Kebijakan Menteri ESDM bukan Solusi LPG Langka


 

Oleh : Sri Idayani

Aktivis Dakwah


Jakarta, - Dalam sepekan terakhir, gas elpiji atau LPG 3 kilogram mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Berdasarkan pantauan di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram, stok gas melon subsidi itu sudah langka sejak seminggu terakhir. Pemilik pangkalan gas LPg 3 kilogram Merry (56) mengatakan, kelangkaan ini karena stok yang diberikan agen terbatas, kemudian diperparah oleh masa libur panjang Isra Mi'raj dan Imlek, yang menghambat proses pendistribusian gas ke pangkalan-pangkalan, (Jum'at, 30 Januari 2025)


Kelangkaan gas LPG 3 kilogram yang terjadi bukan hanya sekedar masa libur yang panjang, yang mengakibatkan macetnya pendistribusian. Sebab pendistribusian dari agen ke pangkalan gas itu juga sudah punya jadwalnya tersendiri dan memiliki kuotanya masing-masing. Kelangkaan ini terjadi karena perubahan peraturan yang ingin diterapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Sejumlah wilayah di Indonesia mulai merasakan gas elpiji 3 kilogram langka di pasaran. Lantas apa penyebab gas elpiji 3 kilogram langka? Diketahui, per 1 Februari 2025, pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kilogram. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pengecer yang ingin tetap menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina, (Minggu, 2 Februari 2025).


Kebijakan inilah yang menjadi penyebab kelangkaan gas LPG 3 kilogram di masyarakat. Para pengecer di larang menjual gas LPG 3 kilogram. Masyarakat di minta untuk langsung membeli gas LPG 3 kilogram di pangkalan gas yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Jika pengecer ingin tetap menjual gas LPG 3 kilogram, mereka harus mendaftar nomor induk perusahaan terlebih dahulu melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB). 


Setelah pengecer beralih menjadi pangkalan gas, apakah masalah terselesaikan? Justru hal ini membawa masalah baru. Tidak semua pengecer dengan mudahnya bisa beralih menjadi pangkalan, sebab terkendala biaya. Untuk menjadi pangkalan gas diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pangkalan gas juga harus mencapai target penjualan tertentu karena para agen sudah memiliki jadwal untuk mensuplai lagi gas LPG 3 kilogram ke pangkalan. Tidak mungkin pangkalan gas menimbun gas LPG dalam jumlah banyak.


Pangkalan gas LPG 3 kilogram yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) hanya dapat di miliki oleh mereka para pemilik modal. Pengecer yang bermodal minim tentu sulit mendapatkannya, mereka yang hanya menjual gas LPG 3 kilogram dengan jumlah tabung kurang dari 20 buah. Bagaimana mereka ingin bersaing dengan distributor besar.


Pengecer gas yang hampir ada di setiap warung atau kedai yang tersebar di tiap-tiap dusun, seharusnya memudahkan masyarakat dalam mengakses pembeliannya. Sebab pangkalan gas yang tersedia di setiap desa bisa hanya 2 atau 3 pangkalan saja. Sedangkan jumlahnya tidak sesuai dengan banyaknya masyarakat yang tersebar di desa tersebut. Memang benar harga gas LPG di pangkalan lebih murah dari pada yang di jual pengecer. Namun dengan jarak tempuh yang harus dilalui untuk membeli sedangkan masyarakat kebanyakan hanya memiliki 1 tabung, saat sedang memasak gasnya habis. Tentu hal-hal seperti ini yang akhirnya menyulitkan masyarakat, maka mereka memilih membeli pada pengecer yang jaraknya dekat dengan rumah.


Pemerintah memang sedang berupaya agar gas LPG bersubsidi ini tepat sasaran. Karena kenyataannya mereka yang mampu juga ikut menggunakan gas melon ini. Hal ini di picu juga oleh sulitnya mendapatkan gas yang tidak bersubsidi, jika pun ada jaraknya juga jauh. Jika pemerintah ingin gas bersubsidi tepat sasaran, maka harus di perhatikan juga untuk yang menggunakan gas tidak bersubsidi.


Pendistribusian gas yang dapat di jangkau masyarakat dengan mudah merupakan tanggung jawab negara. Negara bertanggung jawab penuh agar masyarakat dapat mengakses kebutuhannya, salah satunya adalah gas. Migas atau minyak dan gas bumi merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Migas juga bagian dari SDA yang mestinya dapat di peroleh dengan murah bahkan gratis.


Dalam sistem Islam SDA merupakan harta kepemilikan umum yang mana hasilnya diperuntukan bagi masyarakat. Negara hanya berperan untuk mengelolah dan menyalurkannya pada masyarakat. Jika kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi dan ada kelebihan maka akan di ekspor dan hasil penjualannya akan masuk ke Baitul Mal. Maka masyarakat akan mendapat migas secara gratis.


Tidak seperti saat ini SDA hanya dikuasi oleh para korporasi dan oligarki mulai dari bahan mentahnya sampai yang sudah jadi. Negara hanya berperan sebagai regulator untuk memudahkan urusan para korporasi dan oligarki.


wallahu a'lam bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak