TANPA JUNNAH (PERISAI) UMAT ISLAM SENANTIASA TERANIAYA
Oleh : Mial, A.Md.T (Aktivis Muslimah)
Serangan pesawat nirawak atau drone terhadap warga rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk keluarga dengan anak-anak. Kemudian perahu yang mengangkut pengungsi rohingya, anggota minoritas muslim yang mengalami penganiayaan parah di Myanmar, juga tenggelam di sungai Naf. (VOAIndonesia; 10/08/2024)
Hari ini lebih dari 75 tahun Palestina dijajah Zion*s. Kaum muslim diusir, dijajah, dibantai, dan dibunuh secara membabi buta. Sejak Oktober 2023, serangan militer Zion*s telah menewaskan sedikitnya 39.699 orang. Terbaru, Zion*s menyerang sebuah sekolah yang menampung pengungsi Palestina pada Sabtu (10-8-2024) dengan jumlah korban tewas sebanyak 90 orang. (VOAIndonesia; 10/08/2024)
Di belahan bumi lainnya, kondisi muslim Rohingya tidak jauh berbeda. Mereka terusir dari tanah kelahiran dan teraniaya di tangan militer Myanmar. Jika diam di tempat asalnya, mereka dibantai. Ketika meninggalkan negerinya, mereka terkatung-katung di tengah lautan dan terintimidasi di tempat pengungsian. Setidaknya 150 warga sipil dari minoritas muslim Rohingya di Myanmar diperkirakan tewas minggu ini dalam serangan artileri dan pesawat takberawak di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Di tengah ancaman genosida yang menimpa umat Islam, Barat hanya membisu. Di satu sisi Barat menyerukan perdamaian dunia, tetapi di sisi lain mereka mendiamkan perlakuan Myanmar terhadap Rohingya dan membiarkan Zion*s terus menyerang Palestina. Kalaupun mereka peduli, itu sebatas formalitas dalam wujud kecaman dan kutukan saja.
Lihatlah, di tengah pembantaian yang gila itu, AS mengucurkan bantuan senilai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp55,8 triliun untuk memperkuat persenjataan dan peralatan militer Zion*s. Departemen Luar Negeri AS menyampaikan, Kongres telah menyetujui alokasi bantuan terhadap Zion*s selama aksi genosida ke Palestina.
Dunia sebenarnya sudah mengetahui pelaku genosida yang sesungguhnya dan menjadi pemasok persenjataan militer Zion*s. Inilah standar ganda Barat. Terhadap persoalan umat Islam, mereka banyak menyalahi jargon yang mereka buat sendiri, di antaranya:
Pertama, Barat mengeklaim sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi itu tidak berlaku bagi kaum muslim. Sebagai contoh, muslim Palestina dan Rohingya masih terpenjara dan tertindas. Hak hidup mereka sebagai manusia tereliminasi dengan penganiayaan, pengusiran, dan penjajahan tiada henti.
Kedua, Barat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, tetapi membungkam kritik terhadap Zion*s dan pembelaan terhadap Palestina. Beberapa waktu lalu konten-konten berisi pembelaan terhadap Palestina dan kritik terhadap Zion*s diblokir di beberapa aplikasi media sosial.
Ketiga, inkonsistensi reaksi Barat terhadap pembunuhan warga sipil. Kemunafikan Barat terlihat tatkala mereka menanggapi pembunuhan warga sipil Palestina. Tidak ada evakuasi dan bantuan militer untuk Palestina. Bantuan-bantuan kemanusiaan ditahan dan digunakan sebagai alat tawar-menawar politik. Lalu, bagaimana dengan Rohingya? Tidak ada sanksi tegas untuk Myanmar. Barat hanya memberikan mandat kepada UNHCR (komisioner PBB yang mengurusi pengungsi) sebatas berkepentingan membantu menyediakan tempat tinggal sementara di negeri yang disinggahi para pengungsi.
Adapun Palestina, Barat sengaja memelihara eksistensi Zion*s untuk menjaga kepentingan AS di kawasan Timur Tengah. Berdirinya negara Zion*s yang dilegitimasi oleh PBB pada 1948 adalah bukti bahwa Zion*s memang dibentuk untuk mengamankan kepentingan Barat di kawasan tersebut.
Teraniaya Tanpa Junnah
Di bawah naungan Khilafah, lebih dari 400 tahun tiga agama (Islam, Nasrani, dan Yahudi) hidup damai di Palestina. Sebelum virus Zion*s menyerang, Palestina benar-benar menjadi negeri yang diberkahi. Malapetaka itu datang ketika ide mendirikan negara untuk Yahudi muncul dalam pikiran Theodor Herzl, sang pendiri gerakan zion*sme sekaligus penggagas berdirinya Isra*l.
Ketiadaan Khilafah membuat umat Islam terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara. Negeri-negeri muslim hanya mendoakan dan mengirimkan bantuan sosial dan kemanusiaan, padahal di masing-masing negeri muslim itu terhimpun kekuatan militer yang sangat besar. Namun, apa daya, sekat-sekat nasionalisme telah menjadi tembok penghalang terbesar bagi terwujudnya persatuan umat Islam di bawah komando khalifah.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya. Jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika ia memerintahkan selain itu, ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Imam atau khalifah tidak sama dengan sebutan presiden, perdana menteri, raja, atau sejenisnya. Imam atau khalifah adalah istilah syar’i yang bertolak belakang dengan istilah pemimpin dalam sistem demokrasi, parlementer, ataupun monarki. Imam atau khalifah menerapkan sistem Islam kafah.
Kehadiran imam atau khalifah bagi kaum muslim sangat penting dan genting. Penting karena ia akan menjadi perisai yang melindungi kaum muslim dari berbagai gangguan. Genting karena khalifah dengan institusi Khilafah akan membebaskan negeri-negeri Islam yang terjajah kembali ke pangkuan Islam.
Mari becermin pada dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. dalam perjuangan beliau mendirikan Daulah Islam pertama di Madinah di antaranya:
Pertama, Rasulullah melakukan pembinaan intensif kepada para sahabat dan orang-orang yang masuk Islam di rumah Arqam bin Abi Arqam. Tahap tatsqif (pembinaan) secara intensif harus terus dilakukan agar menghasilkan individu berkepribadian Islam yang tangguh selayaknya para sahabat yang dibina langsung oleh Rasulullah saw. Inilah langkah yang harus dilakukan kelompok dakwah atau organisasi Islam dalam membentuk ketakwaan individu dengan keimanan yang mengkristal.
Kedua, Rasulullah melakukan interaksi ke masyarakat dan menjelaskan Islam secara gamblang ke penduduk Makkah. Setelah Allah Swt. memerintahkan Rasulullah agar menyampaikan ajaran-Nya secara terang-terangan, beliau mulai memublikasikan kegiatan dakwah secara terbuka di hadapan pemimpin, para pembesar Quraisy, dan masyarakat Makkah.
Selama tahapan ini pula, para pendakwah akan menghadapi berbagai tantangan dan ujian, seperti diskriminasi, intimidasi, persekusi, celaan, dan tuduhan-tuduhan negatif.
Ketiga, Rasulullah saw. mendirikan Daulah Islam di Madinah setelah masyarakat Madinah siap menerima dan menyerahkan kekuasaannya kepada beliau. Ini mencerminkan bahwa tegaknya sistem Islam akan makin mudah ketika masyarakat sudah memiliki kesadaran Islam yang menyeluruh sehingga mereka memahami bahwa sistem hari ini sudah rusak dan harus diubah dengan sistem Islam sebagai solusi hakiki.
Kehadiran kelompok dakwah berideologi Islam wajib ada di tengah-tengah umat. Mereka senantiasa konsisten berdakwah membangun kesadaran umat dan menjelaskan kerusakan ideologi kapitalisme demokrasi. Dengan kesadaran ini, kaum muslim sendirilah yang kemudian menginginkan tegaknya Khilafah dalam kehidupan mereka. Hanya Khilafah negara yang mampu menandingi kekuatan musuh Islam demi menjaga martabat dan kemuliaan Islam dan kaum muslim. Dengan Khilafah, tidak ada lagi umat yang tertindas, terancam kelaparan, terbelakang, dan terjajah.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar