Kapitalisme Sekuler: Menciptakan Manusia Tanpa Ruh dan Keluarga Tanpa Kasih
Oleh: Yuli Atmonegoro
(Aktivis Dakwah Serdang Bedagai)
Jagat maya kembali dihebohkan oleh video memilukan: seorang suami terekam kamera saat menganiaya anak kandungnya yang baru berusia 2 tahun. Balita itu menangis karena rewel, lalu ditampar, diguncang, bahkan dibentak-bentak dengan kata kasar oleh ayahnya sendiri. Rekaman itu diambil oleh sang istri — ibunya sendiri — yang hanya bisa merekam sambil menangis, berharap tindakan itu bisa menjadi bukti untuk mencari keadilan.
Tragedi ini bukan hanya menyayat hati, tapi menjadi cermin retaknya institusi keluarga di tengah masyarakat modern yang dibangun di atas ideologi sekuler kapitalis. Mengapa seorang ayah bisa tega memperlakukan darah dagingnya seperti itu? Mengapa seorang ibu hanya mampu merekam tanpa bisa melindungi anaknya? Dan mengapa masyarakat serta negara seperti tak mampu mencegah kejadian keji seperti ini?
Jawabannya terletak pada rusaknya fondasi kehidupan yang kita jalani saat ini — sistem sekuler kapitalis yang memisahkan nilai-nilai Islam dari keluarga, masyarakat, dan negara.
Sistem yang berlaku hari ini menjadikan manusia hidup tanpa arah. Pendidikan sekuler menjauhkan manusia dari nilai-nilai keimanan. Sistem ekonomi kapitalis menekan kehidupan hingga stres dan kekerasan menjadi jalan pelampiasan. Peran suami sebagai qawwam (pemimpin) dan pelindung keluarga dilenyapkan oleh budaya maskulinitas yang salah kaprah. Peran istri sebagai ummun wa rabbatul bayt (ibu dan pengelola rumah tangga) digerogoti oleh ide feminisme yang menjadikannya lemah dan tak berdaya dalam mengurus keluarga.
Dalam sistem sekuler ini, keluarga tidak dibina berdasarkan ketakwaan, tapi atas dasar nafsu, ego, dan materi. Laki-laki tidak dididik menjadi pelindung, tapi hanya menjadi pencari nafkah yang kehilangan fungsi rohaninya. Sementara, Perempuan tidak dibekali dengan kekuatan peran keibuan, tapi dibebani dua peran tanpa dukungan sosial. Anak dianggap beban emosional dan ekonomi, bukan amanah dari Allah SWT.
Maka tidak aneh jika rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru berubah menjadi tempat paling menyeramkan bagi anak-anak — bahkan dalam dekapan orang tuanya sendiri.
Islam adalah Sistem yang Menjaga dan Mencintai Anak-anak
Dalam Islam, anak adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah ﷺ adalah teladan agung dalam menyayangi anak. Beliau mencium cucunya, Hasan dan Husain, di depan para sahabat. Ketika seorang Arab Badui heran dan berkata, “Aku punya sepuluh anak dan tidak pernah mencium seorang pun dari mereka,” Rasulullah menjawab:
"Siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi."
(HR. Bukhari)
Rasulullah ﷺ bahkan pernah memendekkan shalatnya karena mendengar tangisan bayi. Ini adalah teladan bahwa anak-anak tidak hanya harus di lindungi, tetapi juga di sayangi sepenuh hati.
Negara Islam, Sebagai Pelindung Nyawa dan Kehormatan Anak
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya sekadar memberi perlindungan hukum setelah kekerasan terjadi, tetapi juga membangun atmosfer keluarga yang Islami, dengan mekanisme berikut:
1. Pendidikan Islam sejak dini yang menanamkan ketakwaan dalam jiwa setiap individu.
2. Kebijakan ekonomi yang menjamin kebutuhan pokok keluarga agar stres dan tekanan hidup tidak menjadi pemicu kekerasan.
3. Hukum Islam (uqubat) yang memberi sanksi tegas bagi pelaku kekerasan terhadap anak — termasuk jika pelakunya adalah orang tua.
4. Kampanye masif tentang peran ayah dan ibu dalam Islam — bukan berdasarkan konsep Barat, tapi berdasarkan wahyu.
5. Lingkungan masyarakat Islam yang aktif dalam amar makruf nahi mungkar, sehingga jika ada keluarga yang menyimpang, segera diingatkan dan dibimbing.
Dalam Khilafah, negara tidak akan membiarkan kekerasan terhadap anak menjadi konsumsi media atau tren viral. Negara akan hadir sejak awal untuk mencegahnya melalui sistem kehidupan Islam.
Saatnya Kembali ke Islam Kaffah
Wahai umat Islam, kasus ayah yang menganiaya anaknya ini bukan kasus individu semata. Ini adalah buah pahit dari sistem kufur yang kini mencengkram kehidupan kita. Selama sistem ini dipertahankan, akan terus lahir keluarga-keluarga rapuh, anak-anak terluka, dan generasi yang cacat akhlaknya.
Saatnya kita sadar, bahwa kita tidak hanya butuh orang tua yang baik, tapi butuh sistem yang benar — sistem Islam, yang hanya bisa diterapkan secara menyeluruh dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Mari kita jadikan rumah sebagai madrasah pertama bagi anak, dan negara sebagai pelindung yang sejati — bukan negara kapitalis yang hanya mampu hadir dalam narasi, tapi absen dalam realitas.
“Barang siapa tidak menyayangi yang kecil di antara kita, tidak menghormati yang tua, dan tidak menyuruh kepada kebaikan serta mencegah dari kemungkaran, maka dia bukan termasuk golongan kami.”
(HR. Ahmad)
Komentar
Posting Komentar