Penutupan Kelab Malam Selama Bulan Ramadan, Bukti Negara Makin Sekuler

 



Oleh. Mila Ummu Muthiah

(Aktivis Perempuan)

 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan terkait operasional tempat hiburan malam selama Ramadan dan perayaan Idulfitri 1446 Hijriah. Dalam ketentuan ini, sejumlah tempat hiburan dilarang beroperasi. Meski demikian, tempat karaoke dan permainan biliar tidak termasuk dalam larangan tersebut.

 

Aturan tersebut tertuang dalam Pengumuman Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah atau 2025 Masehi.

 

Dalam Surat Edaran (SE) ini, sejumlah jenis tempat hiburan yang wajib tutup selama Ramadan hingga Idulfitri adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, arena permainan ketangkasan untuk orang dewasa, serta bar atau rumah minum. (Suara.com, 28-2-2025)

 

Ramadan merupakan bulan suci bagi umat Islam, sehingga pemerintah membuat kebijakan menutup tempat hiburan malam di berbagai daerah di Indonesia. Namun, jika kita cermati, kebijakan ini sejatinya merupakan upaya sekularisasi yang merendahkan dan merusak nilai-nilai ajaran Islam sebab kelab malam seharusnya tidak boleh ada di negeri muslim. Kebijakan ini bukan hanya terkesan temporer, tetapi juga menunjukkan kurangnya pemahaman tentang substansi syariat Islam.

 

Tak bisa dimungkiri jika industri hiburan merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dan tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Proses infiltrasi budaya Barat ke dalam pola pikir generasi muda, berjalan dengan sangat masif melalui fenomena menjamurnya tempat hiburan malam yang menampilkan berbagai kemaksiatan dan pelanggaran syariat Islam.

 

Fenomena seperti kelab malam, lokalisasi pelacuran, tempat perjudian, serta tayangan film dan berita hiburan yang merusak, secara sistematis telah merusak pola pikir dan pola sikap kaum muslim. Budaya yang menekankan kesenangan syahwat akhirnya menggeser nilai-nilai spiritual. Dampak negatif dari kondisi ini luar biasa. Banyak kaum muslim menjadi materialistis, konsumtif, dan makin menjauh dari nilai-nilai agama.

 

Alhasil, merebaknya tempat hiburan malam menyebabkan banyak kaum muslim terjerumus dalam kemaksiatan yang ekstrem, seperti mabuk-mabukan, perzinaan, kehamilan di luar nikah, penyalahgunaan narkoba, tawuran, geng motor, dan kriminalitas yang makin marak. Inilah sinyal betapa besar kontribusi industri hiburan terhadap melemahnya kualitas iman dan kepribadian Islam generasi muda muslim, hingga memandulkan potensi dan semangat mereka sebagai agen perubahan dan kebangkitan Islam.

 

Kebijakan penutupan tempat hiburan malam selama Ramadan yang diterapkan oleh sejumlah daerah di Indonesia sesungguhnya justru menciptakan ketakpastian dan memicu pro-kontra di masyarakat. Menutup tempat kemaksiatan hanya selama bulan suci dan mengizinkannya kembali di luar bulan Ramadan, akhirnya menciptakan ironi.

 

Kebijakan ini sejatinya menunjukkan sikap merendahkan ajaran Islam dan menampakkan sikap hipokrit yang merusak akhlak dan kepribadian Islam umat. Kebijakan ini pun justru mencerminkan normalisasi kemaksiatan di masyarakat atas nama kebebasan beragama dan menegaskan bahwa bangsa ini makin mendekati sekularisme sejati.

 

Dalam Islam, hiburan diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah saw. juga terlibat dalam kegiatan hiburan yang dibolehkan, seperti lomba lari dan berkuda, tetapi harus dilakukan dengan bijak tanpa menyampingkan kewajiban agama.

 

Menurut Imam Asy-Syathibi, “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah selama tidak terdapat sesuatu yang terlarang.” Allah juga mengingatkan agar kita tidak terjebak oleh kesenangan duniawi, sebagaimana firman-Nya, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau….” (QS Al-An’am: 32).

 

Hiburan itu mubah, asalkan tidak menyalahi syariat dan tidak dilakukan terus-menerus hingga melalaikan kewajiban agama. Oleh karena itu, negara harus mengatur hiburan yang mubah ini agar pelaksanaannya tidak melanggar syariat, hingga mengancam akidah dan kepribadian Islam di tengah masyarakat.

 

Dalam Islam, tempat hiburan yang mengandung kemaksiatan dan kemungkaran tidak boleh ada, baik untuk orang muslim maupun nonmuslim. Allah Swt. berfirman, dalam Surah Al-Baqarah ayat 168,

 

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

 

"Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah: 168)

 

Jika Khilafah sudah tegak, maka pemerintahan Islam akan mengatur dan mengawasi tempat-tempat hiburan agar tidak mengandung kemaksiatan dan kemungkaran. Ini berlaku untuk semua warga negara, baik muslim maupun nonmuslim.

 

Dalam Khilafah, wilayah dengan lingkungan umat nonmuslim tidak akan diperbolehkan memiliki tempat hiburan yang mengandung kemaksiatan dan kemungkaran. Namun, mereka tetap dapat menikmati hiburan yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak mengganggu ketertiban umum.

Wallahu a’lam.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak