Teror Berulang, Bukti Kegagalan Kapitalisme Sekularisme
(Aktivis Dakwah)
“Terornya cukup
intens dari mulai Agustus, September, kemudian belakangan ini sudah terjadi
dengan adanya pengiriman bangkai babi dan tikus dan dilanjutkan beberapa
ancaman yang lain,” kata Sri Suparyati dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM,
Menteng, Jakarta Pusat. (News.detik.com, 27/3/2025).
Kejadian ini
menjadi bukti bahwa teror terus terulang di negeri ini. Aksi teror terjadi
dalam berbagai bentuk. Mulai teror individu, teror yang terorganisir dalam
kelompok, bahkan mengatasnamakan organisasi atau perusahaan. Teror dilakukan
kepada orang yang telah mengganggu kepentingannya terkait kebijakan, pembuatan undang-undang
bahkan menjadi semacam sindikat atau mafia.
Teror ini
dilakukan dalam bentuk intimidasi atau kekerasan. Hal ini mengakibatkan dampak
yang besar bagi masyarakat terkhusus korbannya, yaitu syok, terancam, depresi,
merasa tidak aman, was-was, takut, bahkan sampai bunuh diri.
Faktor Penyebab
Banyaknya kasus
teror terhadap masyarakat tidak lain akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekularisme.
Sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan, dan ini menjadikan ketakwaan
individu menipis sehingga tidak memiliki rasa takut ketika melakukan sesuatu
yang bisa berakibat fatal bagi orang lain.
Faktor ekonomi, ketiadaan
lapangan pekerjaan atau gaji yang diterima pekerja masih rendah mengakibatkan
sulit memenuhi kebutuhan hidup sementara tuntunan biaya hidup semakin tinggi,
akhirnya pilihan yang diambil adalah meneror atau melakukan tindakan kriminal.
Sebagian pakar mengatakan UU TNI
sifatnya antara lain masih berbicara
terkait kesejahteraan misalnya perpanjangan usia pensiun, penempatan militer
aktif di jabatan sipil, karena di sipil uangnya lebih banyak.
Adanya anggapan,
bahwa keberadaan teror yang berulang ditengah-tengah masyarakat karena pelaku
dilindungi, dipelihara (oknum) aparat maupun pejabat. Kesan melindungi dan
melakukan pembiaran itu terlihat dari lambannya menangani kasus, kalaupun
tertangani pelakunya lama ditemukan bahkan kasusnya tenggelam begitu saja tanpa
ditemukan pelakunya. Atau setelah ditemukan pun pelakunya teridentifikasi gila.
Teror juga
merupakan bentuk pembungkaman kepada media maupun rakyat, agar tidak kritis
terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Kita tahun bahwa UU TNI
melahirkan pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat. Hal ini menimbulkan
gejolak serta penolakan baik dari akademisi, para pakar dan masyarakat.
Peran negara dalam
sistem kapitalisme sekularisme minim bahkan mengecewakan, respons pejabat istana soal teror juga bukannya menenangkan justru
menyakiti hati rakyat. Bukannya memberikan solusi, yang ada justru memperkeruh
masalah. Bahkan terkesan mereka menganggap remeh apa yang dianggap rakyat
meresahkan. Lihat saja ketika teror kepala babi, pihak istana hanya disuruh
masak. Pemerintah sangat tidak solutif terhadap masalah rakyat, padahal mereka
menduduki jabatan, digaji tidak lain untuk menyelesaikan masalah rakyat.
Sistem hukum di
negeri ini juga tidak bisa memberikan efek jerah terhadap pelaku, bahkan kadang-kadang
pelaku tidak tersentuh hukum karena ada yang lindungi. Hukum dalam sistem
kapitalisme sekularisme bisa diperjual belikan.
Syariat Islam Menghilangkan Teror
Syariah Islam
yang bersumber dari wahyu Allah Zat yang Maha Sempurna memiliki seperangkat
aturan sistemik yang diterapkan secara utuh, teror akan bisa diminimalisasi
bahkan bisa dihilangkan.
Islam
mewajibkan penguasa untuk membina ketakwaan individu, masyarakat. Dengan
keimanan dan ketakwaan yang senantiasa dipupuk maka dalam diri individu dan masyarakat
terbentuk kontrol diri yang kuat dan bisa menjadi benteng menghalangi melakukan
aksi teror.
Islam juga
mewajibkan negara untuk menyiapkan lapangan kerja kepada seluruh rakyat yang
memiliki kemampuan. Dengan membangun berbagai proyek ekonomi dan Pembangunan
dengan menetapkan kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum berupa tambang,
migas, hutan dan lainnya, harus dikelola oleh negara dan hasilnya kembalikan
kepada rakyat secara gratis.
Islam akan
menjamin distribusi harta di tengah masyarakat secara adil dan merata. Sehingga
tidak terjadi kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Dan harta tidak berputar
hanya pada orang kaya saja.
Keamanan
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam negara Islam, yang disebut sebagai
kebutuhan pokok maka negara wajib memenuhinya sebagaimana kebutuhan pokok yang
lain yaitu sadang, pangan, papan, pendidikan, Kesehatan dan sebagainya.
Di dalam Negara
bila terjadi perselisihan terkait gaji atau upah maka urusan ini diserahkan
kepada para Khubara’ (para pakar) yang dipilih kedua belah pihak yaitu
ajir (pekerja) dan musta’jir (pemberi kerja), jika tidak ditemukan titik
sepakat maka urusannya diambil alih oleh peradilan Islam, yang mengangkat khubara’jabran
(khubara’ yang keputusannya wajib ditaati oleh kedua belah pihak).
Nabi saw.
bersabda:
“Seorang muslim
tidak halal meneror muslim yang lain.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan
al-Baihaqi)
Siapa saja
meneror, mengintimidasi atau mengancam orang lain merupakan tindakan kejahatan
yang haram hukumnya, yang bersangkutan layak dijatuhi sanksi berupa ta’zir,
bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad qodhi.
Jika teror
menyebabkan cacat fisik maka di dalamnya terdapat ketentuan diyat, jika sampai
membunuh dengan sengaja maka sangsinya qishash. Kecuali jika ahli waris
korban memaafkan maka pelaku harus membayar diyat.
Sanksi-sanksi hukum
ini akan membuat jerah pelaku dan mencegah orang lain melakukan tindak
kejahatan serupa karena hukumannya akan diumumkan, pelaku akan diarak dan
masyarakat diwajibkan untuk menonton hukuman tersebut.
Hanya dengan
diterapkannya syariat Islam secara sempurna dalam bingkai Khilafah akan bisa
mengatasi teror, intimidasi atau ancaman. Wallahu a’lam.[]
Komentar
Posting Komentar