Ambisi Trump dan Wajah Asli Kapitalisme
Oleh. Mila Al Fath
(Aktivis Dakwah)
Pernyataan Trump tersebut ditolak
mentah-mentah oleh Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas. Rashq menegaskan
bahwa Gaza bukanlah properti untuk diperjualbelikan, melainkan bagian integral
dari tanah Palestina dan kaum muslim akan mencegah rencana Trump tersebut.
Sadar atau tidak, ucapan Trump
seolah mengajak perang terbuka kepada penduduk Palestina dan seluruh umat
Islam. Sebab tanah Palestina adalah milik kaum muslim. Ambisi Trump seharusnya
membuka mata seluruh dunia siapa pelaku teroris yang sebenarnya. AS yang selalu
menggambarkan Islam sebagai ideologi terorisme justru bertindak sebagai penebar
teror sejati di abad 21 ini. AS beserta Israel terbukti telah bersikap otoriter
dan melalukan praktik pembersihan etnis terhadap penduduk asli Palestina.
Bahkan, tak hanya kaum muslim yang menjadi korban, kebijakan Trump telah
menyeret AS ke arah otoritarianisme dan ekspansi kolonial dengan menganjurkan
pemindahan seluruh penduduk asli Palestina, tanpa terkecuali.
Sejatinya kekuasaan dan keserakahan
Trump yang mengeklaim kepemilikan Jalur Gaza menjadi alarm bahaya bagi AS
sendiri. Akhirnya, dunia tahu bahwa selama ini AS adalah pihak yang paling
bertanggung jawab terhadap kondisi Gaza karena telah mendukung secara penuh
entitas penjajah Yahudi Zionis.
Aturan Mahkamah Internasional yang
berfungsi untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa antar negara, ternyata
latah menghadapi seorang Trump. Di mana penegakkan HAM ketika seorang pemimpin
negara dengan mudahnya mengusir penduduk asli sebuah wilayah yang sah? Tatanan
hukum internasional sebenarnya telah hancur jika Mahkamah Internasional beserta
PBB mendiamkan ambisi Trump tersebut.
Bukankah kehancuran Gaza akibat ulah
agresor Israel dan bukan diakibatkan oleh bencana alam? Maka yang harus
dilakukan adalah memberi sanksi tegas kepada penjajah, bukan justru mengusir penduduk
yang terjajah. Sikap Trump sejatinya telah menunjukkan wajah asli imperialisme
AS. Sikap Trump tersebut telah menunjukkan kedudukan AS dan sekutunya sebagai
negara kafir yang memusuhi Islam.
Respons PBB
Sekali lagi, pihak PBB merespons
ketidakadilan dan bentuk pelanggaran Trump dengan “hanya” mengecam. Jubir PBB
Stephane Dujarric menegaskan bahwa gagasan Trump untuk mendeportasi penduduk
Gaza merupakan pelanggaran hukum internasional dan mengusulkan solusi dua
negara untuk masalah pelik ini. Kecaman tanpa tindakan nyata ini selalu
dilontarkan jika melihat invasi negeri-negeri kafir kepada kaum muslim.
Tak ubahnya pejabat PBB, kecaman
serupa juga mencuat dari pemerintah Arab Saudi, Yordania, Mesir, Inggris,
Brazil, Irlandia, Jerman, Prancis, Spanyol hingga Rusia. Alasannya, tindakan
Trump berkontribusi pada konsolidasi pendudukan, perampasan tanah, dan
pembentukan pemukiman kolonial di Gaza. Jelas ini melanggar hukum
internasional. (tribunnews.com, 11-2-2025)
Sejatinya, respons tersebut hanya
sebatas retorika politik sebagai topeng untuk menyembunyikan keberpihakan
mereka dalam melanggengkan hegemoni AS dan sekutunya. Pada hakikatnya, seluruh
negeri-negeri muslim tidak ada yang menjadikan Islam sebagai ideologi sehingga
menjadikan mereka berada dalam cengkeraman ideologi kapitalisme. Akibat politik
luar negeri ini, penguasa negeri-negeri muslim menjadi tidak independen dan
berdikari. Alhasil, kecaman dan sikap penguasa negeri-negeri muslim tidak akan
membawa dampak signifikan pada dunia.
Kecaman tidak mampu membawa pengaruh
dan perubahan sikap para penjajah. Kecaman tidak memiliki power untuk
menghentikan kezaliman dan ketidakadilan AS dan Israel atas penduduk Gaza.
Kecaman hanya menjadi bukti tidak beraninya penguasa negeri muslim membela hak
warga Palestina.
Tidak Boleh Dibiarkan!
Ketidakadilan ini harus dilawan
dengan tegas! Seluruh kaum muslim tidak boleh diam melihat kesombongan dan
agresi AS dan Israel. Sadarlah, penguasa negeri-negeri muslim beserta
tentaranya merupakan kekuatan yang dapat membebaskan Palestina dari penjajahan.
Bangunlah wahai kaum muslim! Pernyataan dan ambisi sepihak Trump sejatinya hanya
bisa dibungkam melalui jihad fisabilillah.
Diamnya kaum muslim, khususnya para
pemimpin negeri-negeri muslim merupakan dosa besar. Kita harus mengambil posisi
yang benar dan tepat sebagaimana syariat Islam.
“Jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam urusan (pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.”
(QS. Al-Anfal ayat 72)
Penolakan atas ambisi Trump tidak
bisa dilawan hanya dengan bantuan materiil dan moril, apalagi sebatas kecaman
semata. Penjajahan yang dialami penduduk Palestina butuh solusi nyata, yakni
jihad fi sabilillah. Jihad adalah serangan balasan yang pantas dan setimpal
bagi agresor Israel dan sekutunya. Melalui penerapan hukum Islam secara kaffah
dalam bingkai negara (Khilafah) maka metode jihad tidak hanya mampu memukul
mundur penjajah, tetapi juga dapat mewujudkan perdamaian dunia.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]
Komentar
Posting Komentar