Kelaparan di Gaza, Bukti Kepengecutan Zion*s
Oleh : Ummu Hayyan, S.P.
Genosida yang mengerikan belum beranjak dari jalur Gaza. Kematian, luka, dan mereka yang berbaring sekarat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, kenestapaan itu kini semakin bertambah. Bukan karena ledakan atau teriakan yang paling keras tersebut, melainkan keluhan sunyi dari perut-perut kosong yang menjerit dalam diam. Kelaparan di Gaza bukan sekedar tidak ada makanan, tapi telah menjelma menjadi senjata mematikan yang membunuh pelan tanpa suara. Sejak dimulainya blokade bantuan pada 2 Maret 2025, Otoritas kesehatan Gaza melaporkan, bahwa 57 anak meninggal akibat dampak dari kekurangan gizi. www.liputan6.com. Apabila situasi ini terus berlanjut diperkirakan hampir 71.000 anak di bawah usia 5 tahun akan mengalami kekurangan gizi akut dalam 11 bulan ke depan.
Dalam pengarahan kepada para jurnalis di Jenewa, Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk wilayah pendudukan Palestina, Rik Peeperkorn mengungkapkan, bahwa embargo total bantuan oleh zion*s telah menyebabkan WHO hanya memiliki persediaan yang cukup untuk merawat sekitar 500 anak dengan kondisi kekurangan gizi akut. www.liputan6.com.
Jumlah ini menurutnya, hanya sebagian kecil dari kebutuhan yang sangat mendesak. Dia memperingatkan, bahwa warga Gaza kini terperangkap dalam siklus mematikan, di mana kurangnya keragaman makanan, kekurangan gizi, dan penyakit saling memperparah satu sama lain. www.liputan6.com. Pernyataan Peeperkorn muncul bersamaan dengan dirilisnya analisis terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC)-skala peringatan ketahanan pangan- pada senin 12 Mei 2025.
Dalam laporan tersebut terungkap bahwa satu dari 5 warga Gaza atau sekitar 500.000 orang berada di ambang kelaparan sementara itu, seluruh populasi Gaza yang berjumlah 2,1 juta orang, kini menghadapi kekurangan pangan berkepanjangan. www.liputan6.com. Hanya entitas zion*s yang menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang. Ini adalah bentuk kelemahan dan kepengecutan terbesar di dunia. Pasalnya, serangan fisik zion*s yang bertubi-tubi ke Gaza tidak membuat warga Gaza gentar sedikit pun. Tank, senjata, bom, rudal milik zion*s memang membuat warga Gaza berlumuran darah, kehilangan ruang hidup, bahkan ditinggalkan oleh orang terkasih. Namun, warga Gaza tetap berdiri kokoh dan sabar menjaga tanah suci Palestina. Mereka bersabar dalam penderitaan, mereka ikhlas terhadap qodho yang didapatkan, mereka terus berjihad hingga titik darah terakhir melawan zion*s, meskipun pemimpin Islam mengabaikan urusan Palestina. Kekuatan keimanan warga Gaza tidak bisa dikalahkan dengan senjata fisik zion*s. Kini, zion*sme menjadikan kelaparan sebagai senjata.
Mereka memblokade bantuan untuk Gaza, mengebom dapur umum, menjatuhkan rudal di tengah-tengah orang yang mengantri makanan, dan mengambil bantuan. Krisis kelaparan yang diciptakan zion*s telah menunjukkan kelemahan dan betapa pengecutnya mereka menghadapi kaum muslimin. Maka sebenarnya menghadapi orang lemah dan pengecut itu sangat mudah. Bukan dengan mengirim donasi dan bantuan untuk warga Gaza, melainkan mengirim tentara untuk membebaskan Palestina. Dengan begitu, tidak akan ada lagi penjajahan dan tidak akan ada lagi krisis pangan di Gaza. Sebagaimana panglima Shalahuddin yang membebaskan Al Quds dari kekuasaan kotor tentara salib. Namun, pembelaan itu menjadi berat dilakukan, karena penguasa Muslim hari ini menjadi penghianat umat. Mereka justru bekerja sama dengan Amerika Serikat, memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat, tunduk di bawah arahan Amerika Serikat, bahkan menormalisasi hubungan dengan zion*s. Para pengkhianat itu lebih takut kehilangan kekuasaannya dibanding harus memenuhi kewajiban menolong saudara sesama Muslim. Maka, sebenarnya tidak ada harapan lagi menyelamatkan Gaza dari kelaparan akibat penjajahan kecuali dengan jihad fisabilillah. Kekuatan militer harus dikerahkan untuk membebaskan umat Islam di Gaza dan mengusir zion*s dari Palestina. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah yang mengusir Yahudi Bani Qainuqa' dari Madinah, karena mereka melanggar perjanjian dan membunuh seorang Muslim. Al-Qur'an juga telah memerintahkan jihad defensif atas invasi musuh yang ditujukan kepada negeri muslim
Allah SWT berfirman, yang artinya :
"Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia secara seimbang dengan serangannya terhadap kalian" (TQS. Al-Baqarah : 194).
Para ulama menjelaskan, bahwa jihad adalah fardhu 'ain saat kaum Muslim diserang oleh musuh. Jika dikaitkan dengan penjajahan di Palestina, fardhu 'ain ini tidak hanya berlaku untuk warga Gaza. Kewajiban ini tidak hanya mengikat seluruh kaum muslimin di sekitar wilayah Palestina, namun seluruh wilayah kaum Muslimin hingga penjajah zion*s dapat dikalahkan. Di sinilah kebutuhan satu komando dari seorang khalifah. Kebutuhan ini jelas menuntut persatuan umat Islam di seluruh dunia dalam sebuah institusi politik bernama Daulah Khilafah, karena hanya Khilafah yang mampu menjadi junnah (perisai) umat Islam. Akan tetapi, institusi pemersatu umat Islam saat ini tidak ada, karena dihancurkan oleh Barat. Untuk itu, kondisi ini menuntut umat Islam untuk memperjuangkannya kembali. Tentu saja perjuangan seperti itu tidaklah mudah. Namun, umat Islam tidak perlu pesimis dan risau, sebab Rasulullah telah memberi contoh bagaimana mengupayakan institusi negara Islam dengan dakwah pemikiran bersama partai ideologisnya, yakni Hizbur Rasul. Maka arah perjuangan umat Islam hari ini untuk menyatukan kembali umat Islam di bawah naungan Khilafah, haruslah bersama partai islam ideologis yang mengikuti metode dakwah Rasulullah. Insya Allah proses ini akan membawa kepada kemenangan dan pembalasan yang setimpal kepada zion*s.
Wallaahu a'lam bish-shawwab.
Komentar
Posting Komentar