Cengkraman Korporasi dalam Kasus Pagar Laut
Oleh : Haura (Pegiat Literasi)
Polemik Pagar laut masih terus bergulir. Paska ditemukannya pagar sepanjang 30 KM di laut Tangerang muncul berbagai kasus pagar laut di daerah lain seperti Bekasi, Subang, Sidoarjo, Pamekasan, Sumenep, Lampung dan mungkin saja pantai di daerah lain pun ada yang dipagari namun belum terjamah oleh berita atau pun media sosial.
Sebelum kasus pagar laut viral, tidak ada satu pun yang berani mengungkap baik pejabat kelurahan setempat, Lembaga atau Kementerian sekalipun diketahui bahwa pagar laut tersebut illegal.
Berawal dari kelompok nelayan tradisional yang mengadu ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten karena menemukan deretan pagar bambu di perairan Kabupaten Tangerang yang menyulitkan mereka melaut serta rasa cemas pagar dan petak-petak itu didirikan untuk proyek reklamasi. Akhirnya kasus pagar laut pun terungkap setelah aduan tersebut diabaikan dan dilaporkan ke ombudsman.
Meskipun terkesan lamban akhirnya Pemerintah berupaya mengungkap kasus drama pagar laut tersebut. Namun hingga kini siapa dibalik pembangunan pagar laut masih belum terungkap, Banyak masyarakat penasaran dan terus menunggu hasil investigasi yang dilakukan pemerintah dalam menindak para pelaku.
Bareskrim Polri menyatakan ada dugaan keterlibatan dari pegawai kementerian dan lembaga terkait di kasus pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hak Milik (SHM) wilayah pagar laut Tangerang.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan dalam kasus ini Kepala Desa Kohod Arsin selaku terlapor membuat surat palsu dengan dicetak dan ditandatangani sendiri.
Surat palsu itulah yang kemudian digunakan oleh Kepala Desa Kohod dan lainnya untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. cnnindonesia.com
Bareskrim menemukan unsur dugaan tindak pidana untuk selanjutnya melakukan pemeriksaan saksi hingga pengumpulan alat bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.Temuan tersebut belumlah final, masyarakat butuh waktu lama untuk mengetahui otak pembangunan pagar laut.
Kasus ini sebagaimana penjualan area pesisir laut di berbagai pulau menunjukkan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan atau dikenal dengan istilah korporatokrasi. Padahal tampak jelas dalam Undang-Undang bahwa kekayaan alam harus dikuasi negara untuk seluas-luasnya kepentingan rakyat.
Namun nyatanya negara kalah dengan korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan aparat negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat, bekerja sama melanggar hukum negara sehingga membawa kemadharatan bagi rakyat dan mengancam kedaulatan negara.
Prinsip Liberalisme dalam ekonomi kapitalisme melahirkan aturan yang berpihak pada oligarki dan membuka peluang terjadinya korporatokrasi padahal seharusnya negara berfungsi sebagai penanggung jawab dan perisai bagi rakyat mampu melindungi kedaulatan negara dari segenap gangguan yang mengancam ketenangan, keamanan dan kesejahteraan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam. Berpijak pada hukum syariat, Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (perisai) bagi rakyat. Sistem Islam memiliki konsep ekonomi yang melindungi kepemilikian lengkap dengan pengelolaannya, baik berkaitan dengan kepemilikan individu, kepemilikan umum maupun kepemilikan negara.
Laut merupakan kekayaan alam, salah satu kepemilikan umum menjadi sumber kekuatan negara untuk kemakmuran rakyat yang wajib dijaga agar tidak dikuasai oleh korporasi. Negara mengerahkan segenap kemampuan menjaga harta rakyat melalui aturan dan komitmen aparatnya. Sebab Islam dengan tegas melarang menyentuh harta rakyat ataupun memfasilitasi pihak lain mengambil harta rakyat.
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum. Islam memandang semua sama dihadapan hukum, jika terbukti melangar sekalipun individu yang memiliki kekuatan finansial pasti akan ditindak sebagaimana hukum syara tetapkan. Wallaahu a'lam bi ash-Shawwab.
Komentar
Posting Komentar