"Ketika Nafsu Dibiarkan Liar: Maraknya Inses Bukti Gagalnya Sistem Sekuler Merawat Moral Bangsa"
Oleh : Yuli Atmonegoro
Maraknya kasus inses (hubungan sedarah) di tengah masyarakat adalah tragedi kemanusiaan dan keruntuhan akhlak yang amat memilukan. Hubungan haram ini bukan hanya menyimpang secara agama dan budaya, tetapi juga merupakan bentuk penghancuran terhadap tatanan keluarga dan peradaban. Sayangnya, kasus-kasus seperti ini kian banyak bermunculan, mencerminkan betapa rusaknya fondasi moral masyarakat hari ini.
A. Contoh Kasus yang Mengguncang Nurani
Salah satu kasus paling menggemparkan terjadi di Luwu, Sulawesi Selatan, pada awal tahun 2024. Seorang ayah dilaporkan telah mencabuli anak kandungnya sendiri sejak anak itu duduk di bangku SD. Ironisnya, tindakan bejat itu berlangsung bertahun-tahun tanpa terdeteksi, hingga sang anak berani melaporkannya ke pihak berwajib. Tidak hanya itu, di Jawa Tengah, seorang kakak memperkosa adik kandungnya berulang kali hingga menyebabkan kehamilan.
Kasus-kasus ini bukan hanya terjadi di pedalaman atau wilayah terpencil. Di kota-kota besar pun, dengan segala fasilitas pendidikan dan teknologi, kejadian serupa terus berulang. Bahkan dalam beberapa kasus, pelaku dan korban hidup di bawah satu atap bersama anggota keluarga lain yang tidak tahu-menahu.
B. Sistem Sekuler Biang Kehancuran Moral
Hizbut Tahrir telah lama mengingatkan bahwa penyimpangan seperti inses bukanlah murni akibat individu semata, tetapi buah dari sistem sekuler liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem sekuler, kebebasan menjadi standar moral. Akibatnya, naluri seksual yang seharusnya diatur dengan syariat Islam justru dibiarkan bebas, bahkan difasilitasi lewat media, konten porno, dan budaya permisif.
Dalam Islam, hubungan darah (mahram) dijaga kehormatannya secara ketat. Bahkan sekadar memandang dengan syahwat kepada mahram sudah diharamkan, apalagi menjalin hubungan seksual. Syariat Islam memiliki sistem pendidikan, sistem sosial, dan sistem sanksi yang dirancang untuk mencegah kejahatan semacam ini sejak akar.
Namun sayangnya, sistem hukum hari ini lebih mementingkan pendekatan pidana semata, tanpa menyentuh akar penyebabnya: hilangnya takwa dan penerapan syariah secara kaffah.
C. Penguasa Abai, Generasi Bangsa Hancur
Ironisnya, di tengah fenomena memalukan ini, penguasa negeri justru sibuk dengan pencitraan politik dan perburuan kekuasaan. Alih-alih memberantas budaya seks bebas, konten-konten porno masih bebas diakses anak-anak melalui gadget. Pendidikan seksual yang diajarkan justru mengarah pada normalisasi perilaku menyimpang, bukan pencegahan berdasarkan akidah Islam.
Negara tak hanya abai, tetapi secara sistemik ikut berperan dalam merusak moral generasi. Kurikulum liberal, tayangan televisi yang vulgar, serta hukum yang tumpul terhadap pelaku kejahatan seksual menciptakan iklim subur bagi munculnya predator dalam keluarga sendiri.
D. Saatnya Kembali pada Islam Kaffah
Islam bukan hanya agama ibadah, tetapi ideologi sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk menjaga kehormatan manusia. Penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah adalah satu-satunya solusi yang mampu membasmi kejahatan seksual dari akar, bukan sekadar menambal luka dengan pidana ringan.
Inses hanyalah satu dari sekian banyak bukti betapa sistem kufur ini gagal total menjaga akhlak manusia. Saatnya umat menyadari, bahwa hanya dengan kembali kepada Islam secara menyeluruh, kehormatan dan masa depan generasi bisa diselamatkan.
Komentar
Posting Komentar