Gencatan Senjata di Gaza
Oleh : Wiwik Afrah (Aktivis Muslimah)
Mengutip Al-Jazeera (16-1-2025) terdapat tiga tahap perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza yang dimulai 19 Januari 2025. Tahap pertama, gencatan senjata berlangsung selama 42 hari dan disepakati bahwa kedua belah pihak akan menghentikan sementara operasi militer bersama dan pasukan pendudukan Zion*s akan mundur ke arah timur dan menjauh dari daerah berpenduduk. Aktivitas udara Zion*s untuk tujuan militer dan pengintaian akan dihentikan sementara di Jalur Gaza selama sepuluh jam sehari dan 12 jam pada hari-hari pembebasan tahanan dan tawanan. Zion*s secara bertahap akan mengurangi pasukannya. Pada hari ketujuh sejak berlakunya perjanjian, kendaraan akan diizinkan kembali setelah diperiksa oleh perusahaan swasta yang ditentukan oleh para mediator dengan pihak Zion*s, berdasarkan mekanisme yang disepakati.
Tahap kedua akan berlangsung selama 42 hari dengan kesepakatan bahwa deklarasi pemulihan ketenangan secara berkelanjutan. Ini mencakup penghentian permanen operasi militer, aktivitas permusuhan, dan dimulainya kembali pertukaran tahanan antara kedua belah pihak, termasuk semua pria Zion*s yang masih hidup dengan imbalan sejumlah tahanan palestina yang disepakati di penjara pendudukan. Selain itu, pasukan pendudukan Zion*s akan menarik diri sepenuhnya dari Jalur Gaza . Tahap ketiga akan berlangsung selama 42 hari dan disepakati bahwa pertukaran jenazah dan sisa-sisa jenazah yang ditahan oleh kedua belah pihak setelah mereka sampai dan teridentifikasi. Kemudian memulai pelaksanaan rencana rekonstruksi Jalur Gaza selama periode 3 hingga 5 tahun, termasuk rumah, bangunan sipil, dan infrastruktur, selain memberikan kompensasi kepada semua yang terkena dampak, di bawah pengawasan sejumlah negara dan organisasi yang mensponsori perjanjian tersebut. Juga membuka semua jalur penyeberangan dan mengizinkan pergerakan bebas orang dan barang.
Perjanjian gencatan senjata Gaza masih berlangsung, tetapi tentara Zion*s tetap melakukan serangan mematikan dengan menghalangi ketentuan utama protokol kemanusiaan, khususnya masuknya rumah mobil dan peralatan berat ke jalur tersebut. Dalam serangan itu, tiga polisi Palestina tewas saat mereka bekerja mengamankan masuknya truk bantuan ke Jalur Gaza. Di tengah situasi pelanggaran seperti itu, Presiden AS Donald Trump, justru terus-menerus mengulang pernyataan dan obsesinya mengambil alih Gaza untuk merekonstruksi dan membangunnya menjadi “Riviera Timur Tengah”, setelah memukimkan (mengusir) warga Palestina ke negara-negara regional. Trump telah memicu kemarahan global ketika ia mengusulkan agar AS “mengambil alih Jalur Gaza” dengan memindahkan secara permanen 2,4 juta penduduk Gaza ke negara tetangga, Mesir dan Yordania. Pembangunan kembali Jalur Gaza ditaksir memakan waktu tiga hingga lima tahun dengan biaya lebih dari US$53 miliar atau Rp856 triliun. Usulan itu diajukan selama kunjungan Perdana Menteri Entitas Yahudi, Netanyahu ke Washington, seraya menegaskan pernyataannya dengan mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk “membeli dan memiliki” Gaza dan akan meningkatkan tekanan pada Yordania dan Mesir.
Menyikapi ambisi AS tersebut, di London, lebih dari 150.000 orang turun ke jalan dalam unjuk rasa solidaritas yang diselenggarakan oleh koalisi kelompok hak asasi. Mereka memprotes upaya AS dan Zion*s untuk menggusur paksa warga Gaza. Pawai itu melibatkan keluarga, aktivis, mahasiswa, dan pemimpin agama. Ini merupakan salah satu demonstrasi terbesar dalam beberapa bulan terakhir, yang mencerminkan kemarahan global yang meningkat atas agresi Israel yang sedang berlangsung dan keterlibatan Barat, khususnya AS. Di sisi lain, meskipun negara-negara Arab, termasuk Indonesia mengaku mengecam dan menolak ambisi AS tersebut, namun pada faktanya kecaman mereka hanya sekadar retorika dan basa-basi. Pada hakikatnya, negara mereka tersandera secara politik, militer, dan ekonomi.
