Takaran Minyak Kita dikurangi, Rakyat makin merugi!


Oleh ; Aisyah, S.E (Aktivis Dakwah)

Angkat tangan disini yang muak dengan satu persatu kelicikan koruptor di negeri ini? Saking banyaknya sampai dibuatkan liga koruptor loh!! Ngeri banget korupsi Indonesia.

Yang lagi rame ini adalah minyak kita yang kena imbas kerakusan korporat, harga tetap tapi takaran tak sampai ukuran sebenarnya. 

Polri mendalami kerugian yang dialami masyarakat akibat kasus pengurangan takaran MinyaKita kemasan botol ukuran 1 liter. Hal ini disampaikan usai mengungkap distributor MinyaKita tak sesuai takaran di PT Artha Eka Global Asia di Sukamaju, Cilodong, Depok, Jawa Barat(Tribunnews, 11/3/2025)

Minyak kita merupakan merek Minyak goreng yang bersubsidi yang didistribusikan untuk masyarakat yang kurang mampu saat melonjaknya harga minyak.

Sejauh ini belum diketahui total kerugian masyarakat yang konsumsi minyak goreng merek Minyak Kita. Hal ini benar-benar menambah deretan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang tidak bertindak tegas untuk mengatasi berbagai permasalahan yang merugikan rakyat.

Hal ini lumrah saja terjadi, karena sistem ekonomi kapitalis jadi pilarnya. Sistem ekonomi kapitalis memperbolehkan tindakan ekonomi secara bebas kepada individu untuk meraup untung sebesar-besarnya. So, wajar banget kalau pengurangan takaran minyak goreng bisa terjadi, bahkan berlangsung sudah lama. Seketika vidio takaran minyak satu liter hanya 750 ml viral di sosial media, dan pemerintah baru mengetahui dan berusaha ambil tindakan. Pertanyaan nya apakah akan ada solusi tuntas, atau seperti kasus-kasus penanganan korupsi lainnya yang mangkrak?

Saya percaya, netizen Budiman sudah tau jawabannya kan!?

Apalagi selain bidang ekonomi yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, negara pun menerapkan secara total dalam mengatur negara. Hukum/aturan berasal dari manusia, yups bener banget dari akal manusia yang terbatas dan lemah, sering khilaf dan buat aturan sesuai pesanan oligarki atau korporat. Beginilah watak kekonyolan sistem Kapitalis Sekuler, mereka tidak memandang halal haram, maupun baik buruk berdasarkan standar syariat Islam. Padahal negeri ini mayoritas penduduk muslim.

Solusi nya apa dong?

Islam memberikan solusi segala problematika umat, kuncinya adalah negara harus menerapkan seluruh aturan Allah dalam mengurus urusan negara, masyarakat dan individu.

Penerapan aturan Islam oleh negara bukan sesuatu yang baru, peradaban Islam pernah berjaya 13 abad lamanya, pemimpin mengatur dengan hukum Syara'.

Dalam kasus takaran yang merugikan orang lain, dan parahnya kerugian nya sangat besar. Pemimpin (Khalifah) akan menerapkan hukum Allah dalam sanksi yang dibebankan kepada pelaku agar tidak terjadi kembali kecurangan yang serupa.

Allah membinasakan dan menghancurkan kaum Syu’aib dikarenakan mereka berbuat curang dalam takaran dan timbangan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 508).

Jelas aturan yang digunakan bersumber dari Al-Qur'an dan hadis nabi, jadi setiap masalah umat wajib diselesaikan dengan dalil sumber hukum Islam.

Jelas yah bedanya, kalau sistem sekuler kapitalis, aturan dibuat oleh manusia, sedangkan dalam Islam aturan dibuat oleh Allah Sang Maha Pencipta dan Pengatur.

Pada zaman Rasulullah dimana negara Islam pertama berdiri di Madinah, Rasulullah menjadi kepala negara, dan beliau sendiri yang melakukan penertiban di pasar agar tidak terjadi kecurangan. Lambat laun tercipta satu lembaga khusus bernama Hisbah yang berwenang menertibkan hal-hal yang menggangu kepentingan masyarakat dan melakukan peradilan. 

Ada 2 kondisi, pertama dimana  ketika melihat kondisi yang masih bisa ditegur langsung maka diterapkan amar makruf nahi mungkar, menegur pedagang yang ketahuan curang. Kalau misalnya kecurangan nya lebih kompleks maka akan dibawa ke peradilan dan hukumannya akan diputuskan oleh hakim. Hukuman yang diberi akan memberikan efek jera sekaligus penebus dosa. Sehingga tidak akan ada kejadian serupa yang akan terjadi lagi.

Wallahu'alam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak