Derita Anak-anak Gaza, Tanggung Jawab Kita
Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi)
Kebiadaban Zion*s tiada tara. Selain puluhan ribu anak-anak yang menjadi korban genosida, juga meninggalkan kepedihan berupa anak-anak yang menjadi yatim karena kehilangan orang tua. Lebih dari 39.000 anak di jalur Gaza telah kehilangan satu atau kedua orang tua mereka akibat serangan Zion*s yang terus-menerus sejak 7 Oktober 2023. Menurut Biro Statistik Palestina seperti dilansir Al Mayadeen, jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. www.liputan6.com.
Sementara itu, sedikitnya 100 anak Palestina tewas atau terluka setiap harinya di jalur Gaza sejak Zion*s melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025, kata kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini, mengutip UNICEF pada Jumat 4 April. www.liputan6.com. Mirisnya, semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal hak asasi manusia dan segala aturan internasional serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Tanggal 5 April lalu ditetapkan sebagai hari anak Palestina. Penetapan hari tersebut lantaran anak-anak Palestina secara historis hidup dalam kondisi yang sangat sulit akibat penjajahan Zion*s. Namun apalah arti hari peringatan anak, jika penjajahan Zion*s masih terus berlangsung hingga pada taraf yang begitu mengerikan di abad modern ini. Zion*s terus menjatuhkan bom di kamp-kamp pengungsian hingga tubuh anak-anak, perempuan, laki-laki beterbangan di udara. Sungguh pemandangan yang mengerikan. Gedung - gedung terus dihancurkan. Sarana vital seperti rumah sakit, sekolah, toko roti menjadi sasaran. Bantuan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar di blokade oleh Zion*s. Ini semua pemandangan yang mengerikan tapi dunia tetap diam. Lembaga internasional hanya sibuk melakukan kecaman dan diplomasi. Sementara, penguasa negeri muslim buta dan tuli. Seolah dunia sedang baik-baik saja. Bahkan di antara mereka menormalisasi hubungan diplomatik dengan zion*s.
Realita ini semestinya menyadarkan umat, bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Masa depan Gaza atau Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam, Khilafah. Kepemimpinan inilah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan. Kehadiran Khilafah adalah raa'in atau pengurus. Rasulullah SAW. bersabda : "imam atau khalifah adalah Raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya". (HR. Al-bukhari).
Khilafah juga merupakan Junnah (perisai). Rasulullah SAW. bersabda : "Sesungguhnya seorang imam itu adalah perisai, dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah '1azza wa jalla dan adil, ia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika ia memerintahkan yang lain, ia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Peran ini akan membuat rakyat terbebas dari kezhaliman, penghinaan, perampasan hak sebagaimana yang dialami oleh anak-anak Gaza. Hal ini dibuktikan selama belasan abad. Khilafah berhasil menjadi benteng pelindung yang aman dan memberikan support sistem terbaik bagi tumbuh kembang anak. Sebab Islam memandang, anak adalah generasi penerus yang harus terpenuhi dan terjamin kebutuhannya. Negara akan memenuhi kebutuhan asasi anak seperti makanan bergizi, tempat tinggal, pakaian layak, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Islam tidak akan membiarkan bencana generasi terjadi. Karena itu, jika ada Khilafah, penjajahan Zion*s terhadap Gaza/Palestina tidak akan berlarut-larut. Karena jihad akan segera diperintahkan untuk mengakhiri penjajahan. Bahkan, sebelum penjajahan itu terjadi, Khilafah akan memastikan wilayah tersebut tetap aman. Sebelum Khilafah runtuh, Khilafah Utsmaniyah memerintahkan Kopral Hasan Al Aghdarli dan timnya untuk menjaga Yerusalem. Perintah dari perwira seniornya itu ia patuhi selama 65 tahun. Kopral Hasan Al-Aghdarli adalah prajurit terakhir dari Khilafah Utsmaniyyah yang menjaga Masjidil Aqsa hingga meninggal pada tahun 1982.
Sultan Abdul Hamid II, juga melindungi Palestina dari permintaan dan tawaran kotor Theodore Herzl. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi mengerahkan semua kemampuannya untuk membebaskan kembali Al Quds dari tentara Salib. Penjagaan yang luar biasa diberikan oleh Khilafah agar tanah kaum muslimin tetap menjadi milik kaum muslimin. Perlindungan diberikan semaksimal mungkin agar anak-anak yang hidup di wilayah Daulah Khilafah terbebas dari penjajahan dan perampasan lahan, sehingga mereka bisa fokus pada potensinya untuk menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban Islam. Karena itu, upaya yang harus dilakukan hari ini adalah setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah. Upaya ini harus diambil, agar mereka memiliki hujjah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh Zion*s dan sekutu-sekutunya. Perjuangan mengembalikan Khilafah tentu tidak bisa sendiri. Rasulullah SAW. telah mencontohkan perjuangan menegakkan Negara Islam di Madinah, harus dilakukan melalui dakwah pemikiran bersama partai ideologis. Dahulu Rasulullah melakukannya bersama para sahabatnya yang terhimpun dalam Hizbun Rasul. Maka, saat ini umat Islam juga harus berjuang bersama partai islam ideologis yang mengikuti metode dakwah Rasulullah untuk menegakkan kembali perisai umat Islam, Daulah Khilafah.
Wallaahu a'lam bish shawwab.
Komentar
Posting Komentar