Ibarat benalu, Zion*s Yahudi tumbuh menumpang dan mengisap tanah Palestina yang ditumpanginya. Ia parasit bagi muslim Palestina. Ia tumbuh subur berkat bantuan dan dukungan total AS. Jika benalu ini terus dibiarkan, ia akan bertambah banyak dan menyebabkan Palestina hancur dan pada akhirnya punah dicaplok Zion*s Yahudi. Dukungan penuh AS terhadap Zion*s Yahudi sejatinya telah membuka borok AS. Negara yang menyebut dirinya polisi dunia dan antiteror itu nyatanya menjadi negara pendukung utama teroris seperti Zion*s Yahudi. Lantas, mengapa kaum muslim dunia masih saja berharap pada PBB yang notabene disetir AS?
Untuk membersihkan Zion*s Yahudi dari Palestina, kaum muslim harus berani mengambil langkah konkret dan taktis :
Pertama, jangan lagi berharap pada lembaga dunia seperti PBB. Hadirnya PBB tidak berpengaruh pada nasib Palestina. Dewan Keamanan PBB mandul karena peran sentral AS di lembaga tersebut. Sebagai contoh, keanggotaan Indonesia sebagai anggota DK PBB tidak berimplikasi apa pun terhadap perilaku Zion*s Yahudi yang makin biadab. Hanya kutukan dan kecaman yang nyaring dibunyikan, tetapi minim hasil. Zion*s Yahudi bergeming. AS tutup mata dan telinga.
Kedua, menyeret Zion*s Yahudi ke Mahkamah Internasional atas kejahatan kemanusiaan adalah hal yang mustahil. Dukungan AS menjadi alasannya. Ia tidak akan membiarkan golden boy-nya diadili. Hal itu tampak dari keputusan AS yang tidak lagi memandang ilegal keberadaan Zion*s Yahudi yang menjajah dan merampas tanah milik kaum muslim Palestina. Dari masa ke masa dukungan AS kepada Zion*s Yahudi tidak akan berubah meski berganti presiden.
Ketiga, two state solution dan diplomasi bukanlah solusi. Membagi dua tanah untuk Palestina dan Zion*s Yahudi adalah bentuk pengkhianatan. Palestina adalah tanah kharajiyah yang diperoleh dengan darah dan air mata kaum muslim, selamanya akan menjadi milik kaum muslim. Sementara itu, Zion*s Yahudi hanyalah entitas parasit yang menumpang hidup di Palestina. Menghadapi Zion*s Yahudi bukanlah dengan diplomasi atau duduk manis berdiskusi. Mereka hanya bisa dibasmi dengan memeranginya.
Keempat, persatuan kaum muslim harus diwujudkan. Palestina adalah ujian ikatan akidah. Palestina adalah cobaan ukhuwah islamiah. Ukhuwah itu tidak tampak tatkala nation state telah mengerat tubuh kaum muslim menjadi puluhan negara. Negara bangsa inilah yang membuat Liga Arab sulit melawan Zion*s Yahudi meski mereka mendukung Palestina. Namun, dukungan itu bagai lip service semata.
Telah banyak kesepakatan dan perundingan yang dilakukan, tetapi tidak mengubah sikap bebal Zion*s Yahudi. Meski berkali-kali Israel melanggar hukum dan konsensus internasional, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang berani memerangi Zion*s Yahudi secara terang-terangan. Dukungan terhadap Palestina hanya berkutat pada kecaman, bantuan makanan dan obat-obatan, solidaritas, serta kemanusiaan. Palestina membutuhkan lebih dari itu. Pembebasan tanah Palestina dengan pengiriman tentara dan kehidupan yang tenang dan sejahtera, itulah yang paling Palestina butuhkan.
Negara-negara yang secara nyata sebagai penyerang aktif (memerangi negeri muslim) seperti (Israel) misalnya, harus diperlakukan dalam kondisi perang sebagai dasar untuk semua tindakan. Negara tersebut diperlakukan seolah-olah dalam perang aktif dengan kita, baik ada gencatan senjata (hudnah) maupun tidak. Seluruh warganya dilarang memasuki wilayah negara (Daulah Islam). Dalilnya adalah jihad, berupa perintah untuk memerangi kekufuran, yakni . QS At – Taubah 123:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang berada di dekat kalian, dan hendaklah mereka mendapati kekerasan dari kalian, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa
Dengan negara-negara agressor ini tidak boleh (ada) perdamaian permanen, atau penghentian perang atau gencatan senjata permanen, sebab itu artinya mengabaikan jihad. Sedangkan jihad akan terus berlangsung hingga hari kiamat. Adapun perdamaian sementara dgn negara-negara agressor dan penghentian perang sementara waktu, maka akan ditinjau: Jika negara yang sedang berperang dengan kita memiliki wilayah yang bukan wilayah Islam yang menjadi dasar keberadaannya, maka boleh dilakukan perdamaian dengan gencatan senjata sementara, yaitu menghentikan keadaan perang dengan mereka untuk jangka waktu tertentu, jika penghentian tersebut menguntungkan Islam dan umat Muslim, serta dengan syarat-syarat yang disetujui oleh syariat. Dalilnya adalah perjanjian Hudaibiyah, yang terjadi antara negara Islam, yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah, dan negara Quraisy yang memiliki wilayah yang belum ditaklukkan oleh Islam, yaitu wilayah yang bukan wilayah Islam. Namun, jika negara yang sedang berperang dengan kita, seluruh keberadaannya didirikan di atas tanah Islam, yaitu tidak mencakup wilayah yang belum ditaklukkan oleh umat Islam, seperti Israel, negara Yahudi yang merampas Palestina, maka tidak diperbolehkan melakukan perdamaian dengan negara tersebut. Karena pendirian negara ini adalah batal secara syar'i, dan perdamaian dengannya berarti menyerahkan tanah Islam, yang tentu saja haram dan dosa besar dalam Islam. Oleh karena itu, keadaan perang harus terus berlanjut dengan negara tersebut, baik ada atau tidaknya gencatan senjata yang disepakati oleh penguasa yang tidak sah di negeri-negeri Muslim. Oleh karena itu, setiap perdamaian dengan negara Yahudi, meskipun hanya sebidang tanah, adalah haram secara syar'i, karena mereka adalah penjajah dan agresor, dan seluruh keberadaan negara mereka berdiri di atas tanah Muslim. Perdamaian dengan mereka berarti menyerahkan tanah Islam kepada mereka, memberi mereka kesempatan untuk memilikinya dan menguasai umat Muslim di dalamnya. Hal ini tidak diperbolehkan secara syar'i. Islam mewajibkan seluruh umat Muslim untuk memerangi mereka, mengirimkan pasukan mereka untuk berperang, mengumpulkan semua yang mampu menjadi tentara, dan terus berjuang hingga negara Yahudi dihancurkan dan tanah umat Muslim dibebaskan darinya.
Islam telah mengharamkan penindasan, perampasan, pembunuhan, dan segala bentuk kezaliman. Allah Taala telah menjelaskan di dalam QS Al-Maidah ayat 32, “Siapapun yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.”
Masalah Palestina adalah masalah kaum muslim. Tidak boleh ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah tersebut kepada pihak lain. Apalagi kepada perampok dan penjajah seperti Zion*s Yahudi. Oleh karena itu, sikap seharusnya terhadap mereka yang telah merampas tanah Palestina adalah sebagaimana yang telah Allah Swt. perintahkan, yakni perangi dan usir! “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, menghinakan mereka, serta akan menolong kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum mukmin.” (TQS At-Taubah [9]: 14).
Khilafah akan menyerukan jihad semesta dan mengusir mereka dari tiap jengkal negeri muslim.Khilafah juga akan selalu bersiaga memenuhi seruan Allah dalam QS Al-Anfal ayat 39, “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah semata.” Alhasil, hanya Khilafah yang bisa membungkam kesombongan Zion*s dan keserakahan AS beserta antek-anteknya, sekaligus menghentikan segala bentuk penjajahan dan penindasan atas dunia.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar