Pelecehan Anak Berulang, Kapitalisme Menggerus Fitrah Ibu

 


Oleh:Ainayyah Nur Fauzih (Aktivis Dakwah Kampus)


Sungguh Memilukan. Kasus pembuatan video vulgar bersama anak kandung marak akhir-akhir ini. Dikutip dari laman liputan6.com, sejauh ini, total ada dua ibu muda yang ditetapkan sebagai tersangka. Adapun, mereka adalah AK (26) dan R (22).

Awalnya, seorang ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan melecehkan anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini, polisi menangkap ibu inisial AK (26), yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (news.detik.com, 09-06-2024)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan data Kemen PPPA, pada 2022, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia mencapai 9.588 kasus, meningkat drastis dari tahun sebelumnya (4.162 kasus).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengaku prihatin atas banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan orang tua terhadap anak kandungnya. Ternyata kasus ini bermotif ekonomi. Kepada polisi, tersangka mengaku nekat melakukan hal itu karena terpedaya iming-iming dari teman Facebook inisial IS.

Jika kita menilik, kasus pelecehan seksual terhadap anak didasari banyak aspek sehingga menjadikan kasus tersebut makin parah. Pertama adalah aspek sanksi yang tidak menjerakan. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar (Kompas, 6-1-2022). Hanya sekadar dipenjara, bahkan realisasinya bisa sangat ringan. Banyak kasus menguap begitu saja jika publik tidak mengawal ketat.

Kedua, buruknya pengaturan media massa. Pornografi-pornoaksi banyak berseliweran di internet dan siapa pun mudah saja mengakses konten porno melalui ponselnya.

Ketiga, buruknya sistem pendidikan. Peristiwa ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak individu berkepribadian Islam dan siap mengemban amanah sebagai ibu. Asas pendidikan keluarga begitu jauh dari agama (sekuler) sehingga output-nya adalah orang-orang yang mengabaikan agama, tidak peduli halal-haram, juga tidak takut neraka, apalagi mau merindukan surga. Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Uang menjadi pilihan saat kesejahteraan tidak menjadi prioritas Negara.

Sungguh, Sistem kapitalisme sekuler mematikan fitrah keibuan. Tidak hanya berdampak pada pendidikan dan perkembangan anak kandungnya sendiri, melainkan telah merusak moral dan mental para korban pelecehan seksual yang notabene masih dalam masa pertumbuhan yang sejatinya masih perlu mendapatkan pendidikan dan asuhan yang terbaik. Rasanya tidak ada kata yang bisa mengungkapkan kasus yang sangat menyayat hati ini. Kehidupan sekuler kapitalistik menjadikan hidup hanya mengejar materi, mendamba kesenangan dunia.

Padahal, sosok ibu memiliki peran yang sangat mulia. Betapa pengorbanan dan kasih sayang yang mengalir dari jiwa dan raganya begitu besarnya. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, hingga mendidik dan menjaga anak-anaknya. Begitulah kemuliaan seorang ibu yang akan berkontribusi melahirkan dari rahimnya para insan cemerlang.

Dalam Islam, peran perempuan dan ibu senantiasa sesuai fitrah penciptaannya. Terdapat pada sebuah HR Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, “Ya Rasulullah, kepada siapakah aku berbakti yang utama?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Rasul pun menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Rasul pun menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya kembali dan Rasul pun menjawab, “Kemudian ayahmu.”

Artinya, setiap manusia yang lahir ke dunia ini adalah karena kuasa Allah Taala yang diamanahkan melalui rahim seorang ibu, sosok perempuan yang diciptakan-Nya dengan segenap fitrah kelembutan dan kasih sayangnya.

Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis dalam mengatasi kejahatan seksual. Di antaranya pertama, lapisan preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yakni (1) mewajibkan perempuan menutup aurat dengan berhijab syar’i (kewajiban berjilbab dan berkerudung di ruang publik); (2) kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan; (3) karangan berkhalwat, tabaruj (berhias di hadapan nonmahram), dan berzina; (4) memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan (5) memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.

Kedua, lapisan kuratif, yaitu penanganan. Dalam hal ini, penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut. Hukum Islam sangat adil memberi ganjaran dan balasan pada pelaku maksiat.

Ketiga, lapisan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam sebagai standar perbuatan. Pendidikan Islam juga akan membentuk kepribadian Islam pada generasi. Alhasil, mereka menjadi generasi yang imannya kuat, pemikirannya matang, dan cakap akan ilmu dan amalnya. Laki-laki akan terdidik sebagai pemimpin masa depan dan calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Sementara itu, perempuan akan terdidik sebagai calon ibu yang memahami peran domestik dan publik.

Keempat, peran negara. Semua lapisan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai pelaksana dan penerap syariat secara kafah.

Negara bisa melakukan kontrol terhadap media serta propaganda yang mengajak pada kemaksiatan. Sudah menjadi tugas negara untuk menjaga generasi agar berkepribadian Islam serta mencegah mereka melakukan kemaksiatan, baik dalam skala individu maupun komunitas.

Islam memiliki paket lengkap dalam menyiapkan generasi cerdas, keluarga bertakwa, masyarakat terbina, dan negara yang me-riayah. Selama berabad-abad, sistem Islam terbukti berhasil membawa umat pada kemuliaan dan martabatnya yang hakiki sebagai khairu ummah.

Solusi komprehensif dari seluruh problematik saat ini, termasuk pelecehan seksual dan kemerosotan ekonomi hanyalah dengan mencampakkan sistem rusak nan merusak dan kembali pada sistem yang mampu menjamin penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni Islam, sistem yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Adil.
والله أعلم بالصواب

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak