Mengungkap Keseriusan Negara dalam Menjamin Kebutuhan Gizi Generasi



Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi)

Presiden Prabowo Subianto merasa"Gelisah" karena masih banyak anak yang belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, bahwa butuh anggaran mencapai Rp 100 triliun untuk memberi makan gratis ke 82,9 juta penerima manfaat.

Hal ini disampaikan Dadan setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jumat (17/1/2025). Rapat membahas terkait Program MBG. cnbcindonesia.com.

Di tengah problem pendanaan program MBG, muncul usulan dari ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamuddin agar dana zakat dapat dilibatkan dalam program MBG. 

Belum reda polemik mengenai usulan pakai dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis, kini, Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin kembali melontarkan usulan baru, yakni memanfaatkan duit koruptor untuk mendukung program unggulan tersebut.

VIVA.co.id

Mirisnya, belum usai negara memecah problem pendanaan ini, muncul masalah makanan MBG yang tidak berkualitas bahkan membahayakan siswa. 

Diketahui, sejumlah siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo mengalami keracunan pada Kamis (16/1/2025) setelah menyantap makanan dalam program MBG.

Sebelum keracunan, para siswa tersebut mengaku mencium bau basi dari ayam tepung yang menjadi lauk bersama nasi putih, sayur cah wortel tahu, buah naga, dan susu. Tirto.id.


Program MBG Memperkuat Profil Pemimpin Populis


Semua problem dalam program MBG adalah sejatinya menunjukkan bahwa negara tidak becus mengurus rakyat. Kebijakan ini juga pada dasarnya tidak menyentuh akar masalah banyaknya generasi yang belum terpenuhi kebutuhan gizinya dan tingginya kasus stunting. Bahkan, program MBG yang problematik diduga kuat bukan didedikasikan untuk kepentingan rakyat tetapi proyek pencitraan yang ujung-ujungnya akan membebani rakyat. Pasalnya, saat program ini berjalan, sangat tampak belum direncanakan secara matang. Tak ayal, masyarakat menduga bahwa kebijakan MBG ini seolah hanya dijadikan sebagai alat kampanye untuk menarik suara rakyat dan terbukti justru menguntungkan korporasi. Maka, semakin nyata program ini disebut sebagai program populis. Pemimpin dalam sistem kapitalisme memang hanya diposisikan sebagai regulator. Kebijakan bukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan rakyat bahkan hanya untuk memenuhi kepentingan oligarki yang memiliki peran besar pada tampuk kekuasaan yang dimiliki penguasa saat ini. 

Alhasil negara sangat jauh dari peran utamanya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Termasuk dalam menjamin kebutuhan gizi generasi dan pencegahan stunting anak. Kepemimpinan yang berasaskan sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan adalah penyebab utamanya. Kepemimpinan yang membebaskan manusia mengatur kehidupan sesuai akal dan hawa nafsunya. Kezaliman dan ketidakadilan pun tak terhindarkan. Rakyat dipaksa membayar berbagai macam pajak. Namun rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan hidup. Kebijakan yang katanya mampu menyelesaikan masalah gizi generasi dengan berbagai alasan tidak mampu terwujud. 


Kepemimpinan Islam Menjamin Kebutuhan Gizi Generasi


Sungguh hanya kepemimpinan islam di bawah institusi Khilafah yang mampu menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme sesuai syariat Islam. Mekanisme ini akan menjauhkan anak dari problem stunting dan disaat yang sama semua rakyat terpenuhi kebutuhan gizinya. Apalagi diketahui, bahwa salah satu politik negara Khilafah sebagaimana tuntunan syariat adalah menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya termasuk kebutuhan pangan baik kuantitas maupun kualitas. 

Mekanisme pertama yang ditempuh negara adalah memerintahkan setiap laki-laki atau kepala keluarga agar bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Dalam hal ini, negara wajib menyediakan lapangan kerja untuk rakyat baik dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, penyediaan lapangan kerja secara luas mutlak dilakukan oleh negara. Sebab dalam Islam, Sumber Daya Alam berupa air, padang rumput dan api adalah kepemilikan umum atau rakyat yang pengelolaannya wajib dilakukan negara bukan swasta demi kesejahteraan rakyat. Pengelolaan sumber daya alam ini akan membuka industri-industri dalam jumlah yang banyak yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Para pencari nafkah pun tidak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Sedangkan, secara tidak langsung negara harus menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif. 

Jika individu itu tetap tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya, berikutnya kepada Baitul mal yakni kepala negara. 

Selain itu, negara wajib membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umum. Departemen ini akan menjaga kualitas pangan yang beredar di tengah masyarakat. Negara akan mengoptimalkan produksi pangan dalam negeri dengan mengaktifkan pertanian, perkebunan perikanan dan sebagainya. Negara membangun infrastruktur yang memadai sehingga rakyat mudah menekuni pekerjaan yang mendorong terwujudnya kedaulatan pangan. Islam juga menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan, pendidikan, kesehatan dan keamanan mutlak dijamin oleh negara. Pemenuhan atas tiga pelayanan itu diberikan langsung oleh negara kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali. Sehingga pendapatan per keluarga benar-benar bisa dialokasikan secara optimal untuk kebutuhan pokok termasuk dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Negara tidak boleh menyerahkan pengurusan urusan rakyat ini kepada pihak swasta. Khilafah juga akan melibatkan para pakar dalam membuat kebijakan, baik terkait pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Khilafah memiliki dana besar yang bersumber dari Baitul maal Khilafah. Untuk mewujudkan semua kebijakan pengurusan rakyat yang berkualitas, hanya bisa diwujudkan melalui penerapan aturan Islam secara kaffah di bawah institusi Khilafah yang mampu mewujudkan gizi generasi demi lahirnya generasi pembangun peradaban mulia.


Wallahu a'lam bish shawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak