MALAPETAKA BESAR "INDONESIA PASAR NARKOBA"!!!

Oleh ; Mial, A.Md.T (Aktivis Muslimah)

Dengan kejelasan haramnya narkoba, negara tidak boleh berkompromi dengan segala hal yang diharamkan syariat, apa pun bentuk dan jenisnya. Upaya memberantas narkoba harus dilakukan dengan solusi sistemis, yaitu upaya pencegahan dan penindakan yang efektif. 

#Fokus 

#Generasi 

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Memberangus narkoba hingga ke akarnya rupanya membutuhkan upaya yang sangat keras bagi negeri ini. Pada 16 Mei 2025 TNI AL melalui Lanal Tanjung Balai Karimun berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 705 kilogram (kg) dan kokain seberat 1,2 ton yang berusaha memasuki perairan Indonesia melalui Selat Durian, Kepulauan Riau. Panglima Komando Armada I Laksda Fauzi menjelaskan terdapat lima pelaku WNA asal Thailand dan Myanmar yang membawa barang tersebut.

Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau juga berhasil mengungkap kasus penyelundupan sabu seberat 17,37 kg dari luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui wilayah Riau. Dalam pengungkapan ini, satu dari empat tersangka yang ditangkap merupakan narapidana (napi) berinisial MN yang diduga berperan sebagai pengendali peredaran barang haram tersebut.

Sebelumnya, pada April 2025 Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran narkotika jenis sabu di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Sebanyak 10 kg sabu disita. Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan potensi nilai transaksi belanja narkoba di Indonesia mencapai Rp524 triliun per tahun. Tentu fakta mencengangkan ini sangat mengancam keberlangsungan hidup masyarakat, terutama generasi muda yang menjadi target empuk para bandar narkoba.

Data dari Pusiknas Polri menunjukkan bahwa jumlah kasus narkoba pada 2024 mengalami fluktuasi signifikan setiap bulannya. Selama lima tahun terakhir, jumlah terlapor kasus narkoba menunjukkan tren peningkatan. Pada 2020 terdapat 31.358 kasus dan pada periode Januari—November 2024 meningkat menjadi 53.672 kasus. Berdasarkan data BNN 2024, Kepala BNN Marthinus Hukom mengungkapkan, sebanyak 3,33 juta orang menyalahgunakan narkotika di Indonesia.

Meski ada upaya intensif dari aparat dan BNN untuk memberantas narkoba di Indonesia, ancaman narkoba tetap menjadi persoalan serius yang tidak bisa disepelekan atau hanya diselesaikan secara parsial. Dibutuhkan upaya dan solusi sistemis untuk menyelesaikannya.

Sulit Diberantas

Harapan memberantas narkoba dengan tuntas terlihat makin berat dengan penyelundupan barang haram berton-ton tersebut masuk ke Indonesia. Membayangkannya saja sudah membuat kita ngeri jika ribuan kg barang selundupan narkoba itu sampai ke tangan bandar, pengedar, hingga pengguna. Peredarannya meluas, pemakainya makin bebas, bandarnya tidak kalah beringas.

Aparat sudah bergerak, lembaga terkait seperti BNN, intelijen, dan lainnya pun sudah melakukan upaya untuk mencegah narkoba beredar luas. Mereka juga berupaya menangkap para gembong dan bos-bos besar narkoba dengan berbagai cara. Namun, kasus narkoba dari tahun ke tahun tidak ada habisnya. Setidaknya beberapa alasan berikut menjadi faktor penyebab narkoba sulit diberantas.

Pertama, narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Indonesia merupakan salah satu negara target utama pasar bisnis narkoba. Sebagaimana prinsip penawaran dan permintaan dalam ekonomi kapitalisme, ketika permintaan barang meningkat, pengadaan stok barang akan meningkat pula. Dalam kacamata kapitalisme, narkoba adalah barang yang bernilai ekonomi. Alhasil, transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung selama permintaan terhadap narkoba meningkat. Peningkatan ini akan selalu beririsan dengan jumlah pengguna, pengedar, dan bandar narkoba.

Kedua, sistem kehidupan sekuler menjadikan tujuan hidup hanya berkutat pada kepuasan meraih materi sebanyak-banyaknya. Sistem ini mendorong perilaku gaya hidup hedonistik dan konsumtif. Tatkala kesenangan dan kebahagiaan materi yang ingin diraih, segala cara dilakukan demi tujuan tersebut meski dengan cara haram. Di sisi lain, gaya hidup liberal membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk mencari materi dan kesenangan melalui jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, bahkan produsen barang haram semisal narkoba.

Ditambah, jika seseorang dihadapkan pada kesempitan ekonomi dan keresahan hidup, narkoba kerap menjadi solusi instan. Bagaimana tidak, seorang kurir paket narkoba saja bisa menerima upah hingga Rp20 juta sekali antar. Tidak aneh jika setiap tahun banyak bermunculan wajah baru pecandu dan pengedar narkoba. Indikasi ini bisa kita saksikan dari para pelaku kejahatan narkoba yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga, pelajar, artis, selebgram, hingga aparat.

Ketiga, penegakan hukum dalam upaya memberantas narkoba masih menjadi PR besar. Saat ini regulasi hukum terkait narkoba berjalan lambat. Polri memang melakukan upaya untuk membongkar dan memberantas narkoba, tetapi penegakan hukum terhadap pelaku narkoba belum memberikan efek jera.

Sebagai contoh, kebanyakan pengguna narkoba hanya disanksi dengan rehabilitasi tanpa dipidana, padahal baik pengguna, pengedar, atau bandar sama-sama melakukan kejahatan. Islam mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna. Namun, bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Inilah bedanya hukum sekuler dengan Islam.

Belum lagi jika bicara HAM terkait vonis mati. Para pejuang HAM menilai vonis mati tidak mengurangi angka kejahatan narkoba. Menurut mereka, hukuman mati melanggar hak asasi dan memicu aksi balas dendam. Dengan adanya hukuman mati saja peredaran narkoba masih banyak, apa jadinya jika hukuman mati dihapus dari daftar sanksi hukum di Indonesia. Bisa jadi angka kejahatan akan meningkat lebih tajam.

Solusi Islam

Dari aspek hukum, narkoba hukumnya haram. Terdapat perbedaan di kalangan ulama terkait alasannya. Ada yang mengharamkan karena mengkiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis sahih dari Ummu Salamah r.a., beliau mengatakan, “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” Menurut Syekh Rawwas Qal’ahjie rahimahullah dalam Mu’jam Lughah al-Fuqoha` hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. Dengan kejelasan haramnya narkoba, negara tidak boleh berkompromi dengan segala hal yang diharamkan syariat, apa pun bentuk dan jenisnya.

Selain itu, upaya memberantas narkoba harus dilakukan dengan solusi sistemis, yaitu upaya pencegahan dan penindakan yang efektif. Negara bisa melakukan upaya tersebut dengan berbagai mekanisme, di antaranya:

Pertama, membangun ketakwaan komunal dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem pendidikan Islam, setiap individu masyarakat akan memiliki cara pandang yang sama dalam membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam sehingga akan terwujud kesadaran untuk taat kepada Allah Taala. Dengan ketaatan inilah individu akan menjauhi segala hal yang dilarang dalam Islam, termasuk narkoba.

Kedua, melakukan fungsi pengontrolan dan pengawasan setiap perbuatan dan tempat-tempat yang menjurus pada kemaksiatan dan kejahatan. Dalam hal ini peran masyarakat sangat penting dalam melakukan tabiat amar makruf nahi mungkar. Ketika ada indikasi perbuatan individu yang melanggar Islam, masyarakat bisa langsung mengadukan dan melaporkannya ke pihak berwenang setelah sebelumnya menasihati atau mengingatkan individu tersebut.

Ketiga, negara memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar pada rakyat Tidak bisa dimungkiri, munculnya kejahatan narkoba dapat dipicu faktor ekonomi. Jika negara bisa memberikan jaminan kesejahteraan, besar kemungkinan angka kejahatan akan berkurang. Begitu pun dengan lapangan kerja yang tersedia, negara tidak akan membiarkan rakyat berbisnis dengan barang-barang yang diharamkan. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang halal dan berkeadilan.

Keempat, menegakkan sanksi hukum Islam bagi para pelanggar dan pelaku kejahatan. Islam memang mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tetapi bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Negara akan menerapkan sanksi berupa hukum Islam yang memberikan efek jera bagi pelaku dan pelajaran berharga bagi siapa saja yang memiliki niat atau keinginan berbuat kriminal

Sistem Islam mengatur sanksi dalam penyalahgunaan narkoba, yaitu sanksi takzir. Takzir adalah sanksi bagi kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat, yakni sanksi-sanksi atas berbagai macam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Syari’. Namun, dalam perkara ini, Syari’ telah menyerahkan sepenuhnya hak penetapan kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada kadi. Atas dasar ini maka kadi akan mempertimbangkan kemaksiatan tersebut dengan sifatnya sebagai wakil khalifah dalam masalah peradilan. Ini berarti, sesungguhnya Syari’ telah menyerahkan hal itu kepada khalifah, dan lebih utama lagi bahwa Syari’ telah menyerahkan urusan tersebut kepada kadi (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm.230).

Terhadap kasus narkotika, Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 272 menjelaskan garis besar sanksi bagi produsen, pengedar, dan pembeli barang haram seperti narkotika.

1. Setiap orang yang memperdagangkan narkotika, semisal ganja (hashis), heroin, dan sejenisnya dianggap sebagai tindak kejahatan. Pelakunya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh kadi.

2. Setiap orang yang menjual, membeli, meracik, mengedarkan, dan menyimpan narkotika akan dikenakan sanksi jilid dan dipenjara sampai 5 tahun, ditambah dengan denda yang nilainya ringan.

3. Setiap orang yang menjual anggur, gandum, atau apa pun yang darinya bisa dibuat khamar, sedangkan ia tahu bahwa bahan-bahan tersebut digunakan untuk membuat khamar, baik menjualnya secara langsung atau dengan perantara, maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun. Dalam hal ini dikecualikan bagi warga negara Khilafah yang nonmuslim yang memang dalam agamanya dibolehkan mengonsumsi narkotika.

4. Setiap orang yang membuka tempat tersembunyi (terselubung) atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkotika (obat bius) maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.

5. Setiap orang yang membuka tempat untuk menjual barang-barang yang memabukkan, baik dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 5 tahun lamanya.

6. Tidak diterima pernyataan pembelaan (perkataan) orang yang menyatakan bahwa ia menjual khamar untuk pengobatan, kecuali jika dibuat dengan cara pembuatan medis dan menjualnya layaknya apoteker dan lain-lain. Namun, jika ia bisa membuktikan bahwa ia menjualnya untuk pengobatan, buktinya didengarkan.

Demikianlah, Islam menetapkan secara teratur dan rinci solusi dalam mencegah dan menangani permasalahan narkoba. Memberantas serta memberangus narkoba harus dimulai dengan menghilangkan paradigma sekuler kapitalisme yang menjadi akar masalahnya, yakni dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak