadi bukti rusaknya sistem kapitalisme.
Konten pornografi dibolehkan dalam platform X. Ini menunjukkan kebebasan perilaku menjadi nilai yang dibawa oleh X. Bahkan pornografi menjadi bisnis yang "menggiurkan" dalam pandangan kapitalisme. Sebab bagi sistem kapitalisme dimana ada peluang untuk mendapatlan keuntungan maka mereka akan terus melakukan produksi.
Wacana Indonesia untuk menutup platform ‘X’ tak akan mampu mencegah pornografi. Banyak pintu lain yang memberi celah bahkan membiarkan masuknya pornografi. Menutup salah satu platform bukanlah solusi untuk mencegah tersebarnya pornografi. Yang dibutuhkan adalah bagaimana usaha negara dalam menutup semua pintu pornografi. Namun itu mustahil dalam sistem demokrasi yang mengagungkan ide kebebasan berekspresi.
Sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam mengharamkan pornografi dan semua hal terkait. Sebab Islam menjadikan hukum yang diterapkan adalah syariat Islam. Islam akan menuntaskan persoalan pornografi dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Penerapan sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu-individu yang bertaqwa sehingga mereka akan menjauhkan diri dari kemaksiatan termasuk pornografi. Selain itu, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga masyarakat akan terjamin kesejahteraannya dan tidak akan mencari uang dengan cara yang diharam seperti pornografi.
Islam juga akan menerapkan sistem sanksi yang akan memberikan efek jera sehingga masyarakat akan berpikir ribuan kali untuk melakukan pelanggaran. Hanya dengan sistem Islam maka masyarakat akan mendapatkan keberkahan hidup dan akan terhindar dari berbagai kemaksiatan termasuk pornografi. Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar