LEGALISASI ABORSI MENGAKIBATKAN BEBAN GANDA KORBAN PEMERKOSAAN
Oleh : Nurkamsiah.
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan.
Aborsi sendiri merupakan tindakan dalam dunia kesehatan yang dilakukan dalam keadaan darurat misalnya kehamilan yang membahayakan seperti kehamilan di luar kandungan atau kehamilan yang akan mengancam nyawa ibu hamil.
Namun akhir akhir ini praktik aborsi menjadi marak dilakulan seiring dengan semakin bebasnya pergaulan di kalangan anak muda serta meningkatnya kasus pemerkosaan.
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 dari 100 angka kelahiran hidup dan pelakunya rata rata wanita dengan usia 15 - 20 tahun dan berstatus single.
Ini adalah data yang tercatat atau terlapor. Yang tidak terlapor tentu tak kalah banyak, mengingat di indonesia sering ditemukan praktik aborsi ilegal. Dan adapula sebagian yang melakukannya sendiri dengan menggunakan obat penggugur tertentu atau makanan minuman yang dapat menyebabkan keguguran.
Aborsi banyak dilakukan oleh wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, misalnya, hamil dengan teman kencan (pacar) atau hamil karena pemerkosaan.
Maraknya pergaulan bebas mengahasilkan anak yang lahir di luar nikah, menurut data 50.000 anak menikah dini dan mayoritas karna hamil di luar nikah. Menurut data Komnas perempuan, permohonan dispensasi pernikahan dini meningkat 7 kali lipat dari tahun 2016 - 2021 yaitu mencapai 59.709 dan 80% diantaranya hamil di luar nikah. CNN.com
Sementara kasus kekerasan seksual (pemerkosaan) tak kalah banyak seperti dikutip dari laman kementrian pemberdayaan perempuan tahun 2024 sebanyak 15.170 kasus, 3.267 laki-laki dan 13.167 perempuan.
Dari maraknya kasus kekerasan seksual sehingga pemerintah dalam hal ini presiden Jokowi Widodo mengesahkan PP 28/2024 tentang Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, tentang Kesehatan (UU 17/2023) pada Jumat (26-7-2024). PP tersebut salah satunya mengatur tentang aborsi untuk korban pemerkosaan (kekerasan seksual) berikut syarat dan ketentuannya. Pengesahan PP tersebut untuk menghindari praktik aborsi ilegal.
Namun apakah dengan pengesahan PP tersebut betul akan memecahkan masalah kekerasan seksual atau malah menambah beban baru bagi para korban?
Kalau kita telaah lebih dalam terkait kasus kekerasan seksual, akan kita dapati bahwa latar belakang terjadinya kasus kekerasan seksual adalah karna adanya liberalisasi perilaku atau kebebasan berperilaku dimana seseorang diberikan kebebasan dalam bergaul tanpa pengaturan termasuk pergaulan dengan lawan jenis.
Sementara disisi lain, liberalisasi konten menjadi pemicu terjadinya kasus pemerkosaan mengingat saat ini kita berada di era digital yang sebagian waktunya dihabiskan di dunia maya.
Sehingga menurut Komnas perempuan kasus kasus yang muncul disebabkan karena maraknya penyebaran konten porno, peretasan, pemalsuan akun hingga grooming (pendekatan untuk memperdayai).
Memang sejak tahun terjadinya pandemi copid-19 dimana sebagian besar orang menghabiskan waktu di dalam rumah hingga kebanyakan waktunya dihabiskan di dunia maya termasuk media sosial, mereka yang merasa kesepian, atau bosan dengan kesendiriannya kemudian mencari teman via media sosial. Awalnya saling sapa, saling kenal hingga merencanakan pertemuan.
Bukankah beberapa kasus kekerasan seksual bermula dari media sosial? Sepanjang 2023 akun @perupadata mencatat sebanyak enam kasus remaja yang hilang setelah pergi dengan orang yang dikenalnya di media sosial dan berujung pemerkosaan.
Sehingga jika kita melihat sebab yang melatarbelakangi kasus kekerasan seksual, seharusnya yang perlu diperbaiki adalah penyebabnya, namun jika kita mengandalkan PP 28/2024 niscaya kasus kasus ini tidak akan berkurang atau bahkan justru akan bertambah. Pun disisi lain PP ini hanya akan memberikan beban ganda bagi para korban kekerasan seksual, menanggung malu karena telah hamil di luar nikah hingga efek traumatik dari kekerasan seksual yang dialaminya ditambah lagi dengan perasaan bersalah karena telah menggugurkan kandungannya yang bermakna merampas hak hidup seorang calon manusia, dimana calon manusia itu adalah darah dagingnya sendiri.
Dalam Islam sangat jelas keharaman melakukan aborsi tanpa alasan yang dibenarkan.
Allah berfirman :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’am [6]: 151).
Maka dari solusi yang didapatkan dari kasus kekerasan seksual ini memperlihatkan bahwa negara kita sedang terjadi krisis keamanan bagi perempuan.
Kita lihat di media sosial hari ini kaum perempuan diberikan kebebasan berekspresi melalui media sosial, mempertontonkan auratnya, berjoget ria, tanpa rasa malu.
Sementara disisi lain, pengajian pengajian dibatasi bahkan dihalang halangi, pematerinya dipersekusi, dan pesertanya dipropanganda dengan propaganda yang menyesatkan berupa paham sekuler libalisme, Padahal jika saja pengajian pengajian diberikan ruang di masyarakat tentu akan tercipta perempuan perempuan yang memiliki rasa malu serta ketakwaan yang kuat yang dapat membengtenginya dari kebebasan bergaul sehingga ia aman dari bahanya kekerasan seksual.
Adapun keluarga yang menjadi harapan terbentuknya generasi islami tak bisa lagi diharapkan, karena keluarga hari ini sudah jauh dari kategori keluarga islami, keluarga (orang tua ) hari ini telah terpapar pemahaman liberalisme sekuler sehingga kebebasan berperilaku anak dinormalisasi, bahkan ada sebagian orang tua yang justru khawatir jika anaknya aktif dalam kajian kajian islam, mengkhawatirkan anaknya jika berpakaian muslimah, atau mengkhawatirkan anaknya jika menjaga jarak dengan lawan jenisnya.
Maka dalam menangani kasus kekerasan seksual tidak cukup dengan perbaikan individu saja tapi dibutuhkan perbaikan masyarakat dengan memperbaiki pemahaman masyarakat serta dibutuhkan peraturan dalam mengatur masyarakat.
Islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk dalam hal pergaulan serta punya sanksi bagi pelaku kejahatan termasuk bagi pelaku kekerasan seksual dan juga pelaku aborsi.
Dalam hal kekerasan seksual hukum bagi pelaku kekerasan seksual seperti dikutip dari laman muslimah news disebutkan bahwa dalam kekerasan seksual berlaku dua jenis hukum.
Pertama, kekerasan seksual tanpa ancaman senjata. Kekerasan jenis ini dihukumi sama dengan zina maka sanksi yang berlaku atasnya sama dengan sanksi yang berlaku pada zina yaitu apabila belum menikah dihukumi cambuk 100 kali, dan jika sudah menikah dirajam sampai mati.
Korban pemerkosaan tidak dikenai hukuman had. Dalilnya adalah firman Allah Taala dalam QS Al-An’am (6) ayat 145, “Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan ia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ berpendapat, orang yang memerkosa seorang perempuan, selain dijatuhi hukuman had zina, juga mendapat sanksi tambahan, yaitu diharuskan membayar mahar kepada perempuan.
Imam Malik juga mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memerkosa seorang perempuan, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika perempuan tersebut adalah orang merdeka (bukan budak), pemerkosa wajib memberikan mahar kepada si perempuan.
Jika perempuan tersebut adalah budak, ia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak perempuan tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan perempuan yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.” (Al-Muwaththa’, 2: 734).
Yang kedua, pelaku pelecehan seksual dengan ancaman senjata, ini dihukumi sama dengan hukum bagi perampok, dalam Alquran Allah berfirman
"Sesungguhnya hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.( QS. Al Maida 33)”
Ibnu Abdil Bar mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan tindak pemerkosaan berhak mendapatkan hukuman had, jika terdapat bukti jelas yang mengharuskan ditegakkannya hukuman had, atau pelaku mengakui perbuatannya. Akan tetapi, jika tidak terdapat dua hal di atas, dia berhak mendapat hukuman (selain hukuman had).
Adapun terkait wanita korban, tidak ada hukuman untuknya jika dia benar-benar diperkosa dan dipaksa oleh pelaku. Hal ini bisa diketahui dengan teriakannya atau permintaan tolongnya.” (Al-Istidzkar, 7: 146).
Sementara hukum bagi pelaku aborsi adalah dengan membayar gurrah baik budak laki-laki atau budak perempuan.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata, “Rasulullah saw. telah menetapkan bagi janin seorang perempuan Bani Lihyan yang digugurkan dan kemudian meninggal dengan diat ghurrah, baik budak lelaki ataupun budak perempuan.”
Bentuk minimal janin yang digugurkan dan diwajibkan gurrah atasnya adalah jika janin yang digugurkan sudah berbentuk manusia. Jika pengguguran janin dilakukan sebelum peniupan ruh tapi sudah melewati 40 hari sejak masa kehamilan maka hukumnya juga haram.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika nutfah (zigot) telah berlalu 42 malam, Allah akan mengutus padanya seorang malaikat. Maka malaikat itu akan membentuknya, mencipta pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, apakah (dia Engkau tetapkan menjadi) laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah memberi keputusan.’” Dalam riwayat yang lain disebutkan empat puluh malam (arba’ina lailatan).
Islam telah memberikan solusi tuntas atas kasus kekerasan seksual maupun aborsi, hukum sanksi yang berlaku diberikan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan menghindari orang lain melakukannya serta sebagai penghapus dosa bagi para pelaku, dengan ini kasus kasus dalam masyarakat akan diminimalisir atau bahkan tidak ada, dalam penerapannya pun tidak ada kecurangan, nepotisme ataupun tebang pilih karna peraturan yang berlaku berasaskan Alquran dan Sunnah serta asasnya adalah akidah Islam.
Dan semua ini hanya bisa diberlakukan jika kita hidup dalam sistem Islam atau negara yang mengadopsi ideologi Islam sebagai ideologi negara.
Wallahu a'lam bissawab.
Komentar
Posting Komentar