Akibat Racun Nasionalisme : Gaza Masih Membara, Umat Islam Tak Berdaya




Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi)


Sebuah aksi yang mengejutkan dunia dan belum pernah terjadi sebelumnya. Koalisi global yang terdiri atas serikat pekerja, gerakan solidaritas, dan lembaga hak asasi manusia dari lebih dari 80 negara mengumumkan peluncuran inisiatif "Global March to Gaza" (Pawai Global ke Gaza). gazamedia.net.

Aksi ini bertujuan untuk menembus blokade dan masuk ke wilayah Gaza dengan berjalan kaki sebagai bentuk respon langsung terhadap krisis kemanusiaan yang semakin memburuk sejak pengepungan zion*s dimulai pada Oktober 2023. Peserta aksi berencana untuk melintasi Tunisia, Libya, dan Mesir sebelum mencapai Rafah,

perbatasan dengan Mesir yang sebagian besar tetap ditutup sejak militer zion*s menguasai sisi Gaza pada bulan Mei 2024. gazamedia.net. Menurut Saif Abu Koshk, Ketua Aliansi Internasional Melawan Pendudukan Israel, sekitar 4.000 orang dari berbagai belahan dunia akan berpartisipasi dalam pawai tersebut. gazamedia.net. 

Pada tanggal 12 Juni, peserta Konvoi Steadfastness bergerak ke ibu kota Mesir, Kairo. Setelah berkumpul di Kairo, mereka akan bergerak menuju Arish, kota di Sinai Utara, untuk memulai perjalanan kaki menuju Rafah yang direncanakan sampai pada hari Jumat 13 Juni 2025. Setelah tiba di Rafah, beserta akan melakukan aksi duduk damai (sit-in). Mereka akan membangun tenda dan tetap berada di lokasi sebagai bentuk tekanan langsung agar perbatasan dibuka dan bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza. 

Konvoi Steadfastness menunjukkan kekuatan umat yang terpendam.

Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Eduard Camacho, anggota Sekretariat Hubungan Internasional dari serikat alternatif Catalonia (IAC) yang menegaskan bahwa semua peserta membiayai perjalanan mereka secara mandiri. gazamedia.net. 

Pada dasarnya, masyarakat akan bangun dari tidur mereka ketika ada _hazah anifah_ atau goncangan besar yang menghantam kehidupan mereka. Mereka akan mencoba melakukan perubahan untuk mengubah kondisi buruk yang menimpa mereka.

Penjajahan zionis atas Palestina telah menjadi _hazah anifah_ bagi umat, bukan hanya umat Islam, namun juga masyarakat internasional pada umumnya. Gejolak amarah masyarakat terhadap kondisi Gaza tidak lagi bisa dibendung. Mereka mencoba berbagai upaya untuk menolong masyarakat Gaza, seperti melakukan global march to Gaza ini. Sebelumnya, aktivitas internasional telah berusaha mencapai wilayah Palestina melalui jalur laut dengan membawa bantuan dengan menggunakan kapal Madleen. Sayangnya, upaya masyarakat ini dihalangi oleh penguasa mereka sendiri. 

Otoritas Mesir menahan peserta Konvoi Steadfastness di Bandara Kairo dan hotel-hotel di ibu kota untuk diinterogasi, sebelum akhirnya dideportasi pada Kamis 12 Juni 2025. islamtoday.id. Otoritas Mesir mengatakan telah mendeportasi lebih dari 30 orang aktivis dengan alasan hendak menuju Sinai  Utara tanpa memperoleh izin resmi. 

Sementara Kantor berita Reuters melaporkan, sekurang-kurangnya 73 warga negara asing telah dideportasi untuk satu penerbangan ke Istambul pada Kamis, 12 Juni 2025. Adapun 100 orang lainnya masih berada di bandara sembari menunggu proses pengusiran. islamtoday.id. 

Juru bicara Global March to Gaza juga mengatakan, lebih dari 200 aktivis telah ditahan di Bandara Kairo. Di antara mereka yang ditahan, terdapat warga negara dari Amerika Serikat, Australia, Belanda, Prancis, Spanyol, Aljazair, dan Maroko. islamtoday.id. Sebelumnya, menteri pertahanan zion*s Katz mendesak pemerintah Mesir agar mengadang konvoi ribuan aktivis pro-Palestina yang berencana menuju ke perbatasan Rafah. islamtoday.id.

Katz menuding,  inisiatif Global March to Gaza adalah bagian dari kelompok jihadis. Dia juga menuntut Kairo agar para relawan ini jangan sampai mendekati Rafah, apalagi memasuki jalur Gaza via perbatasan Mesir. islamtoday.id.


Bahaya Racun Nasionalisme


Munculnya gerakan  Global March To Gaza (GMTA) menujukkan kemarahan umat yang sangat besar.  Hal itu menandakan bahwa tidak bisa berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa hari ini.

Tertahannya mereka di pintu Raffah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apapun tidak akan pernah bisa menyolusi masalah Gaza karena ada pintu penghalang terbesar yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslimin, yakni nasionalisme dan konsep negara bangsa. 

Paham ini telah memupus hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka, hingga rela membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata bahkan ikut menjaga kepentingan pembantai hanya demi meraih keridhaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka yakni Amerika. 

Umat Islam harus paham betapa bahayanya paham nasionalisme dan konsep negara bangsa, dilihat dari sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya justru digunakan musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri islam. 

Umat Islam juga harus paham bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat negara bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia.


Kepemimpinan Islam, Solusi Tuntas Masalah Gaza 


Nampak jelas, penguasa hari ini tidak benar-benar berdiri di sisi Gaza. Mereka telah berkhianat kepada masyarakat mereka sendiri, khususnya umat Islam di Gaza. Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa umat membutuhkan pemimpin yang menjadi junnah atau perisai. Pemimpin seperti ini hanya akan lahir dari sistem Islam yakni Khilafah. Dari Khilafah, lahir sosok seperti panglima Salahuddin Al-Ayyubi ataupun Sultan Abdul Hamid II, yang menjaga Palestina dengan darah dan jiwa raga mereka. Khilafah tidak akan terwujud kecuali dengan persatuan umat. Hal ini menuntut ada sebuah perjuangan dari diri kaum muslimin untuk mewujudkan hal tersebut. Rasulullah telah mencontohkan perjuangan tersebut dengan cara dakwah fikriyah bersama kelompok ideologisnya Hizbur Rasul. Dari perjuangan kelompok inilah, Rasulullah mendapatkan kekuasaan yang menolong di Madinah untuk mewujudkan kepemimpinan Junnah bagi umat Islam. Karena itu, masyarakat seharusnya juga menyadari bahwa untuk menolong masyarakat Gaza dibutuhkan perubahan besar, tidak cukup pada amalan praktis seperti mengirim bantuan. Aksi besar-besaran memang bisa memberi tekanan karena menunjukkan kekuatan umat. Namun, agar kekuatan ini bisa benar-benar memberi tekanan, harusnya diiringi dengan sebuah pemahaman ideologis. Pemahaman ideologis ini akan mengarahkan perjuangan umat, agar Palestina benar-benar merdeka, yaitu seluruh tanah Palestina harus kembali ke pangkuan kaum muslimin dan tidak ada sejengkal tanah pun yang diduduki zion*s Yahudi. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya jamaah dakwah ideologis yang memimpin umat dalam perjuangan ini.

Wallaahu a'lam bish-shawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak