PHK Tuai Masalah, Kesejahteraan dalam Kapitalisme Hanya Utopia


 

Oleh: Izzah Saifanah


Pemutusan hak kerja (PHK) menjadi permasalahan yang dihadapi banyak instansi usaha akhir-akhir ini, sebagaimana dikutip dari situs cnbcindonesia (13/6). Satu per satu pabrik industri padat karya, seperti tekstil, garmen, hingga alas kaki di Indonesia menghentikan operasionalnya, alias tutup. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak terelakkan lagi. Namun siapa sangka, bukan hanya buruh/pekerja saja yang terdampak oleh adanya fenomena PHK, melainkan warga di sekitar pabrik yang tutup itu pun turut terkena imbasnya.


Gelombang PHK sejalan dengan peningkatan jumlah pengangguran. Artinya, semakin banyak kepala keluarga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini akan mengancam tatanan sosial di masyarakat sebab tingkat kemiskinan yang tinggi dapat disertai dengan kriminalitas yang tinggi pula.


Penyebab terjadinya PHK tidak lain adalah sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Sistem ini membuat posisi pekerja melemah yakni hanya sekadar bagian dari faktor produksi. PHK menjadi salah satu bentuk efisiensi bagi perusahaan demi menekan biaya produksi. Mereka tidak peduli meski harus mengabaikan nasib pekerja dan menutup mata atas kesengsaraan mereka.


Berharap sejahtera dalam naungan sistem kapitalisme, hanyalah utopia. Sistem ini melahirkan kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan buruh. Lihat saja UU Cipta Kerja adalah bukti nyata regulasi yang mencekik buruh. Disahkannya kembali undang-undang ini menjadi bukti konkret bahwa regulasi yang ada senantiasa mengakomodasi kepentingan oligarki kapital.


Paradigma Islam memandang, pemimpin adalah pengurus urusan rakyatnya. Menjadi kewajiban dan tanggung jawab penguasa untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw, “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).


Di antara beberapa kebijakan yang diambil pemimpin dalam Islam untuk mengurus rakyat adalah sebagai berikut.


Pertama, menerapkan sistem keuangan Islam yang terpusat. Keuangan akan diatur oleh baitumal. Baitulmal mendapat pemasukan dari banyak pos, seperti jizyah, kharaj, fai, ganimah, pengelolaan SDA, dan sebagainya. Baitulmal akan mengatur pengeluaran, salah satunya memeberikan kepada rakyat berupa layanan pendidikan, kesehatan, dan segala macam fasilitas secara gratis. Selain itu, Baitulmal juga mempunyai pos khusus, yaitu pos zakat. Khalifah akan memberikan zakat ini kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat sampai mereka keluar dari golongan tersebut.


Kedua, membuka industri-industri padat karya atau industri alat berat untuk mendukung fatah ke luar negeri atau memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu, masyarakat akan tersedot untuk menjadi pekerjanya.


Ketiga, memberikan bantuan pinjaman atau modal tanpa riba untuk siapa saja yang membutuhkan modal. Dengan begitu masyarakat bisa memilih menjadi wiraswasta atau berdagang.


Keempat, menerapkan sistem pertanahan sesuai Islam. Salah satu aturannya adalah akan memberikan tanah bagi siapa saja yang mampu menghidupkan tanah mati tersebut. Kemudian, bagi siapa saja yang menelantarkan tanah selama tiga tahun, negara akan menariknya serta akan memberikan kepada orang lain. Tidak hanya itu, negara juga akan menyediakan perlengkapan pertanian secara murah dan mudah diperoleh dan akan mengembangkan pertanian secara ekstensifikasi dan intensifikasi. Jadi, para petani dapat bercocok tanam dengan tenang.


Kelima, menerapkan aturan Islam dalam masalah akad (ijarah), hingga mengangkat seseorang yang mampu menakar besarnya upah yang akan diperoleh para pekerja.

Demikianlah, semua kebijakan tadi akan menyelamatkan nasib karyawan dari terkena PHK. Sayangnya, kebijakan ini tidak bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme sekarang karena hanya berlaku dalam sistem Islam. Wallahualam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak