HAJI DAN PERSATUAN

Oleh; Wiwik Afrah,S.Pd (Aktivis Muslimah)

#opini

Zulhijah juga merupakan bulan haji. Ibadah haji merupakan simbol persatuan umat Islam. Jutaan jemaah haji dari berbagai negara di dunia berkumpul menjalankan prosesi haji. Bahkan, pada puncak haji mereka berada di tempat yang sama, yaitu Padang Arafah, pada waktu yang sama, yaitu 9 Zulhijah, dan mengenakan pakaian yang sama, yaitu pakaian ihram. Meski berbeda negeri, suku, bangsa, ras, bahasa, warna kulit, dan latar belakang sosial ekonomi, jemaah haji melebur bersatu dalam rangka beribadah kepada Allah Taala. Mereka melakukan ritual ibadah yang sama, seperti wukuf, melempar jumrah, tawaf, dan sai. Mereka bersama-sama menengadahkan tangan pada Sang Khaliq, mengucapkan kalimat talbiah, dan berdoa memohon berbagai kebaikan. Sungguh persatuan umat Islam begitu tampak dalam rangkaian ibadah haji. Siapa pun yang melihatnya akan terenyuh, betapa umat Nabi Muhammad saw. bisa berada dalam satu barisan. 

Namun sungguh sayang, persatuan itu sirna begitu ibadah haji usai dilaksanakan. Masing-masing rombongan haji pulang ke negeri masing-masing dan kembali tersekat-sekat dalam 50-an negara bangsa (nation state). Kondisi ini terjadi karena adanya paham nasionalisme di tengah umat. .Nasionalisme merupakan paham buatan Barat yang lahir dari rahim sekularisme. Barat mengembuskan ide nasionalisme di negeri-negeri muslim untuk memecah-belah dan menguasainya. Ide nasionalisme telah meruntuhkan ukhuwah islamiah di tengah umat. Nasionalisme merupakan ide beracun yang menjadi bagian dari strategi devide et impera Barat terhadap Khilafah yang dahulu menyatukan negeri-negeri muslim hingga akhirnya tercerai-berai menjadi puluhan negara bangsa. Setelah dipecah menjadi negeri-negeri yang kecil, Barat dengan mudah menjajahnya. 

Di Arafah, umat Islam mendoakan pembebasan Palestina, tetapi sayang tangan mereka hanya mampu tengadah untuk berdoa. Sedangkan tangan umat Islam “terbelenggu” nasionalisme hingga tidak mampu mengangkat senjata untuk membebaskan saudaranya. Penguasa muslim terbelenggu nasionalisme sehingga tidak mengirimkan tentara untuk membebaskan Palestina, bahkan melakukan normalisasi hubungan dengan Zionis Yahudi dan meneken kerja sama dengan Amerika Serikat, sekutu utama Zionis Yahudi.  Miris, pada saat kita makan daging kurban yang lezat, dengan bumbu dan rempah istimewa nan menggugah selera, tidak ada hari raya di Palestina. Mereka memakan rumput dan apa pun yang masih bisa tumbuh di sela-sela reruntuhan. Sedangkan bantuan dari kaum muslim dihancurkan oleh Zionis Israel hingga terigu dan bahan pangan lainnya terhambur ke tanah dan tidak bisa mereka makan. Sering kali, bantuan itu menjadi umpan untuk menghabisi muslim Palestina yang mengambilnya. 

Hari raya apa ini? Hari raya di atas kematian, luka, tangis, dan kelaparan saudara sesama muslim sesungguhnya adalah hari yang penuh kesedihan. 

Kondisi ini tercipta karena umat Islam tidak bersatu. Kita lemah meski jumlah kita bermiliar jiwa banyaknya. Kita terpecah-belah dan tercerai-berai karena tidak disatukan oleh kesatuan akidah. Persatuan umat hanya akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Islam. Khilafah adalah institusi pemersatu umat. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah menjelaskan di dalam Nizham al-Hukmi fi al-Islam (Sistem Pemerintahan Islam) hlm. 138 bahwa Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di seluruh dunia untuk menegakkan hukum syarak serta mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Beliau juga menjelaskan bahwa menurut Barat (konsep kapitalisme), negara didirikan untuk menjaga batas-batas teritorial yang mereka sebut dengan tanah air (wathan). Inilah yang memunculkan konsep negara bangsa. Sedangkan di dalam Islam, kata wathan maknanya hanya suatu tempat yang dijadikan tempat menetap oleh seseorang yang secara permanen, misalnya rumah dan negerinya. 

Berdasarkan perbedaan pandangan Islam dan kapitalisme tentang negara ini, tampak bahwa negara-negara bangsa yang ada di dunia Islam saat ini tidak akan bisa mempersatukan umat Islam. Keberadaan negara bangsa itu tidak kompatibel dengan persatuan umat Islam, bahkan keberadaannya memecah belah umat Islam. Jadilah kita lihat hari ini antarnegeri muslim bermusuhan dan saling serang. Selain itu, sekat imajiner mengungkung energi jihad umat Islam sehingga tidak bisa membela saudaranya di wilayah yang lain yang teraniaya, seperti di Palestina. Hanya negara berdasarkan akidah Islam, yaitu Khilafah yang wilayahnya meliputi seluruh negeri muslim yang mampu menyatukan seluruh umat Islam dalam sebuah institusi. Di dalam Khilafah, persaudaraan sesama muslim benar-benar terwujud. Persaudaraan ini tegak di atas akidah Islam dan menembus batas perbedaan-perbedaan yang ada. Khilafah menyatukan umat Islam dari seluruh penjuru dunia, meski berbeda asal daerah, suku, bangsa, ras, bahasa, dll. Khilafah benar-benar mempersatukan umat Islam menjadi laksana satu tubuh yang saling mendukung. Jika salah satu anggota tubuh sakit, seluruh anggota tubuh yang lain akan bekerja sama untuk menghilangkan sakit tersebut. Misalnya mata mencari obat, tangan mengambil obat, kaki berjalan menuju lokasi obat, dan seterusnya. Semua anggota tubuh akan sibuk untuk membantu pengobatan.  Demikian pula, jika ada bagian dari umat Islam, misalnya Palestina yang mengalami genosida dan penjajahan, seluruh dunia Islam akan bergerak untuk berkontribusi membebaskannya. 

Waallahu ‘alam bisshowab


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak