Kecelakaan Transportasi Abainya Penjagaan Keamanan!
Oleh : Wiwik Afrah,S.Pd (Aktivis Muslimah)
Tabrakan beruntun enam kendaraan di gerbang tol Ciawi di Bogor, Jawa Barat, menewaskan total delapan orang dan 11 lainnya luka-luka pada Rabu (05/02) dini hari. Puluhan kecelakaan transportasi, baik di darat maupun di laut, terjadi sebulan terakhir yang menimbulkan kerugian materi hingga hilang nyawa. Di antaranya kecelakaan beruntun di jalan tol Cikampek – Purwakarta – Padalarang (Cipularang) arah Bandung KM 97+200 diduga disebabkan oleh truk bermuatan yang gagal menanjak. Kemudian bus pariwisata mengalami kecelakaan maut di Kota Batu, Jawa Timur, diduga mengalami rem blong sehingga menabrak sebelas kendaraan lainnya menyebabkan empat orang meninggal dunia dan belasan luka-luka. Kecelakaan yang terjadi di laut antara lain, kapal jenis long boat yang dilaporkan mengalami kecelakaan dengan enam orang berhasil diselamatkan dan dua orang dinyatakan hilang. Terdapat pula kapal barang KM Rahman yang mengangkut Bahan Bakar Minyak (BMM) untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) ke Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo (TNK), Manggarai Barat, NTT, mengalami insiden tenggelam di perairan Labuan Bajo pada Sabtu, (18-1-2025). Akibat dihantam ombak dan angin kencang, kemudi kapal patah dan kapal terbalik.
Pemerhati kebijakan publik Iin Eka Setiawati menyatakan, berulangnya kecelakaan transportasi, baik transportasi orang maupun barang, membuktikan buruknya riayah atau pelayanan pemerintah kepada rakyat. “Pemerintah lalai memberikan jaminan keselamatan transportasi,” ujarnya kapada MNews, Ahad (2-2-2025). Sementara itu, sesalnya, aparat menganalisis penyebab kecelakaan sering kali hanya terfokus pada human error, seperti kesalahan supir, kelelahan, atau pengaruh alkohol tanpa melihat penyebab sistemisnya. Menurut Iin, pangkal penyebab berulangnya kecelakaan transportasi bukan hanya faktor human error ataupun mekanik, melainkan juga pada penyebab sistemis, yaitu tata kelola transportasi yang berlandaskan pada sistem kapitalisme. “Dalam sudut pandang kapitalisme sangat penting untuk memisahkan fungsi regulator dan operator (pelaksana). Pemerintah pun hanya berperan sebagai regulator. Peran pemerintah di bidang ekonomi pada aspek pengaturan (regulasi), pengawasan (monitoring), dan penegakan hukum (law enforcement) saja,” urainya.
Pemikiran ini, ungkapnya, menetapkan bahwa pemerintah melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat. “Pemerintah bukan pelayan rakyat, melainkan pelayan operator,” ucapnya. Iin menerangkan, transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan harusnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Oleh karena itu, sambungnya, masalah transportasi memerlukan perhatian khusus dari pemerintah. “Perhatian khusus tersebut berupa tata kelola yang sahih yang seharusnya bersumber dari sistem yang sahih, yaitu sistem Islam yang berasal dari Allah Swt., Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan,” ucapnya
Ia menguraikan, terdapat prinsip yang harus dijalankan pemerintah dalam tata kelola transportasi menurut Islam. “Pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab langsung untuk memenuhi hajat publik, khususnya urusan pemenuhan kebutuhan transportasi sebagaimana sabda Rasul saw. riwayat Al-Bukhari, ‘Pemerintah adalah raa’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.’,” jelasnya.
Dalam hal ini, ujarnya, pemerintah menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan transportasi. “Ini tidak mungkin dipenuhi oleh operator karena operator bukanlah pihak yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyat sehingga tidak dapat diharapkan realisasi jaminan itu dari operator,” bebernya. Prinsip selanjutnya, ia menerangkan, pemerintah menyediakan moda transportasi beserta kelengkapannya yang terbaik bagi masyarakat dengan prinsip pelayanan, yaitu sebagai penanggung jawab dan pelindung (raa’in dan junnah). “Dengan prinsip ini, pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaru dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga tidak terjadi dharar (mencelakakan atau membahayakan-penj.),” tuturnya. Ia mengutip hadis riwayat Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daraquthni, “Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada membahayakan/memudharatkan (baik diri sendiri maupun orang lain).”
Penyediaan moda transportasi dan kelengkapannya ini pun, tambahnya, tidak diserahkan kepada operator yang hanya berhitung untung rugi sehingga dapat dipastikan operator tidak akan mampu memenuhi hal ini. “Apalagi, dengan anggaran yang bersifat mutlak meniscayakan pemerintah memiliki kemampuan mengatasi pembiayaan transportasi untuk publik sehingga dharar dapat dicegah,” ulasnya. Beberapa prinsip tersebut, jelas Iin, harus ditopang oleh fungsi negara yang sahih, yakni sebagai raa’in dan junnah. “Ditambah keseluruhan sistem kehidupan Islam yang hanya serasi dengan kedua fungsi sahih tersebut, khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam,” terangnya. Oleh karena itu, tata kelola transportasi yang ideal bagi pemenuhan hajat hidup publik yang menjamin keselamatan masyarakat hanyalah akan terwujud dalam sistem kehidupan Islam, yakni Khilafah Islam,” ucapnya.
Wallahu ‘alam bisshowab
Komentar
Posting Komentar